PENGURUSAN
JENAZAH
A. Perawatan jenazah
Apabila seseorang telah dinyatakan positif meninggal dunia, ada beberapa
hal yang harus disegerakan dalam pengurusan jenazah oleh keluarganya, yaitu:
memandikan, mengafani, menyalati dan menguburnya. Namun, sebelum mayat itu
dimandikan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan terhadap kondisi jenazah,
yaitu seperti berikut:
1. Pejamkanlah matanya dan
mohonkanlah ampun kepada Allah Swt. atas segala dosanya.
2. Tutuplah seluruh badannya
dengan kain sebagai penghormatan dan agar tidak kelihatan auratnya.
3. Ditempatkan di
tempat yang aman dari jangkauan binatang.
B. Hukum Islam tentang
Pengurusan Jenazah
Perawatan
jenazah mulai dari memandikan sampai dengan pemakaman hukuumnya fardhu kifayah,
artinya suatu kewajiban yang bersifat kolektif bagi umat Islam pada suatu
kelompok masyarakat, maksudnya apabila telah ada kelompok muslim yang
melaksanakan dan ternyata sudah cukup maka orang Islam yang lain tidak ikut
melaksanakan atau sudah bebas dari kewajiban atau sudah tidak berdosa.
Sebaliknya apabila sekelompok masyarakat tersebut tidak ada yang menyalatkan, maka orang Islam khususnya
yang ada di lingkungan masyarakat itu berdosa.
C. Kewajiban Terhadap
Jenazah
1. Memandikan Jenazah
a. Syarat-syarat
wajib memandikan jenazah:
1) Jenazah itu
orang Islam. Apa pun aliran, mazhab, ras, suku, dan profesinya.
2) Didapati
tubuhnya walaupun sedikit.
3) Bukan mati
syahid (mati dalam peperangan untuk membela agama Islam seperti yang
terjadi pada masa Nabi Muhammad saw).[2] Hal ini sesuai dengan sabda Nabi
SAW:
عَنِ جَابِرْ
ابْنُ عَبْدُ الله قَالَ لَا تَغْسِلُوْ هُمْ
فَإِنَّ جُرْح أَوْ كُلِّ دَمٍ يفوح مسكا يَوْمِ الْقِيَامَةٍ )رواه احمد(
Artinya: “Dari Jabir Bin Abdullah ra, ia berkata: Janganlah engkau memandikan mereka, karena setiap luka atau setoiap darah
(yang menetes) akan berbau wangi kelak di hari kiamat.”(Imam Ahmad)
Disamping itu, selain
tidak boleh dimandikan, orang mati syahid juga tidak boleh disalatkan.
Jenazahnya langsung dikafani dan dikubur.[3]
b. Yang berhak
memandikan jenazah
1)
Apabila jenazah itu laki-laki, yang
memandikannya hendaklah laki-laki pula.
2)
Perempuan tidak boleh memandikan
jenazah laki-laki, kecuali istri dan mahram-nya.
3) Apabila jenazah itu
perempuan, hendaklah dimandikan oleh perempuan pula, laki-laki tidak boleh
memandikan kecuali suami atau mahram-nya.
4) Apabila
jenazah itu seorang istri, sementara suami dan mahram-nya ada semua, suami
lebih berhak untuk memandikan istrinya.
5) Apabila
jenazah itu seorang suami, sementara istri dan mahram-nya ada semua, istri
lebih berhak untuk memandikan suaminya.
6) Kalau mayat
anak laki-laki masih kecil, perempuan boleh memandikannya. Begitu juga
kalau mayat anak
perempuan masih kecil, laki-laki
boleh memandikannya.[4]
c. Langkah-langkah dalam
memandikan jenazah
1) Menyediakan air suci dan
mensucikan secukupnya serta mempersiapkan perlengkapan mandi seperti sabun,
handuk, wangi-wangian, kapur barus, sarung tangan, dan peralatan lainnya.
2) Ruangan untuk memandikan
jenazah, adalah ruangan yang terlindung dari pandangan orang banyak, dan yang
ada pada ruangan itu hanyalah orang yang akan memandikan dan sanak famili yang
termasuk muhrim.
3) Jenazah dibaringkan di
tempat yang agak tinggi dan bersih, diselimuti dengan kain agar tidak
terbuka/terlihat auratnya.
4) Setelah semuanya
tersedia, jenazah diletakkan di tempat yang tertutup dan tinggi seperti dipan
atau balai-balai. Cukup orang yang memandikan dan yang membantu saja yang
berada di tempat tersebut.
5) Jenazah diberikan pakaian
basahan seperti sarung atau kain agar tetap tertutup auratnya dan mudah untuk
memandikannya.
6) Memasang kain sarung
tangan bagi yang memandikan, kemudian memulai membersihkan tubuh jenazah dari
semua kotoran dan najis yang mungkin ada dan melekat pada anggota tubuh mayat,
termasuk kotoran yang ada pada kuku tangan dan kaki. Untuk mengeluarkan kotoran
dari rongga tubuhnya dapat dilakukan dengan cara menekan-nekan perutnya secara
perlahan.
7) Disiram dengan air
dingin. Kalau dianggap perlu boleh memakai air hangat untuk memudahkan dan
mempercepat menghilangkan kotoran yang masih melekat pada badan mayat.
8) Selama membersihkan
badannya, sebaiknya air terus dialirkan mulai dari bagian kepala ke bagian
kaki.
9) Cara menyiramnya, dimulai
dari lambung sebelah kanan, kemudin lambung sebelah kiri terus kepunggung
sampai keujung kedua kaki.
10) Setelah disiram rata
keseluh badan, kemudian memakia sabun mandi, digosok dengan pelan dn hati-hati.
Kemudian disiram lagi dengan air bersih.
11) Rambut kepala dan
sela-sela jari tangan dan kaki harus dibersihkan smpai benar-benar merata dan
bersih.
12) Meratakan keseluruh badan
mayat, sedikitnya tiga kali atau lima kali atau kalau perlu lebih lima kali,
sesuai hadis Nabi riwayat Al-Bukhari dan Muslim :
دخل علينا
النبي صلّى الله عليه و سلّم و نحن نغسل ابنته (زينب) فقال: اِغْسِلْنَهَا وِتْرٍا
ثَلَاثَا اَوْخَمْسًا اَوْسَبْعًا اَوْ اَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ إِنْ رَاَيْتَ (رواه
البخارى ومسلم)
Artinya: Nabi saw.
memasuki tempat kami dan kami sedang memandikan jenazah anak beliau (Zainab).
Maka beliau bersabda: “Mandikanlah
jenazah-jenazah itu secara ganjil, tiga, lima, atau tujuh kali bahkan lebih
jika kamu pandang perlu.” (H.R Bukhari Muslim)
13) Siraman terakhir dengan
air bersih yang telah dicampuri oleh wangi-wangian, misalnya kapur barus dan
sebagainya.
14) Setela semua badannya
dianggap bersih, yang terakhir adalah mayt diwudhukan dengan memenuhi
rukun-rukun dan sunah-sunahnya wudhu. Niatya sebagi berikut:
نويت الوضء هذا
الميت فرض الكفاية لله تعالى
15) Setelah diwudhukan,
jenazah dikeringkan dengan handuk yang bersih agar kain kafan tidak basah.
16) Sesuatu yang tercabut
atau terlepas sewaktu dimandikan, seperti rambut dan sebagainnya hendaklah
disimpan dan diletakkan diadalam kafan bersama dengan mayat itu. [5]
Adapun jenazah yang tidak
mungkin dimandikan karena sesuatu hal misalnya terbakar, maka caranya cukup
ditayamumkan sebagiamana cara tayamumnya untuk sholat. Tata caranya sebagai
berikut:
1) Tebahkan tangan pada debu
atau tanah yang suci kemudian diusapkan pada muka.
2) Tebahkan tangan pada debu
atau tnah yang suci, kemudian diusapkan kedua tangan sampai siku.
3) Bagi wanita yang
meninggal yang dilingkungan laki-laki atau laki-laki meninggal dikalangan
perempuan, sedangkan orang yang sejenis tidak ada, maka cukup ditayamumkan
juga. Orang yang menayamumkan wajib menggunakan
kain pelapis beup kaos tangan.[6]
2.
Mengafani jenazah
Apabila jenazah sudah dimandikan, maka yang harus dilakukan selanjutnya
adalah mengkafani jenazah dan disunahkan dengan kain kafan yang berwarna putih,
tidak terlalu mahal dan mewah, tetapi yang sederhana. [7]
Mengkafani jenazah sekurang-kurangnya dengan sehelai kain, baik bagi
perempuan maupun laki-laki yang dapat menutupi seluruh bagian tubuhnya. Namun
sebaiknya laki-laki dikafani dengan tiga helai kain putih, tanpa gamis dan
serban. Satu helai sebagai sarung dan satu helai lagi menutupi badan dari leher
hingga kaki, dan yang terakhir menutupi seluruh tubuhnya. Sedangkan untuk jenazah perempuan, sebaiknya digunakan
lima helai, masing-msing untuk membalut seluruh tubuhnya.
Pada dasarnya, semua bahan yang boleh dipakainya sewaktu hidup, boleh
dijadikan sebagai kafan dan dipilih bahan yang terbaik. Menggunakan bahan yang
mewah hukumnya makruh. Nabi bersabda:
عَنِ جَابِرْ ابْنُ عَبْدُ الله قَالَ إِذَا كَفَنَ لاَحَدُكُمْ فَلْيُحْسِنُ كضفَنَهُ (رواه مسلم)
Artinya: Dari Jabir
Ibn Abdullah, ia berkata “Bilamana seseorang diantara kamu mengafani (jenazah)
saudaranya (sesama muslim) hendaklah melakukan dengan baik.” (HR. Muslim) [8]
Adapun tatacara mengkafani jenazah adalah sebagai berikut:
a. Membentangkan kain kafan
yang telah disediakan sebelumnya sehelaai demi sehelai.
b. Menaburi kain kafan
dengan wewangian, lembaran yang paling bawah hendaknya dibuat lebih lebar dan
halus. Di bawah kain itu, sebelumnya telah dibentangkan tali pengikat sebanyak
lima helai, yaitu masing-masing pada arah kepala, dada, punggung, lutut, dan tumit.
c. Secara perlahan-lahan
mayat diletakkan di atas kain-kain tersebut dalam posisi membujur, kalau
mungkin menaburi tubuhnya lagi dengan wewangian.
d. Semua rongga badan yang
terbuka, yaitu kedua matanya (yang telah terpejam), dua lubang hidungnya, mulutnya,
dua lubang telinga, anggota sujud (kening, hidung, kedua telapak tangan, kedua
lutut dan kedua ujung jari jemari kaki), lipata-lipatan badan seperti ketiak,
lutut bagian belakang dan pusar ditutup dengan kapas yang telah diberi
wewangian pula.
e. Kedua tangan mayat
diletakkan di atas dadanya, tangan kanan di atas tangan kiri, persis seperti
orang yang bersedekap saat shalat.
f. Menyelimutkan kain kafan
dengan cara bagian kiri kafan pertama dilipatkan ke arah kiri tubuh mayat.
Demikian pula dengan kain selanjutnya.
g. Sisa (panjang) kafan
dibagian kepala dijadikan lebih banyak daripada di bagian kaki. Lalu sisa
panjang kafan di bagian kepala dikumpulkan dan dilipat ke arah depan wajah.
h. Mayat laki-laki biasanya
memakai tiga lapis kain kafan tanpa baju dan penutup kepala.
i.
Jika semua kain kafan telah membalut jasad jenazah, baru diikat dengan
tali-tali yang sudah disiapkan di bawahnya.
j.
Jika kain kafan tidak cukup menutupi seluruh badan jenazah, tumpukkanlah
bagian auratnya. Bagian kaki yang terbuka boleh ditutup dengan rerumputan atau
daun kayu atau kertas dan semisalnya. Jika tidak ada kain kafan kecuali sekedar
untuk menutup auratnya saja, tutuplah dengan apa saja yang ada. Jika banyak
jenazah dan kain kafannya sedikit, boleh dikafankan dua atau tiga orang dalam
satu kain kafan. Kemudian, kuburkan dalam satu liang lahat.
k. Perlu diperhatikan bahwa
yang paling utama saat memandikan dan mengkafani jenazah yaitu sambil
berzikirdan bedo’a untuk jenazah. [9]
3.
Menyalatkan Jenazah
Orang yang meninggal dunia dalam keadaan Islam berhak untuk di-ṡalatkan. Salat jenazah adalah salat yang dikerjakan sebanyak 4 kali takbir
dalam rangka mendoakan orang muslim yang sudah meninggal. Hukum melaksanakan
shalat jenazah adalah fardhu kifayah, berdasarkan sabda Rasulullah saw.
عَنْ اَبي
هُرَيْرَةَ قال ,سمعت رَسُولُ اللهِ صَلى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ من شهد
الجنازة حتى يصلى عليها فله قيراط, ومن شهد حتى تدفن كان له قيراطان, قيل وما
القيراطان قال مثل الجبلين العظيمين (رواه البخارى ومسلم)
Artinya: Dari abu
Hurairah ia berkata, saya mendengar Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang
menyaksikan jenazah sampai ia menyoltkannya, maka baginya satu qiroth. Lalu
barangsiapa yang menyaksikan jenazah hingga dimakamkan, maka baginya dua qiroth.” Ada yang bertanya,
“Apa yang dimaksud dua qiroth?”Rasulullah saw menjawb,” Dua qiroth itu semisal
duagunung yang besar.” (HR. Bukhori Muslim). [10]
Bagi orang yang hendak
mengerjakan shalat jenazah, sebaiknya dikerjakan secara berjamaah dan supaya
dijadikan menjadi tiga shaf (baris). Tiap baris sekurang-kurangnya
paling sedikit dua orang. Maka seandainya yang mengerjakan shalat jenazah itu
ada enam orang, supaya disusun menjdi tiga baris, dan setiap baris dua orang.
Adapun mengenai tempat
untuk mengerjakan shalat jenazah, maka diperbolehkan di dalam masjid, mushalla
atau di tempat lainnya yang kiranya memungkinkan untuk melakukan shalat
beramaah dalam segi luas dan kesucian tempatnya. [11]
a.
Syarat Salat Jenazah
1)
Menutup aurat
2)
Suci dari hadas besar dan kecil
3)
Bersih badan, pakaian,dan tempat dari najis
4)
Menghadap kiblat
5)
Jenazah telah dimandikan dan dikafani
6)
Letak jenazah di sebelah kiblat orang yang mensalatkan kecuali salat gaib.
b.
Rukun shalat jenazah
1)
Niat
2)
Berdiri bagi yang mampu
3)
Takbir empat kali
4)
Membaca surat al-fatihah
5)
Membaca solawat atas Nabi
6)
Mendoakan mayat
7)
Mengucapkan salam
c.
Sunah salat jenazah
1)
Mengangkat tangan pada tiap-tiap takbir
2)
Merendahkan suara bacaan
3)
Membaca taawudz
d. Tata cara
pelaksanaan ṡalat jenazah adalah sebagai berikut:
1) Jenazah diletakkan paling
muka. Apabila mayat laki-laki, hendaknya imam berdiri
menghadap dekat kepala mayat. Jika mayat wanita, imam menghadap dekat
perutnya.
2)
Letak imam paling muka diikuti oleh
para makmum. Jika yang menyalati sedikit,
usahakan dibuat 3 baris/ṡaf.
3)
Mula-mula semua jamaah berdiri
dengan berniat melakukan ṡalat
jenazah dengan empat
takbir. Niat tersebut
jika dilafalkan sebagai berikut:
Jenazah laki-laki:
اُصَلِّى عَلَى
هَذَا الْمَيِّتِ اَرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ الْكِفَايَةِ للهِ تَعَالَى
Jenazah
perempuan:
اُصَلِّى عَلَى
هَذِهِ الْمَيِّتَةِ اَرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ الْكِفَايَةِ للهِ تَعَالَى
Jenazah ghaib:
اُصَلِّى عَلَى
الْمَيِّتِ الْغَائِبِ (فُلَانْ) اَرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ الْكِفَايَةِ للهِ
تَعَالَى
Catatan:
Do’a yang dibaca setelah takbir
ketiga dan keempat disesuaikan dengan jenis kelamin
jenazahnya.
a)
Apabila jenazahnya wanita,
damir/kata ganti hu
( هُ) diganti dengan kata ha ((هَا.
b)
Apabila jenazahnya dua orang,
damir/kata ganti hu
(هُ) diganti dengan huma (هُمَا).
c)
Apabila jenazahnya banyak, maka damir/kata
ganti hu (هُ) diganti dengan (هُمْ)untuk laki-laki atau (هُنَّ)untuk
perempuan
d)
Kemudian takbiratul ihram yang
pertama, dan setelah takbir pertama itu selanjutnya membaca surat al-Fātihah.
e)
Pada takbir yang kedua, membaca salawat atas Nabi Muhammad saw.
اللَّهُمَّ
صَلِّى عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ [13]
Lebih sempurna lagi, bacaan shalawat sebagai berikut:
اللَّهُمَّ
صَلِّى عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اۤلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ
عَلَى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى اۤلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ
عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اۤلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ, كَمَا بَارَكْتَ
عَلَى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى اۤلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ فِي
الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌمَّجِيْدٌ.
[14]
f)
Pada takbir yang ketiga, kemudian membaca doa untuk jenazah. Bacaan
doa bagi jenazah adalah
sebagai berikut:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْلَهُ وَارْحَمْهُ
وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ
Artinya: “Ya
Allah, ampunilah ia, kasihanilah ia sejahterakanlah ia,dan maafkanlah kesalahannya.” [15]
Lebih sempurna lagi, bacaan shalawat sebagai berikut:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْلَهُ وَارْحَمْهُ
وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ وَاَكْرِمْ نُزَلَهُ وَوَسِّعْ مَدْ خَلَهُ وَاغْسِلْهُ
بِلْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ
الثَّوْبَ الْأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ وَاَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ
وَاَهْلًا خَيْرًا مِنْ اَهْلِهِ وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ وَاَدْخِلْهُ
الءجَنَّةَ وّاّعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ عَذَابِ النَّارِ. [16]
g)
Takbir yang keempat, dilanjutkan
dengan membaca doa sebagai berikut:
اَلَّلهُمَّ لَا تَحْرِمْنَا
اَجْرَهُ وَلَا تَفْتِنَا بَعْدَهُ وَا غْفِرْلَنَا وَلَهُ
Artinya: “Ya Allah, janganlah Engkau menjadikan kami
penghalang dari mendapatkan pahalanya dan janganlah engkau
beri kami fitnah sepeninggalnya,
dan ampunilah kami dan dia.”
(HR Hakim)
h) Membaca salam
sambil menoleh ke kanan dan ke kiri.
اَلسَّلَا مُ
عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَككَاتُهُ
Artinya: “Semoga keselamatan dan kerahmatan
tercurahkan kepada kalian semua.”[17]
4.
Mengantar
jenazah
Setelah
disalatkan jenazah dibawa ke pemakaman, posisi kepala jenazah di depan.
Mengantar jenazah tidak selalu harus di belakangnya, bahkan disunatkan di depan
jenazah (mengawal). Dalam mengantar jenazah, diharuskan senantiasa berdzikir
dan bertasbih kepada Allah swt. Seraya membaca kalimat laa ilaha illallah.
Membawa
jenazah ke kubur hendaknya dilakukan dengan segera dan ketika membawa atau
memikul jenazah agar dipikul pada empat penjuru keranda oleh empat orang di
antara jama’ah dan boleh bergantian, dengan orang yang lain. Sebagaimana sabda
Nabi saw.:
عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ مَنِ اتَّبَعَ جَنَازَةً فَالْيَحْمِلْ بِجَوَانِبِ السِّر يْر كُلِّهَا فَإِ نَّهُ مِنَ السُّنَّةِ
(رواه ابن ماجه)
Artinya: “ Dari Ibnu Mas’ud ra, ia berkata: Siapa saja
mengantarkan jenazah maka hendaklah memikul pada keempat penjuru keranda,
karena sessungguhnya yang seperti itu merupakan sunnah dari Nabi saw.” (HR.
Ibnu Majah) [18]
5.
Menguburkan Jenazah
Hukum menguburkan jenazah adalah fardhu kifayah bagi
orang yang hidup. Mengenai dalamnya minimal tidak tercium bau busuk jenazah
dari luar kubur dan tidak dapat terbongkar oleh binatang buas. Bentuk lubang
kubur disunahkan memakai lubang lahad (lubang yang digali di bawah kubur
sebelah kiblat kira-kira muat untuk jenazah, kemudian di tutup dengan papan
atau bambu). [19]
Adapun tatacara penguburan jenazah adalah sebagai
berikut:
a. Dibuatkan liang kubur sedalam kurang lebih dua meter.
b. Setelah jenazah sampai di kubur, kemudian jenazah dimasukkan
ke dalam liang kubur dan ditempatkan pada liang lahat dengan posisi miring ke
kanan sehingga jenazah menghadap ke kiblat. Pada saat meletakkan jenazah di
liang lahat hendaklah membaca:
بِسْمِ اللهِ
وَ عَلَى مِلَّةِ رَسُوْلِ اللهِ (رواه الترمذى وابو داود)
Artinya: “ Dengan menyebut nama Allah dari atas agama
Rasulullah.” (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud)
c. Selanjutnya jenazah ditutup dengan papan atau kayu,
kemudian di atasnya ditimbun tanah sampai liang kubur rata dan ditinggikan dari
tanah biasa.
d. Mendokan dan memohonkan ampunan agar diberikan keteguhan
dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan malaikat munkar dan nakhir. [20]
D. Larangan yang Berhubungan dengan Penguburan Jenazah
1.
Menembok kubur.
2.
Duduk dan bermain di atasnya.
3.
Mendirikan bangunan
rumah. Rasulullah saw.bersabda:
عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ الله َعَنْهُ قَالَ نَهَى رَسُوءلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنْ يُجَصَّصُ الْقَبْرُ وَ اَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ وَ اَنْ
يُبْنَى عَلَيْهِ (رواه احمد و مسلم)
Artinya: ”Dari Jabir
ra, dia berkata: Bahwa Rasulullah telah melarang menembok perkuburan atau
duduk-duduk di atasnya dan membuat rumah di atas perkuburan tersebut.” (HR.
Ahmad dan Muslim)
4. Menjadika kuburan sebagai masjid.
5. Membongkar kubur, kecuali adakesalahan pada waktu
penguburan, atau kuburan itu sudah lamasehingga jasadnya sudah hancur sedangkan
bekas makam itu akan digunakan untuk kepentingan umum.[21]
Sumber:
1.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti (Jakarta:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014).
2.
Supiana. Materi Pendidikan Agama Islam (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004).
3.
Nurdin Syafei, Fikih (Jakarta: Kementeria Agama, 2016).
4.
Habib, Syarief Muhammad Al’aydarus, 79 Macam Shalat Sunnat: Ibadah para Kekasih Allah (Bandung: PustakaHidayah, 2009).
5.
Tim Guru PAI MTs, Fiqih (Sragen: Akik Pustaka, Tanpa Tahun).
[1] Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Pendidikan Agama Islam dan Budi
Pekerti (Jakarta :
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014), 38.
[11] Habib Syarief Muhammad Al’aydarus, 79 Macam Shalat Sunnat: Ibadah para
Kekasih Allah (Bandung: PustakaHidayah, 2009), 81-83.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar