Sabtu, 07 Juli 2018

Materi PAI (Taat Pada Peraturan Dan Berkompetisi Dalam Kebaikan)


TAAT PADA PERATURAN DAN BERKOMPETISI
DALAM KEBAIKAN
A.    Pentingnya Taat kepada Aturan
1.      Pengertian taat pada aturan
Taat memiliki arti tunduk (kepada Allah Swt., pemerintah, dsb.) tidak berlaku curang, dan atau setia. Aturan adalah tindakan atau perbuatan yang harus dijalankan. Taat pada aturan adalah sikap tunduk kepada tindakan atau perbuatan yang telah dibuat baik oleh Allah Swt., nabi, pemimpin, atau yang lainnya. Di sekolah terdapat aturan, di rumah terdapat aturan, di lingkungan masyarakat terdapat aturan, di mana saja kita berada, pasti ada aturannya.[1]
Aturan dibuat tentu saja dengan maksud agar terjadi ketertiban dan ketenteraman. Mustahil aturan dibuat tanpa ada tujuan. Oleh karena itu, wajib hukumnya kita menaati aturan yang berlaku. Aturan yang paling tinggi adalah aturan yang dibuat oleh Allah Swt., yaitu terdapat pada al-Qur’ān. Sementara di bawahnya ada aturan yang dibuat oleh Nabi Muhammad saw., yang disebut sunah atau hadis. Di bawahnya lagi ada aturan yang dibuat oleh pemimpin, baik pemimpin pemerintah, negara, daerah, maupun pemimpin yang lain, termasuk pemimpin keluarga.[2]
Peranan pemimpin sangatlah penting. Sebuah institusi, dari terkecil sampai pada suatu negara sebagai institusi terbesar, tidak akan tercapai kestabilannya tanpa ada pemimpin. Tanpa adanya seorang pemimpin dalam sebuah negara, tentulah negara tersebut akan menjadi lemah dan mudah terombang-ambing oleh kekuatan luar. Oleh karena itu, Islam memerintahkan umatnya untuk taat kepada pemimpin karena dengan ketaatan rakyat kepada pemimpin (selama tidak maksiat), akan terciptalah keamanan dan ketertiban serta kemakmuran.[3]
2.      Penjelasan ayat tentang taat pada aturan
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَأُوْلِي ٱلۡأَمۡرِ مِنكُمۡۖ فَإِن تَنَٰزَعۡتُمۡ فِي شَيۡءٖ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمۡ تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۚ ذَٰلِكَ خَيۡرٞ وَأَحۡسَنُ تَأۡوِيلًا ٥٩
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan)) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S. an-Nisā/4: 59)

Asbābu al-Nuzūl atau sebab turunnya ayat ini menurut Ibn Abbas adalah berkenaan dengan Abdullah bin Huzaifah bin Qays as-Samhi ketika Rasulullah saw.  mengangkatnya menjadi pemimpin dalam sariyyah (perang yang tidak diikuti oleh Rasulullah saw.). As-Sady berpendapat bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Amr bin Yasir dan Khalid bin Walid ketika keduanya diangkat oleh Rasulullah saw. sebagai pemimpin dalam sariyah. Q.S. an-Nisā/4: 59 memerintahkan kepada kita untuk menaati perintah Allah Swt., perintah Rasulullah saw., dan ulil amri. Tentang pengertian ulil amri, di bawah ini ada beberapa pendapat.[4]
No
Nama ulama
Pendapatnya
1
Abu Jafar Muhammad bin Jarir at-Thabari

Arti ulil amri adalah umāra, ahlul ‘ilmi wal fiqh (mereka yang memiliki ilmu dan penge- tahuan akan fiqh). Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa sahabat-sahabat Rasulullah saw. itulah yang dimaksud dengan ulil amri.
2
Al-Mawardi

Ada empat pendapat dalam mengartikan kalimat "ulil amri", yaitu: (1) umāra (para pemimpin yang konotasinya adalah pemimpin masalah keduniaan), (2) ulama dan fuqaha, (3) sahabat-sahabat Rasulullah saw., (4) dua sahabat saja, yaitu Abu Bakar dan Umar.
3
Ahmad Mustafa al-Maraghi

Bahwa ulil amri itu adalah umara, ahli hikmah, ulama, pemimpin pasukan dan seluruh pe- mimpin lainnya.

Kita memang diperintah oleh Allah Swt. untuk taat kepada ulil amri (apa pun pendapat yang kita pilih tentang makna ulil amri). Namun, perlu diperhatikan bahwa perintah taat kepada ulil amri tidak digandengkan dengan kata “taat”; sebagaimana kata “taat” yang digandengkan dengan Allah Swt. dan rasul-Nya. Quraish Shihab, Mufassir Indonesia, memberi ulasan yang menarik: “Tidak disebutkannya kata “taat” pada ulil amri untuk memberi isyarat bahwa ketaatan kepada mereka tidak berdiri sendiri, tetapi berkaitan atau bersyarat dengan ketaatan kepada Allah Swt. dan rasul-Nya. Artinya, apabila perintah itu bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Allah dan rasul-Nya, tidak dibenarkan untuk taat kepada mereka.[5] Lebih lanjut Rasulullah saw menegaskan dalam hadis berikut ini:
Artinya: “Dari Abi Abdurahman, dari Ali sesungguhnya Rasulullah bersabda... Tidak boleh taat terhadap perintah bermaksiat kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam hal yang makruf.” (H.R. Muslim)
Umat Islam wajib menaati perintah Allah Swt. dan rasul-Nya dan diperintahkan pula untuk mengikuti atau menaati pemimpinnya. Tentu saja, apabila pemimpinnya memerintahkan kepada hal-hal yang baik. Apabila pemimpin tersebut mengajak kepada kemungkaran, wajib hukumnya untuk menolak.[6]

B.     Kompetisi Dalam Kebaikan
1.      Pengertian kompetisi dalam kebaikan
Hidup adalah kompetisi. Bukan hanya untuk menjadi yang terbaik, tetapi juga kompetisi untuk meraih cita-cita yang diinginkan. Namun sayang, banyak orang terjebak pada kompetisi semu yang hanya memperturutkan syahwat hawa nafsu duniawi dan jauh dari suasana robbani. Kompetisi harta-kekayaan, kompetisi usaha-pekerjaan, kompetisi jabatan- kedudukan dan kompetisi lainnya, yang semuanya bak fatamorgana. Indah menggoda, tetapi sesungguhnya tiada. Itulah kompetisi yang menipu. Bahkan, hal yang sangat memilukan ialah tak jarang dalam kompetisi selalu diiringi “suuẓan” buruk sangka, bukan hanya kepada manusia, tetapi juga kepada Allah Swt. Lebih merugi lagi jika rasa iri dan riya ikut bermain dalam kompetisi tersebut.[7]
2.      Kompetisi dalam kebaikan menurut Al-Qur’an
Lalu, bagaimanakah selayaknya kompetisi bagi orang-orang yang beriman? Allah Swt telah memberikan pengarahan bahkan penekanan kepada orang-orang beriman untuk berkompetisi dalam kebaikan sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur’an yang artinya: “dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.

Penjelasan ayat
Dengan memerhatikan terjemahan lengkap dari surat tersebut dapat diketahui bahwa ayat tersebut memerintahkan kepada kita umat islam, khususnya untuk selalu berlomba-lomba dalam kebaikan. Inilah inti perintah ayat Al-Qur’an tersebut.[8]
Di awal ayat, Allah menegaskan bahwa untuk masing-masing umat atau bangsa, Allah telah menetapkan kiblat atau arah yang dapat diikuti. Kiblat tersebut juga berupa sekumpulan ajaran yang dapat dijadikan pedoman dalam rangka beribadah kepada-Nya. Di ayat lain Allah juga menegaskan bahwa masing-masing umat diberikan syariat dan tata cara tersendiri dalam rangka beribadah kepada Allah.[9]
Dari sini, dapat dipahami bahwa Allah memberikan berbagai aturan dan jalan untuk sampai kepada-Nya. Syariat dan jalan itu diberikan oleh Allah kepada umat manusia melalui para nabi dan rasul. Syariat dapat berbeda-beda namun memiliki tujuan yang sama, yakni dalam rangka beribadah kepada Allah.[10]
Seandainya Allah menghendaki, Allah akan menjadikan allah akan menjadikan umat manusia menjadi satu umat saja. Tetapi Allah tidak menghendaki yang demikian. Oleh karena itu, manusia dijadikan berbeda-beda dalam banyak hal termasuk syariatnya. Dengan perbedaan ini, akan tumbuh gairah untuk melakukan perlombaan dalam kebaikan. Kita sebagai umat Islam tentunya harus dapat menampilkan diri sebagai umat yang terbaik. Jangan sampai kita tertinggal oleh umat lain yang malah tidak memiliki syariat yang jelas dan benar seperti yang kita miliki. Untuk menjadi terbaik, umat Islam harus benar-benar dapat menampilkan dirinya sebagai umat yang memiliki aturan-aturan yang terbaik. Hal yang baik inilah yang harus ditunjukkan oleh umat lain. Perintah berkompetisi dalam kebaikan memberikan motivasi yang tinggi kepada umat Islam agar menjadi umat yang terbaik.[11]

C.    Hikmah Menjalankan Perintah Taat pada Peraturan dan Berkompetisi dalam Kebaikan[12]
1.      Berkesempatan untuk menjadi hamba yang dimuliakan Allah swt
2.      Berpeluang juga menjadi hamba yang paling terbaik
3.      Berpeluang menjadi hamba yang paling bermanfaat
4.      Berpeluang untuk menjadi orang yang paling dicintai Allah
5.      Semua aktifitas bisa berjalan dengan baik
6.      Menjadi pribadi yang lebih disiplin
7.      Tidak akan terjerumus pada suatu hal yang mendorong kearah maksiat


Sumber:
1.      Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMA/SMK Kelas XI (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014).
2.      Suparmin dan Sahitya, Al-Qur’an-Hadis Madrasah Aliyah (Semarang: Rahma Media Pustaka, Tanpa Tahun).




   [1] Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMA/SMK Kelas XI, (Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014), 88.
       [2] Ibid.
       [3] Ibid., 89.
       [4] Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMA/SMK Kelas XI, 90.
       [5] Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMA/SMK Kelas XI, 91.
       [6] Ibid.
       [7] Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMA/SMK Kelas XI, 92.
       [8] Suparmin dan Sahitya, Al-Qur’an-Hadis Madrasah Aliyah, (Semarang: Rahma Media Pustaka, tt), 20.
       [9] Ibid.
       [10] Ibid., 22
       [11] Suparmin dan Sahitya, Al-Qur’an-Hadis Madrasah Aliyah, 23.
       [12] Ibid., 25.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tiga Dimensi Teknologi Pendidikan (Teori, Bidang Garapan, dan Profesi)

Tiga Dimensi Teknologi Pendidikan (Teori, Bidang Garapan, dan Profesi) Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “ Tekno...