Kebijakan
Pendidikan tentang SKB 3 Menteri Tahun 1975
Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Studi
Kebijakan Pendidikan Islam di Indonesia”
Disusun Oleh: kelompok 1:
M. Nur Rohman (210315042)
Sulfa Afiyah (210315048)
Ma’rifatul Uma (210315039)
Liya Rizki
Fadillah (210315058)
Kelas/Semester:
PAI.B/V
Dosen
Pengampu:
Wiwin Rif’atul Fauziyati, S.Pd.I., M.S.I
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) PONOROGO
SEPTEMBER 2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Seperti kita ketahui bahwa sejak awal
diterapkannya sistem madrasah di Indonesia pada sekitar awal abad ke-20,
madrasah telah menampilkan identitasnya sebagai lembaga pendidikan Islam.
Identitas itu tetap dipertahankan meskipun harus menghadapi berbagai tantangan
dan kendala yang tidak kecil, terutama pasa masa penjajahan.
Ketika Indonesia diproklamasikan dan merdeka
tahun 1945, madrasah telah bermunculan dan menyandang identitas sebagai lembaga
pendidikan Islam. Hal ini tidak terlepas dari perhatian pejabat seperti BPKIP
sebagai badan lembaga legislatif menganjurkan agar pendidikan dan pengajaran di
langgar, surau, masjid dan madrasah harus berjalan dan terus ditingkatkan.
Sebagai tindak lanjut tersebut, pada tanggal 27 Desember 1945 BPKIP menyarankan
agar madrasah dan pondok pesantren mendapat perhatian dan bantuan materiil dari
pemerintah.
Perhatian tersebut dibuktikan dengan
dibentuknya Departemen Agama (Depag) pada tanggal 3 Januari 1946. Yang salah
satu dari kebijakan Depag tersebut adalah Surat Kesepakatan Bersama (SKB) 3
Menteri Agama, yaitu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Dalam Negeri
dan Menteri Agama tentang “Peningkatan Mutu Pendidikan pada Madrasah” pada
tahun 1975.
Maka dari itu, dalam makalah ini kami akan
membahas tentang “Kebijakan Pendidikan tentang SKB 3 Menteri Tahun 1975”.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana sejarah lahirnya SKB 3
Menteri tahun 1975?
2.
Bagaimana implikasi dari SKB 3
Menteri tahun 1975?
3.
Bagaimana efektifitas dari SKB 3
Menteri tahun 1975?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Lahirnya SKB 3 Menteri
Tahun 1975
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional pertama yang dikeluarkan
pemerintah setelah kemerdekaan, yakni Undang-Undang No.4 tahun 1950, sebelum
secara spesifik memberikan ketentuan khusus dalam hal pengaturan terhadap
lembaga pendidikan Islam. Meskipun demikian, undang-undang ini telah memberikan
pengakuan terhadap kedudukan sekolah agama (madrasah).
Sebelum ditetapkannya undang-undang tersebut, menteri agama telah
mengeluarkan ketentuan yang memberikan pengakuan terhadap madrasah sebagai
salah satu bentuk lembaga pendidikan Islam, yakni Peraturan Menteri Agama No.1
tahun1946. Peraturan ini membagi tingkat madrasah menjadi dua tingkatan yakni
madrasah tingkat rendah yang lama belajar sekurang-kurangnya 4 tahun dengan
usia anak didik antara 6 sampai 15 tahun dan madrasah tingkat lanjut dengan
lama pendidikan sekurang-kurangnya 3 tahun dengan usia anak didik
sekurang-kurangnya 11 tahun ke atas.[1]
Peraturan Menteri Agama No.1 tahun 1946
kemudian disempurnakan dengan Peraturan Menteri Agama No.7 tahun 1952 yang
berlaku untuk seluruh wilayah Republik Indonesia peraturan ini membagi jenjang
madrasah menjadi 3 tingkatan yaitu MI dengan masa belajar 3 tahun, MTs dengan
masa belajar 3 tahun, dan MA dengan masa belajar 3 tahun. Selain dengan
mengeluarkan peraturan mengenai pendidikan di madrasah juga dilakukan penegrian
madrasah yang semula dikelola pemerintah di daerah Aceh, Lampung, dan
Surakarta. Penegrian madrasah mulai dihentikan pada tahun 1970 berdasarkan
Keputusan Menteri Agama No.213 tahun 1970. Seiring dengan berjalannya waktu,
perkembangan pendidikan di madrasah mengalami kemajuan yang diwujudkan dengan
bertambahnya jumlah madrasah negeri di seluruh Indonesia. Selain perkembangan
kuantitatif seperti itu, madrasah juga mengalami perubahan bentuk yang mana
awalnya pendidikan madrasah memusatkan pada transisi pengetahuan keagamaan,
kemudian perubahan eksistensi sebagai sekolah umum yang berciri keagamaan dan
dengan sendirinya harus melaksanakan kurikulum sekolah umum. Namun masyarakat
tetap memerlukan lembaga pendidikan yang memberikan secara khusus pengetahuan
keislaman. Untuk merespon kebutuhan masyarakat tersebut, Departemen Agama
membentuk Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK) yang mengkhususkan pada
kurikulum pengetahuan agama guna mempersiapkan para ahli di bidang agama. MAPK
kemudian berubah menjadi Madrasan Aliyah Keagamaan (MAK).
Pada tahun 1972, pemerintah mengeluarkan
keputusan presiden No.34 tahun 1972 tentang Kewenangan penyelenggaraan
pendidikan yang dilakukan di bawah satu pintu yaitu Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan termasuk di dalamnya penyelenggaraan agama. Keputusan Presiden
tersebut diikuti oleh Inpres No. 15 tahun 1974 tentang pelaksaanan keputusan
presiden tersebut.
Melihat reaksi kalangan Islam yang menolak
keputusan presiden tersebut akhirnya dilaksanakan sidang kabinet terbatas yang
dilaksanakan pada tanggal 26 oktober 1974. Berdasarkan petunjuk presiden
tersebut akhirnya dikeluarkan Surat Keputusan Bersama 3 Mentri pada tanggal 24
Maret 1975, antara lain Mentri Agama (Prof. Dr. Mukti Ali), Mentri Pendidikan
dan Kebudayaan (Letjen. TNI Dr. Teuku Syarif Thayeb) dan Mentri Dalam Negeri (Jend. TNI Purn. Amir Macmud).[2]
Inti dari SKB tersebut adalah agar secara
lintas departemental dilakukan usaha bersama untuk meningkatan mutu pendidikan
pada madrasah sehingga tingkat kualitas pengetahuan umum siswa madrasah bisa
mencapai tingkat yang sama dengan tingkat mata pelajaran umum siswa sekolah
umum yang sederajat.[3]
B.
Implikasi SKB 3 Menteri Tahun 1975
1.
Aspek Lembaga
Madrasah yang
dianggap sebagai lembaga pendidikan tradisional, telah berubah dan membuka
peluang bagi kemungkinan siswa-siswa madrasah memasuki wilayah pekerjaan pada
sector modern. Lebih dari itu madrasah telah mendapat pengakuan yang lebih
mantap bahwa madrasah adalah bagian dari sistem pendidikan nasional walaupun
pengelolaannya di limpahkan pada Departemen Agama. Dan secara tidak langsung
hal ini memperkuat dan memperkokoh posisi Departemen Agama dalam struktur
pemerintahan, karena telah ada legitimasi politis pengelolaan madrasah.
2.
Aspek Kurikulum
Karena diakui
sejajar dengan sekolah umum, maka komposisi kurikulum madrasah harus sama
dengan sekolah, berisi mata pelajaran dengan perbandingan 70% mata pelajaran
umum dan 30% pelajaran agama. Efeknya adalah bertambahnya beban yang harus
dipikul oleh madrasah. Di satu pihak ia harus memperbaiki mutu pendidikan
umumnya setaraf dengan standar yang berlaku di sekolah. Di lain pihak,
bagaimanapun juga madrasah harus menjaga agar mutu pendidikan agamanya tetap baik.
3.
Aspek masyarakat
SKB 3 Menteri
telah mengakhiri reaksi keras umat Islam yang menilai pemerintah terlalu jauh
mengintervensi kependidikan Islam yang telah lama dipraktikkan umat Islam atas
dasar semangat pembaruan di kalangan umat Islam. Tentunya semua ini karena
madrasah adalah wujud riel dari partisipasi masyarakat (community
parcipation) yang peduli pada nasib pendiidikan bagi anak bangsanya. Hal
ini terbukti jelas dengan presentase madrasah yang berstatus swasta jauh lebih
banyak (91%) dibandingkan dengan yang berstatus negeri (9%).
Trend
pengelolaan pendidikan yang semakin menitikberatkan pada peningkatan
partisipasi masyarakat yang seluas-luasnya akan menuntut para pengelola
madrasah agar mampu terlepas dari berbagai ketergantungan. Dengan kembali pada
khiththoh madrasah sebagai lembaga pendidikan berbasis masyarakat (community
based education), maka madrasah hanya tinggal maju satu tahap ke depan
yakni memberdayakan partisipasi masyarakat agar lebih efektif dan efisien.
Untuk
menunjang suksesnya pendidikan berbasis masyarakat, maka peranan masyarakat
sangat besar sekali. Masyarakat sebagai obyek pendidikan sekaligus juga akan
menjadi subyek pendidikan. Sebagai obyek dan sebagai subyek pendidikan,
masyarakat berhak mendesain model pendidikan sesuai dengan potensi dan harapan
yang diiinginkan oleh masyarakat setempat. Lebih dari itu sebagai subyek
pendidikan, masyrakat juga bertanggungjawab terhadap prospek, termasuk dana
pendidikan.
Ada beberapa
bentuk peran serta masyarakat dalam menunjang keberhasilan otonomi dalam bidang
pendidikan, antara lain:
a.
Pendirian dan penyelenggaraan
satuan pendidikan jalur pendidikan sekolah dan luar sekolah.
b.
Pengadaan dan pemberian bantuan
tenaga kependidikan.
c.
Pengadaan dan pemberian tenaga ahli
(guru tamu, peneliti, dan sebagainya).
d.
Pengadaan atau penyelenggaraan
program pendidikan yang belum diadakan oleh sekolah.
e.
Pengadaan bantuan dana seperti
wakaf, hibah, pinjaman, beasiswa dan sebagainya.
f.
Pengadaan dan pemberian bantuan
ruang, gedung, tanah dan sebagainya.
g.
Pemberian bantuan buku-buku
pelajaran.
h.
Pemberian kesempatan untuk magang
atau latihan kerja.
i.
Pemberian bantuan manage
pendidikan.
j.
Bantuan pemikiran dan pertimbangan
dalam menentukan kebijakan pendidikan.[4]
C.
Efektifitas SKB 3 Menteri tahun
1975
1.
Keputusan Bersama Tiga Menteri
tersebut bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan pada madrasah agar
tingkat pelajaran umum dari madrasah mencapai tingkat yang sama dengan tingkat
mata pelajaran umum di sekolah umum yang setingkat, sehingga:
a.
Ijazah madrasah dapat mempunyai
nilai yang sama dengan ijazah sekolah umum yang setingkat;
b.
Lulusan madrasah dapat melanjutkan
ke sekolah umum setingkat lebih atas;
c.
Siswa madrasah dapat berpindah ke sekolah
umum yang setingkat.[5]
2.
Peningkatan mutu pendidikan pada
madrasah agar tujuan dimaksudkan di atas tercapai meliputi bidang-bidang:
a.
Kurikulum,
b.
Buku-buku pelajaran, alat-alat
pendidikan lainnya dan sarana-sarana pendidikan lainnya,
c.
Pengajar.
3.
Pembidangan fungsional dalam rangka
peningkatan mutu pendidikan pada madrasah berdasarkan SKB Tiga Menteri tersebut
dilakukan pembagian tugas pembinaan sebagai berikut:
a.
Pengelolaan madrasah dilakukan oleh
Menteri Agama.
b.
Pembinaan pelajaran agama dilakukan
oleh Menteri Agama.
c.
Pembinaan dan pengawasan mutu
pelajaran umum dilakukan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bersama-sama
Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri.
Adapun bantuan
pemerintah dalam rangka peningkatan mutu pada madrasah meliputi sebagai
berikut.
1.
Dalam bidang pengajaran umum dengan
mengadakan buku-buku mata pelajaran pokok dan alat pendidikan lainnya.
2.
Dalam bidang sarana fisik dengan
melakukan penataran dan bantuan pengajaran.
3.
Dalam bidang sarana fisik dengan
pembangunan gedung sekolah. Sedangkan pelaksanaan bantuan tersebut di atas
diatur bersama-sama oleh Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan
Menteri Dalam Negeri.
4.
Beban anggaran dalam pelaksanaan
ketentuan-ketentuan dalam SKB 3 Menteri tersebut di atas, dibebankan kepada
anggaran Departemen Agama, sednagkan yang berupa bantuan dibebankan kepada
anggaraan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan Departemen Dalam Negeri.
5.
Dalam rangka pelaksanaan SKB 3
Menteri ini, Departemen Agama sesuai dengan tugas dan fungsinya dalam
bidang-bidang yang harus dilaksanakan telah mengusahakan hal-hal sebagai
berikut:
a.
Melakukan pembakuan kurikulum
madrasah utnuk semua tingkat yang relaisasinya dituangkan dalam Keputusan
Menteri Agama No. 73 Tahun 1976 untuk tingkat Ibtidaiyah; No. 74 Tahun 1976 untuk
tingkat Tsanawiyah; dan No. 75 untuk tingkat Aliyah. Pelaksanaan kurikulum ini
dilakukan secara bertahap sejak tahun ajaran 1976 dan dalam tahun 1979 semua
jenjang madrasah harus telah dapat melaksanakan kurikulum baru tersebut.
b.
Memberikan legalitas yuridis untuk
mempersamakan tingkat/derajat madrasah dengan sekolah umum dan mempersembahkan
ijazah madrasah swasta dengan madrasah negeri. Masing-masing dituangkan dengan
Keputusan Menteri Agama No. 70 Tahum 1976 dan No. 5 Tahun 1977. Kemudian di
dalam pelaksanaan teknis persamaan ijazah madrasah swasta dengan madrasah
negeri telah diatur oleh Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam
No. Kep/D/69/77, yang mengatur tentang status madrasah terdaftar dan status
madrasah dipersamakan dengan persyaratan-persyaratannya.
c.
Dalam rangka efektivitas pendidikan
di madrasah itu pula maka dilakukan restruksisasi madrasah dengan Keputusan
Menteri Agama No. 15 Tahun 1976 (untuk madrasah Ibtidaiyah), No. 16 Tahun 1976
(untuk MTsN), dan No. 17 Tahun 1976 (untuk MAN).[6]
BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian di
atas, dapat disimpulakan bahwa:
1.
Pada tahun 1972, pemerintah
mengeluarkan keputusan presiden No.34 tahun 1972 tentang Kewenangan
penyelenggaraan pendidikan yang dilakukan di bawah satu pintu yaitu Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan termasuk di dalamnya penyelenggaraan agama. Akan tetapi
banyak kalangan Islam yang menolak keputusan Presiden tersebut, akhirnya
dikeluarkan Surat Keputusan Bersama 3 Mentri pada tanggal 24 Maret 1975, antara
lain Mentri Agama (Prof. Dr. Mukti Ali), Mentri Pendidikan dan Kebudayaan
(Letjen. TNI Dr. Teuku Syarif Thayeb) dan Mentri Dalam Negeri (Jend. TNI Purn. Amir Macmud).
2.
Implikasi SKB 3 Menteri meliputi
aspek lembaga, aspek kurikulum, dan aspek masyarakat.
3.
Efektifitas SKB 3 Menteri bertujuan
untuk meningkatkan mutu pendidikan pada madrasah agar tingkat pelajaran umum
dari madrasah mencapai tingkat yang sama dengan mata pelajaran umum di sekolah
umum yang setingkat. Kemudian meningkatkan mutu pendidikan pada madrasah agar
tujuan dimaksudkan di atas tercapai dan pembinaan fungsional dalam rangka
peningkatan mutu pendidikan pada madrasah berdasarkan SKB 3 Menteri.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Muzayyin. Kapita Selekta
Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011.
Djamas, Nur Hayati. Dinamika
Pendidikan Indonesia Pascakemerdekaan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2009.
Haedari, Amin. Spektrum Baru
Pendidikan Madrasah. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI,
2010.
Munir, Bahrul Ulum. SKB 3
Menteri Tahun 1975 dan Implikasinya Terhadap Dunia Pendidikan Islam. 1-2 di
http://bahrulummunir.blogspot.com/2011/05/skb-3-menteri-tahun-1975-dan.html,
26 September 2017.
Nizar, Samsul. Sejarah
Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah sampai
Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013.
[1] Nur Hayati Djamas, Dinamika Pendidikan
Indonesia Pascakemerdekaan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), 179.
[2] Ibid., 180-188.
[3] Amin Haedari, Spektrum Baru Pendidikan
Madrasah (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, 2010),
74-75.
[4] Bahrul Ulum Munir, SKB 3 Menteri Tahun
1975 dan Implikasinya Terhadap Dunia Pendidikan Islam. 1-2 di http://bahrulummunir.blogspot.com/2011/05/skb-3-menteri-tahun-1975-dan.html,
26 September 2017.
[5] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam:
Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah sampai Indonesia (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2013), 364.
[6] Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan
Islam (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), 221-223.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar