Jumat, 04 Januari 2019

Kebijakan Pendidikan tentang SKB 3 Menteri Tahun 1975



Kebijakan Pendidikan tentang SKB 3 Menteri Tahun 1975
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Studi Kebijakan Pendidikan Islam di Indonesia
LOGO IAIN.jpg
Disusun Oleh: kelompok 1:
M. Nur Rohman                      (210315042)
Sulfa Afiyah                           (210315048)
Ma’rifatul Uma                       (210315039)
Liya Rizki Fadillah                 (210315058)

Kelas/Semester:
PAI.B/V

Dosen Pengampu:
Wiwin Rif’atul Fauziyati, S.Pd.I., M.S.I

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) PONOROGO
SEPTEMBER 2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Seperti kita ketahui bahwa sejak awal diterapkannya sistem madrasah di Indonesia pada sekitar awal abad ke-20, madrasah telah menampilkan identitasnya sebagai lembaga pendidikan Islam. Identitas itu tetap dipertahankan meskipun harus menghadapi berbagai tantangan dan kendala yang tidak kecil, terutama pasa masa penjajahan.
Ketika Indonesia diproklamasikan dan merdeka tahun 1945, madrasah telah bermunculan dan menyandang identitas sebagai lembaga pendidikan Islam. Hal ini tidak terlepas dari perhatian pejabat seperti BPKIP sebagai badan lembaga legislatif menganjurkan agar pendidikan dan pengajaran di langgar, surau, masjid dan madrasah harus berjalan dan terus ditingkatkan. Sebagai tindak lanjut tersebut, pada tanggal 27 Desember 1945 BPKIP menyarankan agar madrasah dan pondok pesantren mendapat perhatian dan bantuan materiil dari pemerintah.
Perhatian tersebut dibuktikan dengan dibentuknya Departemen Agama (Depag) pada tanggal 3 Januari 1946. Yang salah satu dari kebijakan Depag tersebut adalah Surat Kesepakatan Bersama (SKB) 3 Menteri Agama, yaitu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama tentang “Peningkatan Mutu Pendidikan pada Madrasah” pada tahun 1975.
Maka dari itu, dalam makalah ini kami akan membahas tentang “Kebijakan Pendidikan tentang SKB 3 Menteri Tahun 1975”.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah lahirnya SKB 3 Menteri tahun 1975?
2.      Bagaimana implikasi dari SKB 3 Menteri tahun 1975?
3.      Bagaimana efektifitas dari SKB 3 Menteri tahun 1975?


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Sejarah Lahirnya SKB 3 Menteri Tahun 1975
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional pertama yang dikeluarkan pemerintah setelah kemerdekaan, yakni Undang-Undang No.4 tahun 1950, sebelum secara spesifik memberikan ketentuan khusus dalam hal pengaturan terhadap lembaga pendidikan Islam. Meskipun demikian, undang-undang ini telah memberikan pengakuan terhadap kedudukan sekolah agama (madrasah).
Sebelum ditetapkannya undang-undang tersebut, menteri agama telah mengeluarkan ketentuan yang memberikan pengakuan terhadap madrasah sebagai salah satu bentuk lembaga pendidikan Islam, yakni Peraturan Menteri Agama No.1 tahun1946. Peraturan ini membagi tingkat madrasah menjadi dua tingkatan yakni madrasah tingkat rendah yang lama belajar sekurang-kurangnya 4 tahun dengan usia anak didik antara 6 sampai 15 tahun dan madrasah tingkat lanjut dengan lama pendidikan sekurang-kurangnya 3 tahun dengan usia anak didik sekurang-kurangnya 11 tahun ke atas.[1]
Peraturan Menteri Agama No.1 tahun 1946 kemudian disempurnakan dengan Peraturan Menteri Agama No.7 tahun 1952 yang berlaku untuk seluruh wilayah Republik Indonesia peraturan ini membagi jenjang madrasah menjadi 3 tingkatan yaitu MI dengan masa belajar 3 tahun, MTs dengan masa belajar 3 tahun, dan MA dengan masa belajar 3 tahun. Selain dengan mengeluarkan peraturan mengenai pendidikan di madrasah juga dilakukan penegrian madrasah yang semula dikelola pemerintah di daerah Aceh, Lampung, dan Surakarta. Penegrian madrasah mulai dihentikan pada tahun 1970 berdasarkan Keputusan Menteri Agama No.213 tahun 1970. Seiring dengan berjalannya waktu, perkembangan pendidikan di madrasah mengalami kemajuan yang diwujudkan dengan bertambahnya jumlah madrasah negeri di seluruh Indonesia. Selain perkembangan kuantitatif seperti itu, madrasah juga mengalami perubahan bentuk yang mana awalnya pendidikan madrasah memusatkan pada transisi pengetahuan keagamaan, kemudian perubahan eksistensi sebagai sekolah umum yang berciri keagamaan dan dengan sendirinya harus melaksanakan kurikulum sekolah umum. Namun masyarakat tetap memerlukan lembaga pendidikan yang memberikan secara khusus pengetahuan keislaman. Untuk merespon kebutuhan masyarakat tersebut, Departemen Agama membentuk Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK) yang mengkhususkan pada kurikulum pengetahuan agama guna mempersiapkan para ahli di bidang agama. MAPK kemudian berubah menjadi Madrasan Aliyah Keagamaan (MAK).
Pada tahun 1972, pemerintah mengeluarkan keputusan presiden No.34 tahun 1972 tentang Kewenangan penyelenggaraan pendidikan yang dilakukan di bawah satu pintu yaitu Departemen Pendidikan dan Kebudayaan termasuk di dalamnya penyelenggaraan agama. Keputusan Presiden tersebut diikuti oleh Inpres No. 15 tahun 1974 tentang pelaksaanan keputusan presiden tersebut.
Melihat reaksi kalangan Islam yang menolak keputusan presiden tersebut akhirnya dilaksanakan sidang kabinet terbatas yang dilaksanakan pada tanggal 26 oktober 1974. Berdasarkan petunjuk presiden tersebut akhirnya dikeluarkan Surat Keputusan Bersama 3 Mentri pada tanggal 24 Maret 1975, antara lain Mentri Agama (Prof. Dr. Mukti Ali), Mentri Pendidikan dan Kebudayaan (Letjen. TNI Dr. Teuku Syarif Thayeb) dan Mentri Dalam Negeri (Jend. TNI Purn. Amir Macmud).[2]
Inti dari SKB tersebut adalah agar secara lintas departemental dilakukan usaha bersama untuk meningkatan mutu pendidikan pada madrasah sehingga tingkat kualitas pengetahuan umum siswa madrasah bisa mencapai tingkat yang sama dengan tingkat mata pelajaran umum siswa sekolah umum yang sederajat.[3]
B.     Implikasi SKB 3 Menteri Tahun 1975
1.      Aspek Lembaga
Madrasah yang dianggap sebagai lembaga pendidikan tradisional, telah berubah dan membuka peluang bagi kemungkinan siswa-siswa madrasah memasuki wilayah pekerjaan pada sector modern. Lebih dari itu madrasah telah mendapat pengakuan yang lebih mantap bahwa madrasah adalah bagian dari sistem pendidikan nasional walaupun pengelolaannya di limpahkan pada Departemen Agama. Dan secara tidak langsung hal ini memperkuat dan memperkokoh posisi Departemen Agama dalam struktur pemerintahan, karena telah ada legitimasi politis pengelolaan madrasah.
2.      Aspek Kurikulum
Karena diakui sejajar dengan sekolah umum, maka komposisi kurikulum madrasah harus sama dengan sekolah, berisi mata pelajaran dengan perbandingan 70% mata pelajaran umum dan 30% pelajaran agama. Efeknya adalah bertambahnya beban yang harus dipikul oleh madrasah. Di satu pihak ia harus memperbaiki mutu pendidikan umumnya setaraf dengan standar yang berlaku di sekolah. Di lain pihak, bagaimanapun juga madrasah harus menjaga agar mutu pendidikan agamanya tetap baik.
3.      Aspek masyarakat
SKB 3 Menteri telah mengakhiri reaksi keras umat Islam yang menilai pemerintah terlalu jauh mengintervensi kependidikan Islam yang telah lama dipraktikkan umat Islam atas dasar semangat pembaruan di kalangan umat Islam. Tentunya semua ini karena madrasah adalah wujud riel dari partisipasi masyarakat (community parcipation) yang peduli pada nasib pendiidikan bagi anak bangsanya. Hal ini terbukti jelas dengan presentase madrasah yang berstatus swasta jauh lebih banyak (91%) dibandingkan dengan yang berstatus negeri (9%).
Trend pengelolaan pendidikan yang semakin menitikberatkan pada peningkatan partisipasi masyarakat yang seluas-luasnya akan menuntut para pengelola madrasah agar mampu terlepas dari berbagai ketergantungan. Dengan kembali pada khiththoh madrasah sebagai lembaga pendidikan berbasis masyarakat (community based education), maka madrasah hanya tinggal maju satu tahap ke depan yakni memberdayakan partisipasi masyarakat agar lebih efektif dan efisien.
Untuk menunjang suksesnya pendidikan berbasis masyarakat, maka peranan masyarakat sangat besar sekali. Masyarakat sebagai obyek pendidikan sekaligus juga akan menjadi subyek pendidikan. Sebagai obyek dan sebagai subyek pendidikan, masyarakat berhak mendesain model pendidikan sesuai dengan potensi dan harapan yang diiinginkan oleh masyarakat setempat. Lebih dari itu sebagai subyek pendidikan, masyrakat juga bertanggungjawab terhadap prospek, termasuk dana pendidikan.
Ada beberapa bentuk peran serta masyarakat dalam menunjang keberhasilan otonomi dalam bidang pendidikan, antara lain:
a.       Pendirian dan penyelenggaraan satuan pendidikan jalur pendidikan sekolah dan luar sekolah.
b.      Pengadaan dan pemberian bantuan tenaga kependidikan.
c.       Pengadaan dan pemberian tenaga ahli (guru tamu, peneliti, dan sebagainya).
d.      Pengadaan atau penyelenggaraan program pendidikan yang belum diadakan oleh sekolah.
e.       Pengadaan bantuan dana seperti wakaf, hibah, pinjaman, beasiswa dan sebagainya.
f.       Pengadaan dan pemberian bantuan ruang, gedung, tanah dan sebagainya.
g.      Pemberian bantuan buku-buku pelajaran.
h.      Pemberian kesempatan untuk magang atau latihan kerja.
i.        Pemberian bantuan manage pendidikan.
j.        Bantuan pemikiran dan pertimbangan dalam menentukan kebijakan pendidikan.[4]
C.     Efektifitas SKB 3 Menteri tahun 1975
1.      Keputusan Bersama Tiga Menteri tersebut bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan pada madrasah agar tingkat pelajaran umum dari madrasah mencapai tingkat yang sama dengan tingkat mata pelajaran umum di sekolah umum yang setingkat, sehingga:
a.       Ijazah madrasah dapat mempunyai nilai yang sama dengan ijazah sekolah umum yang setingkat;
b.      Lulusan madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum setingkat lebih atas;
c.       Siswa madrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang setingkat.[5]
2.      Peningkatan mutu pendidikan pada madrasah agar tujuan dimaksudkan di atas tercapai meliputi bidang-bidang:
a.       Kurikulum,
b.      Buku-buku pelajaran, alat-alat pendidikan lainnya dan sarana-sarana pendidikan lainnya,
c.       Pengajar.
3.      Pembidangan fungsional dalam rangka peningkatan mutu pendidikan pada madrasah berdasarkan SKB Tiga Menteri tersebut dilakukan pembagian tugas pembinaan sebagai berikut:
a.       Pengelolaan madrasah dilakukan oleh Menteri Agama.
b.      Pembinaan pelajaran agama dilakukan oleh Menteri Agama.
c.       Pembinaan dan pengawasan mutu pelajaran umum dilakukan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bersama-sama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri.
Adapun bantuan pemerintah dalam rangka peningkatan mutu pada madrasah meliputi sebagai berikut.
1.      Dalam bidang pengajaran umum dengan mengadakan buku-buku mata pelajaran pokok dan alat pendidikan lainnya.
2.      Dalam bidang sarana fisik dengan melakukan penataran dan bantuan pengajaran.
3.      Dalam bidang sarana fisik dengan pembangunan gedung sekolah. Sedangkan pelaksanaan bantuan tersebut di atas diatur bersama-sama oleh Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Dalam Negeri.
4.      Beban anggaran dalam pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam SKB 3 Menteri tersebut di atas, dibebankan kepada anggaran Departemen Agama, sednagkan yang berupa bantuan dibebankan kepada anggaraan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan Departemen Dalam Negeri.
5.      Dalam rangka pelaksanaan SKB 3 Menteri ini, Departemen Agama sesuai dengan tugas dan fungsinya dalam bidang-bidang yang harus dilaksanakan telah mengusahakan hal-hal sebagai berikut:
a.       Melakukan pembakuan kurikulum madrasah utnuk semua tingkat yang relaisasinya dituangkan dalam Keputusan Menteri Agama No. 73 Tahun 1976 untuk tingkat Ibtidaiyah; No. 74 Tahun 1976 untuk tingkat Tsanawiyah; dan No. 75 untuk tingkat Aliyah. Pelaksanaan kurikulum ini dilakukan secara bertahap sejak tahun ajaran 1976 dan dalam tahun 1979 semua jenjang madrasah harus telah dapat melaksanakan kurikulum baru tersebut.
b.      Memberikan legalitas yuridis untuk mempersamakan tingkat/derajat madrasah dengan sekolah umum dan mempersembahkan ijazah madrasah swasta dengan madrasah negeri. Masing-masing dituangkan dengan Keputusan Menteri Agama No. 70 Tahum 1976 dan No. 5 Tahun 1977. Kemudian di dalam pelaksanaan teknis persamaan ijazah madrasah swasta dengan madrasah negeri telah diatur oleh Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam No. Kep/D/69/77, yang mengatur tentang status madrasah terdaftar dan status madrasah dipersamakan dengan persyaratan-persyaratannya.
c.       Dalam rangka efektivitas pendidikan di madrasah itu pula maka dilakukan restruksisasi madrasah dengan Keputusan Menteri Agama No. 15 Tahun 1976 (untuk madrasah Ibtidaiyah), No. 16 Tahun 1976 (untuk MTsN), dan No. 17 Tahun 1976 (untuk MAN).[6]




BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian di atas, dapat disimpulakan bahwa:
1.      Pada tahun 1972, pemerintah mengeluarkan keputusan presiden No.34 tahun 1972 tentang Kewenangan penyelenggaraan pendidikan yang dilakukan di bawah satu pintu yaitu Departemen Pendidikan dan Kebudayaan termasuk di dalamnya penyelenggaraan agama. Akan tetapi banyak kalangan Islam yang menolak keputusan Presiden tersebut, akhirnya dikeluarkan Surat Keputusan Bersama 3 Mentri pada tanggal 24 Maret 1975, antara lain Mentri Agama (Prof. Dr. Mukti Ali), Mentri Pendidikan dan Kebudayaan (Letjen. TNI Dr. Teuku Syarif Thayeb) dan Mentri Dalam Negeri (Jend. TNI Purn. Amir Macmud).
2.      Implikasi SKB 3 Menteri meliputi aspek lembaga, aspek kurikulum, dan aspek masyarakat.
3.      Efektifitas SKB 3 Menteri bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan pada madrasah agar tingkat pelajaran umum dari madrasah mencapai tingkat yang sama dengan mata pelajaran umum di sekolah umum yang setingkat. Kemudian meningkatkan mutu pendidikan pada madrasah agar tujuan dimaksudkan di atas tercapai dan pembinaan fungsional dalam rangka peningkatan mutu pendidikan pada madrasah berdasarkan SKB 3 Menteri.


DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Muzayyin. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011.

Djamas, Nur Hayati. Dinamika Pendidikan Indonesia Pascakemerdekaan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009.

Haedari, Amin. Spektrum Baru Pendidikan Madrasah. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, 2010.

Munir, Bahrul Ulum. SKB 3 Menteri Tahun 1975 dan Implikasinya Terhadap Dunia Pendidikan Islam. 1-2 di http://bahrulummunir.blogspot.com/2011/05/skb-3-menteri-tahun-1975-dan.html, 26 September 2017.

Nizar, Samsul. Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah sampai Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013.





[1] Nur Hayati Djamas, Dinamika Pendidikan Indonesia Pascakemerdekaan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), 179.
[2] Ibid., 180-188.
[3] Amin Haedari, Spektrum Baru Pendidikan Madrasah (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, 2010), 74-75. 
[4] Bahrul Ulum Munir, SKB 3 Menteri Tahun 1975 dan Implikasinya Terhadap Dunia Pendidikan Islam. 1-2 di http://bahrulummunir.blogspot.com/2011/05/skb-3-menteri-tahun-1975-dan.html, 26 September 2017.
[5] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah sampai Indonesia (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), 364.
[6] Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), 221-223.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tiga Dimensi Teknologi Pendidikan (Teori, Bidang Garapan, dan Profesi)

Tiga Dimensi Teknologi Pendidikan (Teori, Bidang Garapan, dan Profesi) Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “ Tekno...