BAB II
KAJIAN TEORI
A.
Pengertian Konselor
Konselor dalam istilah bahasa Inggris disebut counselor atau
helper merupakan petugas khusus yang berkualifikasi dalam bidang
konseling (counseling). Dalam konsep counseling for all, di
dalamnya terdapat kegiatan bimbingan (guidance). Kata counselor tidak
dapat dipisahkan dari kata helping. Counselor menunjuk pada
orangnya, sedangkan helping menunjuk pada profesinya atau bidang
garapannya. Jadi konselor adalah seseorang yang memiliki keahlian dalam bidang
pelayanan konseling, ia sebagai tenaga profesional.
Menurut Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 6 disebutkan bahwa konselor sebagai pendidik
yang merupakan salah satu tenaga kependidikan yang berpartisipasi dalam
menyelenggarakan pendidikan. Selanjutnya, menurut buku Standar Kompetensi
Konselor Indonesia (2005) konselor adalah tenaga profesional bimbingan dan
konseling (guidance and counseling) yang harus memiliki sertifikasi dan
lisensi untuk menyelenggarakan layanan profesional bagi masyarakat. Tenaga
profesional ini disiapkan dan dihasilkan oleh program studi bimbingan dan
konseling, jenjang S-1. S-2, dan S-3, termasuk pendidikan profesi di dalamnya.[1]
Mempunyai organisasi profesi bernama Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia
(ABKIN). Konselor bergerak terutama dalam konseling di bidang pendidikan, tapi
juga merambah pada bidang industri dan organisasi, penanganan korban bencana,
dan konseling secara umum di masyarakat. Khusus bagi konselor pendidikan yang
bertugas dan bertanggungjawab memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada
peserta didik di satuan pendidikan (sering disebut Guru BP/BK atau guru
pembimbing), ia tidak mewajibkan mempunyai sertifikat terlebih dulu.[2]
Kualitas lahiriah dari seorang konselor adalah menawan hati,
memiliki ketenangan ketika bersama orang lain, memiliki kapasitas untuk
berempati. Secara gamblang, dapat dikatakan konselor menikmati kebersamannya
dengan orang lain dengan tulus dan memiliki niat baik kepada konseli, maka
secara otomatis pula menjadi konselor yang menarik.
Sosok utuh kompetensi konselor mencakup kompetensi akademik dan
profesional sebagai satu keutuhan. Kompetensi akademik merupakan landasan
ilmiah dari kiat pelaksanaan pelayanan profesional bimbingan dan konseling.
Kompetensi akademik merupakan landasan bagi pengembangan kompetensi profesional.
Kompetensi akademik dan profesional konselor secara terintegrasi membangun
keutuhan kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial.[3]
B.
Karakteristik Seorang Konselor
1.
Karakteristik Kepribadian
Karakteristik
kepribadian konselor dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu karakteristik umum
dan khusus. Karakteristik umum berkaitan dengan kedudukan konselor sebagai
tenaga pendidik, sedangkan karakteristik khusus berhubungan dengan kualitas
pribadi yang dapat memperlancar perannya sebagai helper (pembimbing).[4]
a.
Karakteristik umum
1)
Beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
2)
Berpandangan positif dan dinamis
tentang manusia sebagai makhluk spiritual, bermoral, individual, dan sosial.
Konselor hendaknya memandang klien sebagai makhluk yang hidup dalam lingkaran
dan suasana moral yang berlaku, sehingga keputusan konseling tidak hanya
didasarkan pada pemikiran rasional semata-mata. Karakteristik ini juga memiliki
makna bahwa seorang konselor hendaknya memperlakukan klien sebagai individu
normal yang sedang berkembang mencapai tingkat tugas perkembangannya dengan
segala kekuatan dan kelemahannya yang hidup dalam suatu lingkungan masyarakat.
3)
Menghargai harkat dan martabat
manusia dan hak asasinya, serta bersikap demokratis.[5]
4)
Menampilkan nilai, norma, dan moral
yang berlaku dan berakhlak mulia.
5)
Menampilkan integritas dan
stabilitas kepribadian dan kematangan emosional. Seorang konselor hendaknya
memiliki kepribadian yang utuh, sehingga ia tidak mudah terpengaruh oleh
suasana yang timbul pada saat konseling.
6)
Cerdas, kreatif, mandiri, dan
berpenampilan menarik.
b.
Karakteristik khusus
1)
Memiliki cara-cara sendiri.
Konselor selalu ada dalam proses pengembangan gaya yang unik, yang
menggambarkan filsafat dan gaya hidup pribadinya, dan walaupun bebas meminjam
ide-ide dan teknik-teknik orang lain, ia tidak secara mekanis menirunya.
2)
Memiliki kehormatan diri dan
apresiasi diri, mereka dapat meminta, dibutuhkan, dan menerima dari orang lain,
dan tidak menutup diri dari orang lain sebagai suatu tampilan kekuatan semu.
3)
Mempunyai kekuatan yang utuh,
mengenal dan menerima kemampuan sendiri.
4)
Terbuka terhadap perubahan dan mau
mengambil risiko yang lebih besar.
5)
Terlibat dalam proses-proses pengembangan
kesadaran tentang diri dan konseli.[6]
6)
Memiliki kesanggupan untuk menerima
dan memberikan toleransi terhadap ketidakmenentuan.
7)
Memiliki identitas diri. Artinya,
mereka mengetahui siapa diri mereka, apa yang dapat dicapai,
keinginan-keinginan dalam hidup dan hal-hal apa yang penting.
8)
Mempunyai rasa empati yang tidak
posesif. Mampu mengalami dan mengetahui dunia orang lain. Menyadari perjuangan
dan penderitaan sendiri, dan mempunyai kerangka pikir untuk mengenal orang lain
tanpa kehilangan identitas sendiri. Dalam empati terkandung kepedulian,
kehangatan, perhatian positif, dan kontrol diri.
9)
Hidup. Artinya, pilihan mereka
berorientasi pada kehidupan. Perannya sangat mendalam, dapat berpartisipasi
dalam hidup, dan menyenangi hidup.
10)
Otentik, nyata, sejalan, jujur dan
bijak.
11)
Memberi dan menerima kasih sayang,
dapat memberikan sesuatu dengan sepenuh hati, mudah dipengaruhi oleh
orang-orang yang dikasihi serta mempunyai kemampuan untuk memperhatikan orang
lain.
12)
Hidup pada masa kini. Mereka tidak
mencap dirinya dengan apa yang seharusnya dilakukan pada masa lalu ataupun apa
yang seharusnya dilakukan pada masa datang. Mereka tidak hidup dalam hayalan
atau angan-angan. Oleh karena itu, mereka dapat menjalani masa kini, hidup pada
masa kini, dan bersama orang lain pada maasa kini.
13)
Dapat berbuat salah dan mau
mengakui kesalahan.[7]
14)
Dapat terlibat secara mendalam
dengan pekerjaan-pekerjaan dan kegiatan-kegiatan kreatif, menyerap makna yang
kaya dalam hidup melalui kegiatan-kegiatan.
2.
Karakteristik Pengetahuan
Dilihat dari
aspek pengetahuan, konselor adalah tenaga ahli dalam bidang pendidikan dan
psikologis. Ia memiliki pengetahuan luas tentang teori-teori psikologi,
konseling dan pendidikan, sehingga dapat mengembangkan dan menerapkannya dalam
pelayanan konseling kepada konseli
Dari aspek
psikologi, konselor memiliki pengetahuan dan pemahaman luas tentang dinamika
perilaku dan perkembangan individu yang meliputi; motif yang mendasari tingkah
laku, tujuan tingkah laku, dinamika tingkah laku, teori-teori perkembangan,
tahap-tahap perkembangan, perbedaan invidu, dinamika kepribadian, perilaku
abnormal dan keberbakatan, serta kreativitas.
Dari aspek
pendidikan, konselor mempunyai pengetahuan dan pemahaman luas tentang:
a.
Hubungan pendidikan yang di
dalamnya terlibat unsur-unsur; pendidik dan peserta didik, suasanan pendidikan,
tujuan pendidikan, metode pendidikan, lingkungan pendidikan, alat-alat
pendidikan mencakup; kewibawaan, kasih sayang, keteladanan, pemberian
penguatan, dan tindakan tegas yang mendidik.[8]
b.
Kaidah-kaidah belajar, mencakup;
prinsip belajar, suasana belajar dan proses pembelajaran.
c.
Alat-alat pembelajaran, mencakup;
kurikulum, teknologi pembelajaran, media pembelajaran, sumber dan lingkungan
belajar, pengukuran dan penilaian pembelajaran, dan manajemen pendidikan yang
di dalamnya berisi kegiatan; perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pengawasan.
3.
Karakteristik Keterampilan
Konselor
sebagai tenaga profesional memiliki keterampilan (skill) yang memadai
dalam memberikan pelayanan konseli. Keterampilan konselor ini meliputi:
a.
Keterampilan dalam menciptakan dan
membina hubungan konseling kepada konseli. Dalam hubungan konseling, konselor
mampu menciptakan suasana yang hangat, simpatik, empati, yang didukung sikap
dan perilaku konselor yang tulus dan ikhlas untuk membantu konseli, jujur dan
bertanggungjawab, terbuka, toleran dan setia.
b.
Keterampilan dalam menerapkan
wawancara konseling. Menurut Hosking dan Brammer terdapat beberapa keterampilan
dasar wawancara konseling yang harus dikuasai oleh konselor yaitu:
1)
Keterampilan penampilan
2)
Keterampilan membuka percakapan
3)
Keterampilan membuat paraphrasing
atau parafrasa
4)
Keterampilan mengidentifikasikan
perasaan
5)
Keterampilan merefleksi perasaan
6)
Keterampilan konfrontasi
7)
Keterampilan memberi informasi
8)
Keterampilan memimpin
9)
Keterampilan menginterpretasi
10)
Keterampilan membuat ringkasan[9]
Konselor yang
terampil adalah yang mengetahui atau memahami sejumlah keterampilan tertentu
dan mampu mengimplementasikannya dalam proses konseling.[10]
4.
Karakteristik pengalaman
Di samping
karakteristik kepribadian, pengetahuan, dan ketrampilan yang memadai, menjadi
konselor profesional juga memerlukan pengalaman kerja yang cukup dalam
menjalankan praktik konseling baik di setting sekolah maupun di luar sekolah.
a.
Pengalaman kerja konselor di
setting sekolah
Praktik
konseling di setting sekolah mencakup berbagai pelayanan konseling yang
diberikan konselor kepada konseli (peserta didik). Praktik konseling ini
mencakup pelayanan konseling dalam memenuhi fungsi pencegahan, fungsi
pemahaman, fungsi pengentasan, fungsi pemeliharaan dan pengembangan dan fungsi
advokasi.
b.
Pengalaman kerja konselor di luar
sekolah
Pengalaman
kerja ini diperoleh karena seorang konselor melakukan praktik konseling di
masyarakat. Atas izin praktik dari Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia
(ABKIN) kesempatan ini di satu pihak dapat menjadikan peluang, bila konselor
mampu melakukan praktik konseling di masyarakat dan mendapatkan kepercayaan.
Hal ini bisa terjadi bila pelayanan konseling dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat, sehingga dibutuhkan masyarakat. Dan di pihak lain juga dapat menjadikan
tantangan bagi konselor itu sendiri, dalam arti konselor harus mampu menjamin
mutu pelayanan konseling itu sendiri, bila tidak akan kehilangan kepercayaan
masyarakat, yang akhirnya merugikan eksistensi profesi konseling.[11]
C.
Pribadi Konselor yang Efektif
1.
Kualitas Pribadi Konselor
Ada sejumlah
tingkah laku konselor yang perlu memperoleh perhatian dan ini berkaitan juga
dengan aspek nilai-nilai klien.[12]
Kualitas konselor adalah semua kriteria keunggulan termasuk pribadi,
pengetahuan, wawasan, keterampilan dan nilai-nilai yang dimilikinya yang akan
memudahkannya dalam menjalankan proses konseling sehingga mencapai tujuan
dengan berhasil. Salah satu kualitas yang jarang dibicarakan adalah kualitas
pribadi konselor. Kualitas pribadi konselor adalah kriteria yang menyangkut
segala aspek kepribadian yang amat penting dan menentukan keefektifan konselor
jika dibandingkan dengan pendidikan dan latihan yang ia peroleh.[13]
Kualitas
pribadi konselor merupakan faktor yang sangat penting dalam konseling. Cavanagh
(1982) mengemukakan bahwa kualitas pribadi konselor ditandai dengan beberapa
karakteristik:
a.
Pemahaman diri (self-knowledge):
berarti bahwa seorang konselor memahami dirinya dengan baik, dia memahami
secara pasti apa yang dia lakukan, mengapa dia melakukan hal itu, dan masalah
apa yang harus dia selesaikan.[14]
Hal ini akan memenuhi kebutuhan konselor.[15]
b.
Kompeten: bahwa seorang konselor
itu memiliki kualitas fisik, intelektual, emosional, sosial, dan moral sebagai
pribadi yang berguna.
c.
Kesehatan psikologis: konselor
dituntut memiliki kesehatan psikologis yang lebih baik dari kliennya. Hal ini
penting karena kesehatan psikologis konselor akan mendasari pemahamannya
terhadap perilaku dan keterampilannya.
d.
Dapat dipercaya: berarti bahwa konselor
itu tidak menjadi ancaman atau penyebab kecemasan bagi klien.[16]
Apa yang mereka katakan diterima sebagai hal yang dapat dipercaya dan
dipersepsi secara mayakinkan.[17]
e.
Jujur: bahwa konselor itu bersikap
transparan (terbuka), autentik, dan asli.
f.
Kekuatan: kekuatan atau kemampuan
konselor sangat penting dalam konseling, sebab dengan hal itu klien akan merasa
aman.
g.
Bersikap hangat: hangat berarti
ramah, penuh perhatian, dan memberikan kasih sayang.
h.
Actives responsiveness: melalui
respon yang aktif, konselor dapat mengkomunikasikan perhatian dirinya terhadap
kebutuhan klien.
i.
Sabar: melalui kesabaran konselor
dalam proses konseling dapat membantu klien untuk mengembangkan dirinya secara
alami. Sikap sabar konselor menunjukkan lebih memperhatikan diri klien daripada
hasilnya.
j.
Kepekaan: berarti bahwa konselor
menyadari tentang adanya dinamika psikologis yang tersembunyi atau sifat-sifat
mudah tersinggung, baik pada diri klien maupun dirinya sendiri.
k.
Kesadaran holistik: pendekatan
holistik dalam konseling berarti bahwa konselor memahami klien secara utuh dan
tidak mendekatinya secara serpihan.[18]
2.
Kompetensi Akademik Konselor
Sebagaimana
layanan ahli pada bidang lain seperti akuntansi, notariat, dan layanan medis,
kompetensi akademik konselor yang utuh diperoleh melalui Program S-1 Pendidikan
Profesional Konselor Terintegrasi. Ini berarti, untuk menjadi pengampu
pelayanan di bidang bimbingan dan konseling, tidak dikenal adanya pendidikan
profesional konsekutif sebagaimana yang berlaku di bidang pendidikan profesional
guru, kompetensi akademik seorang Konselor Profesional terdiri atas kemampuan:
a.
Mengenal secara mendalam dengan
penyikapan yang empatik serta menghormati keragaman yang mengedepankan
kemaslahatan konseli yang dilayani.
b.
Menguasai khasanah teoritik tentang
konteks, pendekatan, azas dan prosedur serta sarana yang digunakan dalam
penyelenggaraan pelayanan ahli bimbingan dan konseling.
c.
Menyelenggarakan pelayanan
bimbingan dan konseling yang memandirikan.
d.
Mengembangkan profesionalitas
sebagai konselor secara berkelanjutan.
3.
Kompetensi Profesional Konselor
Penguasaan
Kompetensi Profesional Konselor terbentuk melalui latihan dalam menerapkan
Kompetensi Akademik dalam bidang bimbingan dan konseling yang telah dikuasai
itu dalam konteks otentik di sekolah atau arena terapan layanan ahli lain yang
relevan melalui Program Pendidikan Profesi Konselor berupa Program Pengalaman
Lapangan (PPL) yang sistematis dan sungguh-sungguh, yang terentang mulai
observasi dalam rangka pengenalan lapangan, latihan keterampilan dasar,
penyelenggaraan konseling, latihan terbombing yang kemudian terus meningkat
menjadi latihan melalui penugasan terstruktur sdampai dengan latihan mandiri
dalam program pemagangan, kesemuanya di bawah pengawasan Dosen Pembimbing dan
Konselor Pamong.
Sesuai dengan
misinya untuk menumbuhkan kemampuan profesioanl konselor, maka kriteria utama
keberhasilan dalam keterlibatan mahasiswa dalam Program Pendidikan Profesi
Konselor berupa Program Pengalaman Lapangan itu adalah pertumbuhan kemampuan
calon konselor dalam menggunakan rentetan panjang keputusan-keputusan kecil
yang dibingkai kearifan dalam mengorkestrasikan optimasi pemanfaatan dampak
layanannya demi ketercapaian kemandirian konseli dalam konteks tujuan utuh
pendidikan. Oleh karena itu, pertumbuhan kemampuan mahasiswa calon konselor
sebagaimana digambarkan di atas, mencerminkan lintasan dalam pertumbuhan
penguasaan kiat professional dalam peyelenggaraan pelayanan Bimbingan dan
Konseling yang berdampak menumbuhkan sosok utuh profesional konselor sebagai
praktisi yang aman untuk konseli.[19]
4.
Standar Kompetensi Konselor
Berikut ini
adalah standar kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang konselor:
a.
Mamahami secara mendalam konseli
yang hendak dilayani.
b.
Manguasai landasan teoritik
bimbingan dan konseling.
c.
Menyelenggarakan bimbingan dan
konseling yang memandirikan.[20]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di
atas dapat disimpulkan:
1.
Konselor adalah seseorang yang
memiliki keahlian dalam bidang pelayanan konseling, ia sebagai tenaga
professional bertugas membantu individu yang sedang memiliki masalah untuk
diselesaikan.
2.
Karakteristik konselor mencakup:
karakteristik kepribadian, karakteristik pengetahuan, karakteristik
keterampilan, dan karakteristik pengalaman.
3.
Konselor yang efektif haruslah
memiliki kualitas pribadi, kompetensi akademik, kompetensi profesional, dan
stantar kompetensi.
B.
Saran
Saran kami adalah bagi seorang konselor haruslah mempunyai
karakteristik-karakteristik dan kualitas pribadi seperti yang telah disebutkan
di atas. Supaya, dalam memberikan layanan konseling dapat berjalan secara
efektif.
DAFTAR PUSTAKA
AT., Andi
Mappiare. Pengantar Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2008.
Hartono dan Boy Soedarmadji. Psikologi
Konseling. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2014.
Latipun. Psikologi Konseling.
Malang: UMM Press, 2011.
May, Rollo. Seni Konseling. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2003.
Rohmah, Umi. Pengantar
Bimbingan dan Konseling. Ponorogo: STAIN Po Press, 2011.
Supriatna, Mamat.
Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi: Orientasi Dasar Pengembangan
Profesi Konselor. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2011.
Tohirin. Bimbingan dan Konseling
di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi). Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2008.
Willis, Sofyan
S.. Konseling Individual: Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta, 2014.
Yusuf, Syamsu dan
Juntika Nurihsan. Landasan BImbingan & Konseling. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar