Jumat, 04 Januari 2019

Pribadi Konselor yang Efektif



BAB II
KAJIAN TEORI
A.    Pengertian Konselor
Konselor dalam istilah bahasa Inggris disebut counselor atau helper merupakan petugas khusus yang berkualifikasi dalam bidang konseling (counseling). Dalam konsep counseling for all, di dalamnya terdapat kegiatan bimbingan (guidance). Kata counselor tidak dapat dipisahkan dari kata helping. Counselor menunjuk pada orangnya, sedangkan helping menunjuk pada profesinya atau bidang garapannya. Jadi konselor adalah seseorang yang memiliki keahlian dalam bidang pelayanan konseling, ia sebagai tenaga profesional.
Menurut Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 6 disebutkan bahwa konselor sebagai pendidik yang merupakan salah satu tenaga kependidikan yang berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Selanjutnya, menurut buku Standar Kompetensi Konselor Indonesia (2005) konselor adalah tenaga profesional bimbingan dan konseling (guidance and counseling) yang harus memiliki sertifikasi dan lisensi untuk menyelenggarakan layanan profesional bagi masyarakat. Tenaga profesional ini disiapkan dan dihasilkan oleh program studi bimbingan dan konseling, jenjang S-1. S-2, dan S-3, termasuk pendidikan profesi di dalamnya.[1] Mempunyai organisasi profesi bernama Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN). Konselor bergerak terutama dalam konseling di bidang pendidikan, tapi juga merambah pada bidang industri dan organisasi, penanganan korban bencana, dan konseling secara umum di masyarakat. Khusus bagi konselor pendidikan yang bertugas dan bertanggungjawab memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada peserta didik di satuan pendidikan (sering disebut Guru BP/BK atau guru pembimbing), ia tidak mewajibkan mempunyai sertifikat terlebih dulu.[2]
Kualitas lahiriah dari seorang konselor adalah menawan hati, memiliki ketenangan ketika bersama orang lain, memiliki kapasitas untuk berempati. Secara gamblang, dapat dikatakan konselor menikmati kebersamannya dengan orang lain dengan tulus dan memiliki niat baik kepada konseli, maka secara otomatis pula menjadi konselor yang menarik.
Sosok utuh kompetensi konselor mencakup kompetensi akademik dan profesional sebagai satu keutuhan. Kompetensi akademik merupakan landasan ilmiah dari kiat pelaksanaan pelayanan profesional bimbingan dan konseling. Kompetensi akademik merupakan landasan bagi pengembangan kompetensi profesional. Kompetensi akademik dan profesional konselor secara terintegrasi membangun keutuhan kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial.[3]
B.     Karakteristik Seorang Konselor
1.      Karakteristik Kepribadian
Karakteristik kepribadian konselor dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu karakteristik umum dan khusus. Karakteristik umum berkaitan dengan kedudukan konselor sebagai tenaga pendidik, sedangkan karakteristik khusus berhubungan dengan kualitas pribadi yang dapat memperlancar perannya sebagai helper (pembimbing).[4]
a.       Karakteristik umum
1)      Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2)      Berpandangan positif dan dinamis tentang manusia sebagai makhluk spiritual, bermoral, individual, dan sosial. Konselor hendaknya memandang klien sebagai makhluk yang hidup dalam lingkaran dan suasana moral yang berlaku, sehingga keputusan konseling tidak hanya didasarkan pada pemikiran rasional semata-mata. Karakteristik ini juga memiliki makna bahwa seorang konselor hendaknya memperlakukan klien sebagai individu normal yang sedang berkembang mencapai tingkat tugas perkembangannya dengan segala kekuatan dan kelemahannya yang hidup dalam suatu lingkungan masyarakat.
3)      Menghargai harkat dan martabat manusia dan hak asasinya, serta bersikap demokratis.[5]
4)      Menampilkan nilai, norma, dan moral yang berlaku dan berakhlak mulia.
5)      Menampilkan integritas dan stabilitas kepribadian dan kematangan emosional. Seorang konselor hendaknya memiliki kepribadian yang utuh, sehingga ia tidak mudah terpengaruh oleh suasana yang timbul pada saat konseling.
6)      Cerdas, kreatif, mandiri, dan berpenampilan menarik.
b.      Karakteristik khusus
1)      Memiliki cara-cara sendiri. Konselor selalu ada dalam proses pengembangan gaya yang unik, yang menggambarkan filsafat dan gaya hidup pribadinya, dan walaupun bebas meminjam ide-ide dan teknik-teknik orang lain, ia tidak secara mekanis menirunya.
2)      Memiliki kehormatan diri dan apresiasi diri, mereka dapat meminta, dibutuhkan, dan menerima dari orang lain, dan tidak menutup diri dari orang lain sebagai suatu tampilan kekuatan semu.
3)      Mempunyai kekuatan yang utuh, mengenal dan menerima kemampuan sendiri.
4)      Terbuka terhadap perubahan dan mau mengambil risiko yang lebih besar.
5)      Terlibat dalam proses-proses pengembangan kesadaran tentang diri dan konseli.[6]
6)      Memiliki kesanggupan untuk menerima dan memberikan toleransi terhadap ketidakmenentuan.
7)      Memiliki identitas diri. Artinya, mereka mengetahui siapa diri mereka, apa yang dapat dicapai, keinginan-keinginan dalam hidup dan hal-hal apa yang penting.
8)      Mempunyai rasa empati yang tidak posesif. Mampu mengalami dan mengetahui dunia orang lain. Menyadari perjuangan dan penderitaan sendiri, dan mempunyai kerangka pikir untuk mengenal orang lain tanpa kehilangan identitas sendiri. Dalam empati terkandung kepedulian, kehangatan, perhatian positif, dan kontrol diri.
9)      Hidup. Artinya, pilihan mereka berorientasi pada kehidupan. Perannya sangat mendalam, dapat berpartisipasi dalam hidup, dan menyenangi hidup.
10)  Otentik, nyata, sejalan, jujur dan bijak.
11)  Memberi dan menerima kasih sayang, dapat memberikan sesuatu dengan sepenuh hati, mudah dipengaruhi oleh orang-orang yang dikasihi serta mempunyai kemampuan untuk memperhatikan orang lain.
12)  Hidup pada masa kini. Mereka tidak mencap dirinya dengan apa yang seharusnya dilakukan pada masa lalu ataupun apa yang seharusnya dilakukan pada masa datang. Mereka tidak hidup dalam hayalan atau angan-angan. Oleh karena itu, mereka dapat menjalani masa kini, hidup pada masa kini, dan bersama orang lain pada maasa kini.
13)  Dapat berbuat salah dan mau mengakui kesalahan.[7]
14)  Dapat terlibat secara mendalam dengan pekerjaan-pekerjaan dan kegiatan-kegiatan kreatif, menyerap makna yang kaya dalam hidup melalui kegiatan-kegiatan.
2.      Karakteristik Pengetahuan
Dilihat dari aspek pengetahuan, konselor adalah tenaga ahli dalam bidang pendidikan dan psikologis. Ia memiliki pengetahuan luas tentang teori-teori psikologi, konseling dan pendidikan, sehingga dapat mengembangkan dan menerapkannya dalam pelayanan konseling kepada konseli
Dari aspek psikologi, konselor memiliki pengetahuan dan pemahaman luas tentang dinamika perilaku dan perkembangan individu yang meliputi; motif yang mendasari tingkah laku, tujuan tingkah laku, dinamika tingkah laku, teori-teori perkembangan, tahap-tahap perkembangan, perbedaan invidu, dinamika kepribadian, perilaku abnormal dan keberbakatan, serta kreativitas.
Dari aspek pendidikan, konselor mempunyai pengetahuan dan pemahaman luas tentang:
a.       Hubungan pendidikan yang di dalamnya terlibat unsur-unsur; pendidik dan peserta didik, suasanan pendidikan, tujuan pendidikan, metode pendidikan, lingkungan pendidikan, alat-alat pendidikan mencakup; kewibawaan, kasih sayang, keteladanan, pemberian penguatan, dan tindakan tegas yang mendidik.[8]
b.      Kaidah-kaidah belajar, mencakup; prinsip belajar, suasana belajar dan proses pembelajaran.
c.       Alat-alat pembelajaran, mencakup; kurikulum, teknologi pembelajaran, media pembelajaran, sumber dan lingkungan belajar, pengukuran dan penilaian pembelajaran, dan manajemen pendidikan yang di dalamnya berisi kegiatan; perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan.
3.      Karakteristik Keterampilan
Konselor sebagai tenaga profesional memiliki keterampilan (skill) yang memadai dalam memberikan pelayanan konseli. Keterampilan konselor ini meliputi:
a.       Keterampilan dalam menciptakan dan membina hubungan konseling kepada konseli. Dalam hubungan konseling, konselor mampu menciptakan suasana yang hangat, simpatik, empati, yang didukung sikap dan perilaku konselor yang tulus dan ikhlas untuk membantu konseli, jujur dan bertanggungjawab, terbuka, toleran dan setia.
b.      Keterampilan dalam menerapkan wawancara konseling. Menurut Hosking dan Brammer terdapat beberapa keterampilan dasar wawancara konseling yang harus dikuasai oleh konselor yaitu:
1)      Keterampilan penampilan
2)      Keterampilan membuka percakapan
3)      Keterampilan membuat paraphrasing atau parafrasa
4)      Keterampilan mengidentifikasikan perasaan
5)      Keterampilan merefleksi perasaan
6)      Keterampilan konfrontasi
7)      Keterampilan memberi informasi
8)      Keterampilan memimpin
9)      Keterampilan menginterpretasi
10)   Keterampilan membuat ringkasan[9]
Konselor yang terampil adalah yang mengetahui atau memahami sejumlah keterampilan tertentu dan mampu mengimplementasikannya dalam proses konseling.[10]
4.      Karakteristik pengalaman
Di samping karakteristik kepribadian, pengetahuan, dan ketrampilan yang memadai, menjadi konselor profesional juga memerlukan pengalaman kerja yang cukup dalam menjalankan praktik konseling baik di setting sekolah maupun di luar sekolah.
a.       Pengalaman kerja konselor di setting sekolah
Praktik konseling di setting sekolah mencakup berbagai pelayanan konseling yang diberikan konselor kepada konseli (peserta didik). Praktik konseling ini mencakup pelayanan konseling dalam memenuhi fungsi pencegahan, fungsi pemahaman, fungsi pengentasan, fungsi pemeliharaan dan pengembangan dan fungsi advokasi.
b.      Pengalaman kerja konselor di luar sekolah
Pengalaman kerja ini diperoleh karena seorang konselor melakukan praktik konseling di masyarakat. Atas izin praktik dari Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) kesempatan ini di satu pihak dapat menjadikan peluang, bila konselor mampu melakukan praktik konseling di masyarakat dan mendapatkan kepercayaan. Hal ini bisa terjadi bila pelayanan konseling dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, sehingga dibutuhkan masyarakat. Dan di pihak lain juga dapat menjadikan tantangan bagi konselor itu sendiri, dalam arti konselor harus mampu menjamin mutu pelayanan konseling itu sendiri, bila tidak akan kehilangan kepercayaan masyarakat, yang akhirnya merugikan eksistensi profesi konseling.[11]
C.     Pribadi Konselor yang Efektif
1.      Kualitas Pribadi Konselor
Ada sejumlah tingkah laku konselor yang perlu memperoleh perhatian dan ini berkaitan juga dengan aspek nilai-nilai klien.[12] Kualitas konselor adalah semua kriteria keunggulan termasuk pribadi, pengetahuan, wawasan, keterampilan dan nilai-nilai yang dimilikinya yang akan memudahkannya dalam menjalankan proses konseling sehingga mencapai tujuan dengan berhasil. Salah satu kualitas yang jarang dibicarakan adalah kualitas pribadi konselor. Kualitas pribadi konselor adalah kriteria yang menyangkut segala aspek kepribadian yang amat penting dan menentukan keefektifan konselor jika dibandingkan dengan pendidikan dan latihan yang ia peroleh.[13]
Kualitas pribadi konselor merupakan faktor yang sangat penting dalam konseling. Cavanagh (1982) mengemukakan bahwa kualitas pribadi konselor ditandai dengan beberapa karakteristik:
a.    Pemahaman diri (self-knowledge): berarti bahwa seorang konselor memahami dirinya dengan baik, dia memahami secara pasti apa yang dia lakukan, mengapa dia melakukan hal itu, dan masalah apa yang harus dia selesaikan.[14] Hal ini akan memenuhi kebutuhan konselor.[15]
b.    Kompeten: bahwa seorang konselor itu memiliki kualitas fisik, intelektual, emosional, sosial, dan moral sebagai pribadi yang berguna.
c.    Kesehatan psikologis: konselor dituntut memiliki kesehatan psikologis yang lebih baik dari kliennya. Hal ini penting karena kesehatan psikologis konselor akan mendasari pemahamannya terhadap perilaku dan keterampilannya.
d.   Dapat dipercaya: berarti bahwa konselor itu tidak menjadi ancaman atau penyebab kecemasan bagi klien.[16] Apa yang mereka katakan diterima sebagai hal yang dapat dipercaya dan dipersepsi secara mayakinkan.[17]
e.    Jujur: bahwa konselor itu bersikap transparan (terbuka), autentik, dan asli.
f.     Kekuatan: kekuatan atau kemampuan konselor sangat penting dalam konseling, sebab dengan hal itu klien akan merasa aman.
g.    Bersikap hangat: hangat berarti ramah, penuh perhatian, dan memberikan kasih sayang.
h.    Actives responsiveness: melalui respon yang aktif, konselor dapat mengkomunikasikan perhatian dirinya terhadap kebutuhan klien.
i.      Sabar: melalui kesabaran konselor dalam proses konseling dapat membantu klien untuk mengembangkan dirinya secara alami. Sikap sabar konselor menunjukkan lebih memperhatikan diri klien daripada hasilnya.
j.      Kepekaan: berarti bahwa konselor menyadari tentang adanya dinamika psikologis yang tersembunyi atau sifat-sifat mudah tersinggung, baik pada diri klien maupun dirinya sendiri.
k.    Kesadaran holistik: pendekatan holistik dalam konseling berarti bahwa konselor memahami klien secara utuh dan tidak mendekatinya secara serpihan.[18]
2.      Kompetensi Akademik Konselor
Sebagaimana layanan ahli pada bidang lain seperti akuntansi, notariat, dan layanan medis, kompetensi akademik konselor yang utuh diperoleh melalui Program S-1 Pendidikan Profesional Konselor Terintegrasi. Ini berarti, untuk menjadi pengampu pelayanan di bidang bimbingan dan konseling, tidak dikenal adanya pendidikan profesional konsekutif sebagaimana yang berlaku di bidang pendidikan profesional guru, kompetensi akademik seorang Konselor Profesional terdiri atas kemampuan:
a.       Mengenal secara mendalam dengan penyikapan yang empatik serta menghormati keragaman yang mengedepankan kemaslahatan konseli yang dilayani.
b.      Menguasai khasanah teoritik tentang konteks, pendekatan, azas dan prosedur serta sarana yang digunakan dalam penyelenggaraan pelayanan ahli bimbingan dan konseling.
c.       Menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan.
d.      Mengembangkan profesionalitas sebagai konselor secara berkelanjutan.
3.      Kompetensi Profesional Konselor
Penguasaan Kompetensi Profesional Konselor terbentuk melalui latihan dalam menerapkan Kompetensi Akademik dalam bidang bimbingan dan konseling yang telah dikuasai itu dalam konteks otentik di sekolah atau arena terapan layanan ahli lain yang relevan melalui Program Pendidikan Profesi Konselor berupa Program Pengalaman Lapangan (PPL) yang sistematis dan sungguh-sungguh, yang terentang mulai observasi dalam rangka pengenalan lapangan, latihan keterampilan dasar, penyelenggaraan konseling, latihan terbombing yang kemudian terus meningkat menjadi latihan melalui penugasan terstruktur sdampai dengan latihan mandiri dalam program pemagangan, kesemuanya di bawah pengawasan Dosen Pembimbing dan Konselor Pamong.
Sesuai dengan misinya untuk menumbuhkan kemampuan profesioanl konselor, maka kriteria utama keberhasilan dalam keterlibatan mahasiswa dalam Program Pendidikan Profesi Konselor berupa Program Pengalaman Lapangan itu adalah pertumbuhan kemampuan calon konselor dalam menggunakan rentetan panjang keputusan-keputusan kecil yang dibingkai kearifan dalam mengorkestrasikan optimasi pemanfaatan dampak layanannya demi ketercapaian kemandirian konseli dalam konteks tujuan utuh pendidikan. Oleh karena itu, pertumbuhan kemampuan mahasiswa calon konselor sebagaimana digambarkan di atas, mencerminkan lintasan dalam pertumbuhan penguasaan kiat professional dalam peyelenggaraan pelayanan Bimbingan dan Konseling yang berdampak menumbuhkan sosok utuh profesional konselor sebagai praktisi yang aman untuk konseli.[19]
4.      Standar Kompetensi Konselor
Berikut ini adalah standar kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang konselor:
a.       Mamahami secara mendalam konseli yang hendak dilayani.
b.      Manguasai landasan teoritik bimbingan dan konseling.
c.       Menyelenggarakan bimbingan dan konseling yang memandirikan.[20]







BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan:
1.      Konselor adalah seseorang yang memiliki keahlian dalam bidang pelayanan konseling, ia sebagai tenaga professional bertugas membantu individu yang sedang memiliki masalah untuk diselesaikan.
2.      Karakteristik konselor mencakup: karakteristik kepribadian, karakteristik pengetahuan, karakteristik keterampilan, dan karakteristik pengalaman.
3.      Konselor yang efektif haruslah memiliki kualitas pribadi, kompetensi akademik, kompetensi profesional, dan stantar kompetensi.
B.     Saran
Saran kami adalah bagi seorang konselor haruslah mempunyai karakteristik-karakteristik dan kualitas pribadi seperti yang telah disebutkan di atas. Supaya, dalam memberikan layanan konseling dapat berjalan secara efektif.


DAFTAR PUSTAKA
AT., Andi Mappiare. Pengantar Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008.


Hartono dan Boy Soedarmadji. Psikologi Konseling. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2014.

Latipun. Psikologi Konseling. Malang: UMM Press, 2011.


May, Rollo. Seni Konseling. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.


Rohmah, Umi. Pengantar Bimbingan dan Konseling. Ponorogo: STAIN Po Press, 2011.


Supriatna, Mamat. Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi: Orientasi Dasar Pengembangan Profesi Konselor. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2011.


Tohirin. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008.


Willis, Sofyan S.. Konseling Individual: Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta, 2014.


Yusuf, Syamsu dan Juntika Nurihsan. Landasan BImbingan & Konseling. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009.


       [1] Hartono dan Boy Soedarmadji, Psikologi Konseling (Jakarta: KENCANA PRENADA MEDIA GROUP, 2014), 50.
       [2] Umi Rohmah, Pengantar Bimbingan dan Konseling (Ponorogo: STAIN Po Press, 2011), 58.
       [3] Ibid., 58-59.
       [4] Hartono dan Boy Soedarmadji, Psikologi Konseling, 51.
       [5] Mamat Supriatna, Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi: Orientasi Dasar Pengembangan Profesi Konselor (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2011), 22.
       [6] Ibid., 22-24.
       [7]Ibid., 24-26.
       [8] Hartono dan Boy Soedarmadji, Psikologi Konseling, 56.
       [9] Ibid., 57.
       [10] Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi) (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), 303.
       [11] Hartono dan Boy Soedarmadji, Psikologi Konseling, 65-66.
       [12] Latipun, Psikologi Konseling (Malang: UMM Press, 2011), 165.
       [13] Sofyan S. Willis, Konseling Individual: Teori dan Praktek (Bandung: Alfabeta, 2014), 79.
       [14] Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan, Landasan BImbingan & Konseling (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), 37-38.
       [15] Rollo May, Seni Konseling (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), 169.
       [16] Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan, Landasan BImbingan & Konseling, 38-40.
       [17] Andi Mappiare AT., Pengantar Konseling dan Psikoterapi (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), 119.
       [18] Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan, Landasan BImbingan & Konseling, 41-43.
       [19]  Umi Rohmah, Pengantar Bimbingan dan Konseling, 60-61.
       [20] Ibid., 62-64.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tiga Dimensi Teknologi Pendidikan (Teori, Bidang Garapan, dan Profesi)

Tiga Dimensi Teknologi Pendidikan (Teori, Bidang Garapan, dan Profesi) Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “ Tekno...