Sabtu, 05 Januari 2019

Pembaharuan dalam Islam



PEMBAHARUAN DALAM ISLAM
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Metodologi Studi Islam
LOGO IAIN.jpg
Disusun Oleh:
Liya Rizki Fadillah                 (210315058)

Kelas/Semester:
TB.B/III

Dosen Pengampu:
Dr. Sugihanto, M.Ag

FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) PONOROGO
DESEMBER 2016


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa agama Islam diturunkan oleh Allah kapada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril. Sejak saat itulah Rasulullah SAW mulai menyebarkan agama Islam ke seluruh penjuru dunia khususnya Jazirah Arab.
Agama Islam mulai berkembang semakin pesat ke seluruh Arab Saudi, walaupun masih mendapat penolakan dan ancaman dari kaum kafir Quraisy. Dengan usaha keras dan pantang menyerah dari Rasulullah SAW agama Islam telah menyebar ke seluruh penjuru Arab. Hingga beliau wafat, perjuangan untuk menyiarkan dan mendirikan agama Islam tidaklah berhenti begitu saja. Sepeninggalan beliau, perjuangan beliau dilanjutkan oleh para 4 khalifah yaitu Abu Bakar As-Siddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Mereka semua hanya mempunyai satu tujuan yaitu memperjuangkan agama Tauhid yaitu agama Islam.
Dalam sejarahnya Islam terbagi menjadi ke dalam 3 periode yaitu: periode klasik, periode pertengahan, dan periode modern. Sebagai umat Islam yang bertaqwa kepada Allah SWT, maka kita juga haruslah mengetahui perkembangan Islam, terutama pada abad pertengahan yang tentunya sangat berperan penting dalam perkembangan agama Islam sampai sekarang ini.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Islam pada fase kemunduran?
2.      Bagaimana Islam pada fase tiga Kerajaan Besar?


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Periode Pertengahan
Periode pertengahan berjalan selama 550 tahun, dalam rentang waktu antara tahun 1250 M sampai dengan tahun 1800 M. periode ini terbagi kepada dua masa: pertama, Masa Kemunduran I (1250 M-1500 M); kedua, Masa Tiga Kerajaan Besar (1500-1800 M).[1]
1.      Masa Kemunduran
Jatuhnya Kota Baghdad pada tahun 1258 M ke tangan bangsa-bangsa Mongol bukan saja mengakhiri khilafah Abbasiyah, tetapi juga merupakan awal dari masa kemunduran politik dan peradaban Islam, karena Baghdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam yang sangat kaya akan khazanah ilmu pengetahuan itu ikut pula lenyap dibumihanguskan oleh pasukan Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan.
Pada masa ini, Jengis Khan dan keturunannya datang membawa penghancuran ke dunia Islam. Jengis Khan berasal dari Mongolia. Setelah menduduki Peking di tahun 1212 M, ia mengalihkan serangan-serangannya ke arah barat. Satu demi satu kerajaan-kerajaan Islam jatuh ketangannya. Transoxania dan Khawarzm dikalahkan di tahun 1219/1220 M, kemudian Kerajaan Ghazna pada tahun 1221 M, Azarbaijan pada tahun 1223 M dan Seljuk di Asia Kecil pada tahun 1243 M dari sini ia meneruskan serangan-serangannya ke Eropa dan Rusia.
Serangan ke Baghdad dilakukan oleh cucu-cucunya. Setelah dia mengalahkan Khurasan di Persia, kemudian dia mengalahkan Hasysyasyin di Alamut. Pada permulaan tahun 1258 M ia sampai ke tepi kota Bghdad. Perintah untuk menyerah ditolak oleh khalifah Al-Mu’tashim dan kota Baghdad dikepung. Akhirnya pada tanggal 10 Pebruari 1258 M benteng kota ini, dapat ditembus dan Baghdad dihancurkan. Khalifah dan keluarganya serta sebagian besar dari penduduk dibunuh. Beberapa dari anggota keluarga Bani Abbas dapat melarikan diri dan ada juga yang akhirnya menetap di Mesir. Dari sini Hulagu meneruskan ke Suria dan dari Suria kemudian memasuki Mesir. Akan tetapi, pada tahun 1260 M dapat dikalahkan oleh Baybars, Jendral Mamluk dari Mesir.[2] Baghdad selanjutnya diperintah oleh Dinasti Nkhan (gelar bagi Hulagu).[3]
Daerah yang dikuasai dinasti Nkhan ini adalah daerah yang terletak antara Asia Kecil dan Barat serta India di Timur, dengan ibu kota Tabriz. Hulagu meninggal tahun 1265 M, dan diganti oleh anaknya bernama Abaga (1265-1282 M) yang masuk Kristen. Kemudian rajanya yang ketiga bernama Tegudar (1282-1284 M) masuk Islam. Karena masuk Islam, Ahmad Tegudar menerima banyak tantangan dari para pembesar kerajaan lainnya. Akhirnya dia ditangkap dan dibunuh oleh Arghun yang kemudian menggantikannya menjadi raja. Raja dinasti Nkhan ini sangat kejam terhadap umat Islam, sehingga banyak dari mereka yang dibunuh dan diusir.
Setelah lebih dari satu abad umat Islam menderita dan berusaha bangkit dari kehancurannya akibat serangan bangsa Mongol di bawah Hulagu Khan. Kemudian malapetaka yang tidak kurang dahsyatnya datang kembali, yaitu serangan yang juga datang dari keturunan bangsa Mongol. Berbeda dari Hulagu Khan dan keturunannya pada dinasti Nkhan, penyerang kali ini sudah masuk Islam, tetapi sisa-sisa kebiadaban dan kekejaman masih melekat kuat. Serangan itu dipimpin oleh Timur Lenk, seorang yang berasal dari keturunan Jengis Khan. Ia dapat menguasai Samarkand di tahun 1369 M. dinasti Timur Lenk ini berkuasa sampai pertengahan kedua dari abad XV. Kaganasan Timur ini digambarkan oleh pembunuhan massal yang dilakukannya di kota-kota yang tidak mau menyerah bahkan melawan kedatangannya. Di kota-kota yang telah ditundukkan ia dirikan piramida dari tengkorak rakyat yang dibunuh. Masjid-masjid dan madrasah-madrasah dihancurkan, kesimpulannya setiap tempat dimana dia datang, ia senantiasa membawa penghancuran.
Mesir adalah salah satu negeri Islam yang selamat dari serangan-serangan bangsa Mongol, baik serangan dari Hulagu Khan Maupun serangan dari Timur Lenk. Ketika itu, Mesir di bawah kekuasaan dinasti Mamalik. Kata Mamalik adalah jamak dari kata “Mamluk” yang berarti budak, karena dinasti “Mamalik” ini didirikan oleh para budak. Mereka ditempatkan pada kelompok tersendiri yang terpisah dari masyarakat. Oleh penguasa Ayyubiyah yang terakhir bernama Ash-Malik Al-Shalih, mereka dijadikan pengawal untuk mrnjamin kelangsungan kekuasaannya. Pada masa ini, mereka mendapatkan hak-hak istimewa, baik dalam karir ketentaraan maupun dalam imbalan-imbalan material.
Ketika Al-Malik Ash-Shalih meninggal dunia (1249 M), anaknya Turansyah, naik tahta sebagai Sultan. Kemudian pada tahun 1250 M, pemerintahan Mamalik dibawah pimpinan Aybak dan Baybars berhasil membunuh Turansyah. Istri Al-Mamalik Al-Shalih bernama Al-Syajarah Al-Durr adalah salah seorang yang juga berasal dari kalangan Al-Mamalik berusaha mengambil kendali pemerintahan, sesuai dengan kesepakatan golongan Mamalik itu. Kemudian dia kawin dengan salah seorang tokoh Mamalik yang bernama Aybak dan menyerahkan kepemimpinan kepadanya. Aybak berkuasa selama tujuh tahun (1250-1257 M). Setelah meninggal ia digantikan oleh anaknya yang bernama Ali. Karena ia masih terlalu sangat muda, akhirnya dia mengundurkan diri pada tahun 1259 M, dan digantikan oleh wakilnya bernama Qutuz. Tidak lama setelah Qutuz meninggal dunia, Baybars naik tahta menggantikannya. Dia termasuk seorang pemimpin militer yang tangguh dan cerdas, dan dia juga termasuk salah satu Sultan terbesar dan termashur di antara 47 Sultan Mamalik, dan dia pula yang dipandang sebagai pembangun hakiki dinasti Mamalik ini.
Persaingan dan peperangn untuk merebut kekuasaan juga terjadi di India, sehingga India senantiasa menghadapi perubahan penguasa. Dinasti timbul untuk kemudian dijatuhkan dan diganti oleh yang lain. Kekuatan Dinasti Ghaznawi oleh pengikut-pengikut Gahur Khan, yang berasal dari salah satu suku bangsa Turki. Mereka masuk ke India tahun 1175 M dan bertahan sampai tahun 1206 M. India kemudian jatuh ke tangan Qutduddin Aybak, yang selanjutnya menjadi pendiri dinasti Mamluk India (1206-1290 M), kemudian jatuh ke tangan dinasti Khalji (1296-1316 M), selanjutnya dinasti Thuglug (1320-1413 M), dan dinasti-dinasti lain, sehingga Babur datang di permulaan abad XVI dan membentuk Kerajaan Mughal di India.
Sementara di Spanyol timbul peperangan antara dinasti-dinasti lain yang ada di sana dengan raja-raja Kristen. Di dalam peperangan itu, raja-raja Kristen dapat memakai politik Adu Domba antar dinasti-dinasti Islam tersebut. Sementara itu dinasti-dinasti Kristen mengadakan persatuan, sehingga satu demi satu dinasti-dinasti Islam dapat dikalahkan. Cordova jatuh pada tahun 1238 M. Seville pada tahun 1248 M, dan akhirnya Granada jatuh di tahun 1491 M.
Desentralisasi dan disintegrasi dalam dunia Islam pada masa ini semakin meningkat, sehingga secara formal sebutan khalifah sudah tidak digunakan lagi. Islam tidak lagi mempunyai khalifah yang diakui oleh semua umat sebagai lembaga persatuan dan ini berlaku sampai di abad keenam belas, Kerajaan Utsmani mengangkat khalifah yang baru di Istambul. Bagian yang merupakan pusat dunia Islam jatuh ke tangan bukan Islam, lebih dari itu Islam hilang dari Spanyol.
Perbedaan antar intern agama dan suku semakin menajam, antara kaum Sunni dan Syi’ah, demikian pula antara suku Arab dengan Persia, sehingga dunia Islam semakin pecah berkeping-keping kepada beberapa sekte dan suku. Namun di lain pihak, pengaruh aliran-aliran terikat bertambah luas di dunia Islam.[4] Perpecahan juga terjadi di antara para pengikut mazhab fikih. Para ulama pengikut mazhab disibukkan dengan kegiatan pembelaan dan penguatan mazhab yang dianutnya, bahkan cenderung beranggapan bahwa mazhabnyalah yang paling benar. Hal ini mendorong semakin turunnya semangat ijtihad dan akhirnya “meninggalkan” ijtihad. Akhirnya, fikih tidak berkembang; yang berkembang adalah budaya ittiba dan taqlid.[5] Perhatian pada ilmu pengetahuan sedikit sekali, tetapi sebaliknya Islam memperoleh pemeluk-pemeluk baru di daerah-daerah yang selama itu belum dimasuki Islam.[6]
2.      Masa Tiga Kerajaan Besar
Keadan politik umat Islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali setelah muncul dan berkembangnya tiga kerajaan besar yang terdiri dari atas:
a.    Kerajaan Utsmani di Turki;
b.    Kerajaan Mughal di India;
c.    Kerajaan Safawi di Persia.
Masa Tiga Kerajaan Besar ini terbagi kepada dua masa:
a.    Masa kemajuan (1500-1700 M)
b.    Masa kemunduran II (1700-1800 M)
Setelah Timur Lenk meninggal dunia pada tahun 1405 M, Kerajaan Mongol dipecah dan dibagi-bagi kepada putra-putranya yang satu sama lainnya saling berselisih dalam merebut kekuasaan. Kondisi ini dimanfaatkan oleh penguasa Turki Utsmani untuk melepaskan diri dari kekuasaan Mongol. Setelah sepuluh tahun perebutan kekuasaan terjadi, akhirnya Muhammad (selanjutnya disebut Muhammad I) berhasil mengalahkan saudara-saudaranya. Kemudian usahanya diteruskan oleh Murad II (1421-1451 M), sehingga Turki Utsmani mencapai puncak kemajuannya pada masa Muhammad II atau biasa disebut Muhammad Al-Fatih.
Sultan Muhammad Al-Fatih dari kerajaan Utsmani ini pada tahun 1453 M dapat mengalahkan Kerajaan Bizantium dan Konstantinopel. Dengan terbukanya Konstantinopel sebagai benteng pertahanan terkuat kerajaan Bizantium, lebih mudah bagi arus ekspansi Turki Utsmani ke Benua Eropa. Akan tetapi setelah Sultan Salim I naik tahta, ia mengalihkan perhatian ke arah timur dengan menaklukkan Persia, Syria dan dinasti Mamalik di Mesir. Usaha Sultan Salim I ini dikembangkan oleh Sultan Sulaiman Al-Qanuni (1520-1566 M). Ia tidak mengarahkan ekspansinya ke salah satu arah, timur atau barat, tetapi seluruh wilayah yang berada di sekitar Turki Utsmani merupakan objek sasarannya, sehingga dia berhasil menduduki Irak, Belgrado, Pulau Rodhes, Tunis, Budapest dan Yaman. Dengan demikian luas wilayah Turki Utsmani pada masa Sultan Sulaiman Al-Qanuni mencakup Asia Kecil, Armenia, Irak, Sina, Hejaz, dan Yaman di Asia, Mesir, Libiya, Tunis, dan Aljazair di Afrika, Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan Rumania di Eropa.
Sementara itu di Persia muncul satu dinasti baru yang kemudian merupakan suatu kerajaan besar di dunia Islam. Dinasti ini berasal dari seorang sufi Syaikh Ishaq Safiuddin (1252-1334 M) kelahiran Aradabil di Azerbaijan. Syeikh Safiudin beraliran Syi’ah dan mempunyai pengaruh besar di daerah itu. Cucunya Syeikh Ismail Safawi dapat mengalahkan dinasti-dinasti lain terutama kedua suku bangsa Turki Kambing Hitam dan Kambing Putih, sehingga akhirnya dinasti Safawi dapat menguasai seluruh daerah Persia. Di sebelah Barat Kerajaan Safawi berbatasan dengan Kerajaan Utsmani dan di sebelah timur dengan India yang pada waktu itu berada di bawah kekuasaan Kerajaan Mughal. Syah Ismail membuat aliran Syi’ah sebagai madzhab yang dianut negara. Di antara sultan-sultan besar dari Kerajaan Safawi selain Syah Ismail (1500-1524 M), terdapat nama-nama lain seperti, Syah Tahmasp (1524-1576 M) dan Syah Abbas (1557-1629 M). sesudah Syah Abbas, raja-raja Safawi tidak ada yang kuat lagi dan akhirnya dapat dijatuhkan oleh Nadir Syah (1736-1747 M), kepala dari salah satu suku bangsa TUrki yang terdapat di Persia saat itu.
Kerajaan Mughal di India dengan Delhi sebagai ibu kota, didirikan oleh Zahiruddin Babur (1482-1530 M) salah satu dari cucu Timur Lenk. Setelah menundukkan Kabul ia melalui Khybar Pass, menyebrang ke India di tahun 1505 M. Punjab ibukota Lahore jatuh di bawah kekuasaannya di tahun 1523 M dan empat tahun kemudian India bagian tengah dapat dikuasainya. Anaknya bernama Humayun (1530-1556 M) menggabungkan diri dengan Malwa dan Gujarat ke daerah-daerah yang dikuasai Kerajaan Mughal. Kemudian anak Humayun bernama Akbar (1556-1606 M) menaklukkan Bengal dan raja-raja India yang masih ada pada waktu itu.[7] Dalam bidang agama, Akbar salah satu raja Mughal India, mempunyai pendapat yang liberal. Ia ingin menyatukan semua agama dalam satu bentuk agama baru yang diberinama Din Illahy.[8] Sultan-sultan yang besar setelah Akbar antara lain adalah Jehangir dengan permaisurinya bernama Nur Jehan (1605-1627 M), Syah Jehan (1628-1658 M), dan Aurangzeb (1659-1707 M). sesudah Aurangzeb, para Sultan yang menguasai Kerajaan Mughal seluruhnya lemah, tidak mempunyai kekuatan dan kekuasaan, sehingga mereka tidak dapat mempertahankan Kerajaan Mughal.
Masing-masing dari tiga Kerajaan Besar ini mempunyai masa kejayaannya sendiri, terutama dalam bentuk literatur dan arsitek. Pada masa ini literatur dalam bahasa Turki mulai muncul, karena di masa-masa sebelumnya para pengarang Turki memakai bahasa Persia. Di zaman Sultan Salim I dan Sultan Sulaiman dikenal dua pengarang bernama Fuzuli dan Baki, yang kemudian disusun pada abad ke delapan belas oleh Nadim dan Syaikh Ghalib dalam bidang arsitek, para Sultan mendirikan istana-istana, masjid-mesjid, benteng-benteng dan lain sebagainya. Diantara masjid yang terkenal adalah Mesjid Aya Sofia, yang pada mulanya adalah sebuah gereja, kemudian Mesjid Sulaiman di Istambul. Di India, bahasa Urdu juga meningkat menjadi bahasa literatur dan menggantikan bahasa Persia yang sebelumnya dipakai di kalangan istana oleh para Sultan Delhi. Menurut sejarahnya, penulis-penulis besar pertama dalam bahasa ini adalah Mazhar, Sauda, Dard, dan Mir, kesemuanya hidup pada abad kedelapan belas.
Gedung-gedung bersejarah yang ditinggalkan pada periode ini antara lain Taj Mahal di Agra, Benteng Merah, Jama Masjid, istana-istana dan gedung-gedung pemerintahan di Delhi. Kemudian gedung-gedung peninggalan di Persia, antara lain masjid-masjid yang indah, seperti Masjid Besar Isfahan, rumah-rumah sakit, jembatan raksasa, sekolah-sekolah, istana Chihil Sutun, dan lain sebagainya.
Sebaliknya pada periode ini perhatian para raja terhadap perkembangan ilmu pengetahuan sangat kurang, sehingga keberadaannya sangat merosot. Dengan timbulnya Turki dan India sebagai Kerajaan Besar, di samping bahasa Arab dan Persia, juga bahasa Turki dan bahasa Urdu, mulai berperan penting dalam Islam. Kedudukan bahasa Arab untuk menjadi bahasa persatuan bertambah menurun. Kemajuan Islam pada periode ini, atau dalam sejarahnya sering disebut sebagai Kemajuan Islam II, lebih banyak memusatkan kemajuannya dalam lapangan politik, dan keberadaannya jauh lebih kecil dari pada Kemajuan Islam I. oleh karena itu, setelah periode ini, Islam mengalami kemunduran yang disebut dengan Masa Kemunduran II.
Sesudah Sulaiman Al-Qanuni, Kerajaan Utsmani tidak lagi mempunyai sultan-sultan yang kuat dan masyhur. Kerajaan ini mulai memasuki fase kemundurannya di abad ke-17 M di dalam negeri timbul pemberontakan-pemberontakan. Dengan negara-negara tetangga terjadi peperangan. Janissary, nama yang diberikan kepada tentara Utsmani juga berontak. Sultan-sultan Utsmani berada di bawah kekuasaan Harem. Dalam pada itu di Eropa mulai pula timbul negara-negara yang kuat, sedangkan Rusia di bawah kekuasaan Peter Yang Agung telah pula berubah menjadi yang maju. Dalam peperangan dengan negara-negara ini, Kerajaan Utsmani mengalami kekalahan-kekalahan dan daerahnya di Eropa mulai diperkecil sedikit demi sedikit. Pada tahun 1924 M Kerajaan Utsmani lenyap dan sebagai gantinya timbul Republik Turki.
Kerajaan Safawi di Persia mendapat serangan dari Raja Afghan. Mir Muhammad dapat menguasai Asfahan di tahun 1722 M tetapi dalam pada itu, Nadir Syah seorang Jendral atas nama Syah Tahmasp II dapat merampas kembali ibu kota itu di tahun 1730 M kemudian ia sendiri yang menjadi Syah di Persia. Akan tetapi di tahun 1750 M Karim Khan dari dinasti Zand ditentang oleh dinasti Qajar dan akhirnya pada tahun 1794 M, Agha Muhammad dapat mengalahkan dinasti Zand. Semenjak itu, sampai tahun 1925 M Persia diperintah oleh dinasti Qajar.
Pada masa pemerintahan Aurangzeb di India yang mendapat gelar Alamghir terjadi pemberontakan-pemberontakan dari pihak golongan Hindu yang merupakan mayoritas penduduk India. Pemberontakan Sikh dipimpin oleh Guru Tegh Bahadur, dan kemudian dipimpin oleh Guru Gobind Singh. Golongan Rajput berontak di bawah pimpinan Raja Udaipur, dan kaum Mahratas dipimpin oleh Sivaji dan anaknya Sambaji. Sesudah Aurangzeb meninggal dunia, serangan-serangan pemberontak bertambah kuat, dan akhirnya daerah-daerah yang jauh dari Delhi, satu demi satu melepaskan diri dari kekuasaan Mughal. Sementara itu, Inggris telah pula turut memainkan peranan dalam politik India, dan pada tahun 1857 sampai dengan tahun 1974 M India menjadi negara jajahan Inggris.
Pada masa ini kekuatan militer dan politik umat Islam menurun. Perdagangan dan ekonomi umat Islam, dengan hilangnya monopoli dagang antara Timur dan Barat dari tangan mereka, jatuh. Ilmu pengetahuan di dunia Islam dalam keadaan stagnasi. Berbagai aliran tarikat diliputi oleh suasana khurafat dan superstisi. Umat Islam dipengaruhi oleh sifat fatalistik, dunia Islam dalam keadaan mundur dan statis. Dalam pada itu, Eropa dengan kekayaan-kekayaan yang diangkut dari Amerika dan laba yang timbul dari dagang langsung dengan Timur Jauh bertambah kaya dan maju. Penetrasi Barat yang kekuatannya bertambah besar ke dunia Islam yang didudukinya, semakin lama semakin mendalam. Akhirnya pada tahun 1798 M, Napoleon menduduki Mesir, sebagai salah satu pusat Islam yang terpenting. Jatuhnya pusat Islam ini ke tangan Barat, menginsafkan dunia Islam akan kelemahannya dan membuka mata mereka terhadap peradaban dunia Barat yang pada saat itu lebih tinggi daripada peradaban Islam. Hal ini merupakan ancaman dan tantangan bagi umat Islam untuk berkembang lebih maju lagi, terutama dalam bidang ilmu pengetahuan.[9]


BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan:
1.      Masa kemunduran diawali dengan jatuhnya Kota Baghdad pada tahun 1258 M ke tangan bangsa-bangsa Mongol yang juga mengakhiri khilafah Abbasiyah. Selain itu, perpecahan juga terjadi di antara para pengikut mazhab fikih. Hal ini mendorong semakin turunnya semangat ijtihad dan akhirnya “meninggalkan” ijtihad. Akhirnya, fikih tidak berkembang; yang berkembang adalah budaya ittiba dan taqlid. Pada masa kemunduran ini perhatian pada ilmu pengetahuan sedikit sekali, tetapi sebaliknya Islam memperoleh pemeluk-pemeluk baru di daerah-daerah yang selama itu belum dimasuki Islam.
2.      Pada masa Tiga Kerajaan Besar perhatian para raja terhadap perkembangan ilmu pengetahuan sangat kurang, sehingga keberadaannya sangat merosot. Dengan timbulnya Turki dan India sebagai Kerajaan Besar, di samping bahasa Arab dan Persia, juga bahasa Turki dan bahasa Urdu, mulai berperan penting dalam Islam. Kedudukan bahasa Arab untuk menjadi bahasa persatuan bertambah menurun. Pada masa tiga Kerajaan Besar lebih banyak memusatkan kemajuannya dalam lapangan politik, dan ilmu pengetahuan di dunia Islam dalam keadaan stagnasi.


DAFTAR PUSTAKA
Hakim, Atang Abd. dan Jaih Mubarok. Metodologi Studi Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003.

Yusuf, Ali Anwar. Studi Agama Islam. Bandung: CV Pustaka Setia, 2003.


[1] Ali Anwar Yusuf, Studi Agama Islam (Bandung: CV Pustaka Setia, 2003), 221.
[2] Ibid., 221-222.
[3] Atang Abd. Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), 145.
[4] Ali Anwar Yusuf, Studi Agama Islam, 222-224.
[5] Atang Abd. Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, 145-146.
[6] Ali Anwar Yusuf, Studi Agama Islam, 224.
[7] Ibid., 225-227.
[8] Atang Abd. Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, 146.  
[9] Ali Anwar Yusuf, Studi Agama Islam, 227-229.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tiga Dimensi Teknologi Pendidikan (Teori, Bidang Garapan, dan Profesi)

Tiga Dimensi Teknologi Pendidikan (Teori, Bidang Garapan, dan Profesi) Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “ Tekno...