PEMBAHARUAN
DALAM ISLAM
Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Metodologi
Studi Islam”
Disusun Oleh:
Liya Rizki Fadillah
(210315058)
Kelas/Semester:
TB.B/III
Dosen
Pengampu:
Dr. Sugihanto, M.Ag
FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) PONOROGO
DESEMBER 2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa agama Islam diturunkan
oleh Allah kapada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril. Sejak saat itulah
Rasulullah SAW mulai menyebarkan agama Islam ke seluruh penjuru dunia khususnya
Jazirah Arab.
Agama Islam mulai berkembang semakin pesat ke seluruh Arab Saudi,
walaupun masih mendapat penolakan dan ancaman dari kaum kafir Quraisy. Dengan
usaha keras dan pantang menyerah dari Rasulullah SAW agama Islam telah menyebar
ke seluruh penjuru Arab. Hingga beliau wafat, perjuangan untuk menyiarkan dan
mendirikan agama Islam tidaklah berhenti begitu saja. Sepeninggalan beliau,
perjuangan beliau dilanjutkan oleh para 4 khalifah yaitu Abu Bakar As-Siddiq,
Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Mereka semua hanya
mempunyai satu tujuan yaitu memperjuangkan agama Tauhid yaitu agama Islam.
Dalam sejarahnya Islam terbagi menjadi ke dalam 3 periode yaitu:
periode klasik, periode pertengahan, dan periode modern. Sebagai umat Islam
yang bertaqwa kepada Allah SWT, maka kita juga haruslah mengetahui perkembangan
Islam, terutama pada abad pertengahan yang tentunya sangat berperan penting
dalam perkembangan agama Islam sampai sekarang ini.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Islam pada fase
kemunduran?
2.
Bagaimana Islam pada fase tiga Kerajaan
Besar?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Periode Pertengahan
Periode pertengahan berjalan selama 550 tahun, dalam rentang waktu
antara tahun 1250 M sampai dengan tahun 1800 M. periode ini terbagi kepada dua
masa: pertama, Masa Kemunduran I (1250 M-1500 M); kedua, Masa
Tiga Kerajaan Besar (1500-1800 M).[1]
1.
Masa Kemunduran
Jatuhnya Kota
Baghdad pada tahun 1258 M ke tangan bangsa-bangsa Mongol bukan saja mengakhiri
khilafah Abbasiyah, tetapi juga merupakan awal dari masa kemunduran politik dan
peradaban Islam, karena Baghdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam
yang sangat kaya akan khazanah ilmu pengetahuan itu ikut pula lenyap
dibumihanguskan oleh pasukan Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan.
Pada masa ini,
Jengis Khan dan keturunannya datang membawa penghancuran ke dunia Islam. Jengis
Khan berasal dari Mongolia. Setelah menduduki Peking di tahun 1212 M, ia
mengalihkan serangan-serangannya ke arah barat. Satu demi satu kerajaan-kerajaan
Islam jatuh ketangannya. Transoxania dan Khawarzm dikalahkan di tahun 1219/1220
M, kemudian Kerajaan Ghazna pada tahun 1221 M, Azarbaijan pada tahun 1223 M dan
Seljuk di Asia Kecil pada tahun 1243 M dari sini ia meneruskan
serangan-serangannya ke Eropa dan Rusia.
Serangan ke
Baghdad dilakukan oleh cucu-cucunya. Setelah dia mengalahkan Khurasan di
Persia, kemudian dia mengalahkan Hasysyasyin di Alamut. Pada permulaan tahun
1258 M ia sampai ke tepi kota Bghdad. Perintah untuk menyerah ditolak oleh
khalifah Al-Mu’tashim dan kota Baghdad dikepung. Akhirnya pada tanggal 10
Pebruari 1258 M benteng kota ini, dapat ditembus dan Baghdad dihancurkan.
Khalifah dan keluarganya serta sebagian besar dari penduduk dibunuh. Beberapa
dari anggota keluarga Bani Abbas dapat melarikan diri dan ada juga yang
akhirnya menetap di Mesir. Dari sini Hulagu meneruskan ke Suria dan dari Suria
kemudian memasuki Mesir. Akan tetapi, pada tahun 1260 M dapat dikalahkan oleh
Baybars, Jendral Mamluk dari Mesir.[2]
Baghdad selanjutnya diperintah oleh Dinasti Nkhan (gelar bagi Hulagu).[3]
Daerah yang
dikuasai dinasti Nkhan ini adalah daerah yang terletak antara Asia Kecil dan
Barat serta India di Timur, dengan ibu kota Tabriz. Hulagu meninggal tahun 1265
M, dan diganti oleh anaknya bernama Abaga (1265-1282 M) yang masuk Kristen.
Kemudian rajanya yang ketiga bernama Tegudar (1282-1284 M) masuk Islam. Karena
masuk Islam, Ahmad Tegudar menerima banyak tantangan dari para pembesar
kerajaan lainnya. Akhirnya dia ditangkap dan dibunuh oleh Arghun yang kemudian
menggantikannya menjadi raja. Raja dinasti Nkhan ini sangat kejam terhadap umat
Islam, sehingga banyak dari mereka yang dibunuh dan diusir.
Setelah lebih
dari satu abad umat Islam menderita dan berusaha bangkit dari kehancurannya
akibat serangan bangsa Mongol di bawah Hulagu Khan. Kemudian malapetaka yang
tidak kurang dahsyatnya datang kembali, yaitu serangan yang juga datang dari
keturunan bangsa Mongol. Berbeda dari Hulagu Khan dan keturunannya pada dinasti
Nkhan, penyerang kali ini sudah masuk Islam, tetapi sisa-sisa kebiadaban dan
kekejaman masih melekat kuat. Serangan itu dipimpin oleh Timur Lenk, seorang
yang berasal dari keturunan Jengis Khan. Ia dapat menguasai Samarkand di tahun
1369 M. dinasti Timur Lenk ini berkuasa sampai pertengahan kedua dari abad XV.
Kaganasan Timur ini digambarkan oleh pembunuhan massal yang dilakukannya di
kota-kota yang tidak mau menyerah bahkan melawan kedatangannya. Di kota-kota
yang telah ditundukkan ia dirikan piramida dari tengkorak rakyat yang dibunuh.
Masjid-masjid dan madrasah-madrasah dihancurkan, kesimpulannya setiap tempat
dimana dia datang, ia senantiasa membawa penghancuran.
Mesir adalah
salah satu negeri Islam yang selamat dari serangan-serangan bangsa Mongol, baik
serangan dari Hulagu Khan Maupun serangan dari Timur Lenk. Ketika itu, Mesir di
bawah kekuasaan dinasti Mamalik. Kata Mamalik adalah jamak dari kata “Mamluk”
yang berarti budak, karena dinasti “Mamalik” ini didirikan oleh para
budak. Mereka ditempatkan pada kelompok tersendiri yang terpisah dari
masyarakat. Oleh penguasa Ayyubiyah yang terakhir bernama Ash-Malik Al-Shalih,
mereka dijadikan pengawal untuk mrnjamin kelangsungan kekuasaannya. Pada masa
ini, mereka mendapatkan hak-hak istimewa, baik dalam karir ketentaraan maupun
dalam imbalan-imbalan material.
Ketika
Al-Malik Ash-Shalih meninggal dunia (1249 M), anaknya Turansyah, naik tahta
sebagai Sultan. Kemudian pada tahun 1250 M, pemerintahan Mamalik dibawah
pimpinan Aybak dan Baybars berhasil membunuh Turansyah. Istri Al-Mamalik
Al-Shalih bernama Al-Syajarah Al-Durr adalah salah seorang yang juga berasal
dari kalangan Al-Mamalik berusaha mengambil kendali pemerintahan, sesuai dengan
kesepakatan golongan Mamalik itu. Kemudian dia kawin dengan salah seorang tokoh
Mamalik yang bernama Aybak dan menyerahkan kepemimpinan kepadanya. Aybak
berkuasa selama tujuh tahun (1250-1257 M). Setelah meninggal ia digantikan oleh
anaknya yang bernama Ali. Karena ia masih terlalu sangat muda, akhirnya dia
mengundurkan diri pada tahun 1259 M, dan digantikan oleh wakilnya bernama
Qutuz. Tidak lama setelah Qutuz meninggal dunia, Baybars naik tahta
menggantikannya. Dia termasuk seorang pemimpin militer yang tangguh dan cerdas,
dan dia juga termasuk salah satu Sultan terbesar dan termashur di antara 47
Sultan Mamalik, dan dia pula yang dipandang sebagai pembangun hakiki dinasti
Mamalik ini.
Persaingan dan
peperangn untuk merebut kekuasaan juga terjadi di India, sehingga India
senantiasa menghadapi perubahan penguasa. Dinasti timbul untuk kemudian
dijatuhkan dan diganti oleh yang lain. Kekuatan Dinasti Ghaznawi oleh
pengikut-pengikut Gahur Khan, yang berasal dari salah satu suku bangsa Turki.
Mereka masuk ke India tahun 1175 M dan bertahan sampai tahun 1206 M. India
kemudian jatuh ke tangan Qutduddin Aybak, yang selanjutnya menjadi pendiri
dinasti Mamluk India (1206-1290 M), kemudian jatuh ke tangan dinasti Khalji
(1296-1316 M), selanjutnya dinasti Thuglug (1320-1413 M), dan dinasti-dinasti
lain, sehingga Babur datang di permulaan abad XVI dan membentuk Kerajaan Mughal
di India.
Sementara di
Spanyol timbul peperangan antara dinasti-dinasti lain yang ada di sana dengan
raja-raja Kristen. Di dalam peperangan itu, raja-raja Kristen dapat memakai
politik Adu Domba antar dinasti-dinasti Islam tersebut. Sementara itu
dinasti-dinasti Kristen mengadakan persatuan, sehingga satu demi satu
dinasti-dinasti Islam dapat dikalahkan. Cordova jatuh pada tahun 1238 M.
Seville pada tahun 1248 M, dan akhirnya Granada jatuh di tahun 1491 M.
Desentralisasi
dan disintegrasi dalam dunia Islam pada masa ini semakin meningkat, sehingga
secara formal sebutan khalifah sudah tidak digunakan lagi. Islam tidak lagi
mempunyai khalifah yang diakui oleh semua umat sebagai lembaga persatuan dan
ini berlaku sampai di abad keenam belas, Kerajaan Utsmani mengangkat khalifah
yang baru di Istambul. Bagian yang merupakan pusat dunia Islam jatuh ke tangan
bukan Islam, lebih dari itu Islam hilang dari Spanyol.
Perbedaan
antar intern agama dan suku semakin menajam, antara kaum Sunni dan Syi’ah,
demikian pula antara suku Arab dengan Persia, sehingga dunia Islam semakin
pecah berkeping-keping kepada beberapa sekte dan suku. Namun di lain pihak,
pengaruh aliran-aliran terikat bertambah luas di dunia Islam.[4]
Perpecahan juga terjadi di antara para pengikut mazhab fikih. Para ulama
pengikut mazhab disibukkan dengan kegiatan pembelaan dan penguatan mazhab yang
dianutnya, bahkan cenderung beranggapan bahwa mazhabnyalah yang paling benar.
Hal ini mendorong semakin turunnya semangat ijtihad dan akhirnya “meninggalkan”
ijtihad. Akhirnya, fikih tidak berkembang; yang berkembang adalah budaya ittiba
dan taqlid.[5]
Perhatian pada ilmu pengetahuan sedikit sekali, tetapi sebaliknya Islam
memperoleh pemeluk-pemeluk baru di daerah-daerah yang selama itu belum dimasuki
Islam.[6]
2.
Masa Tiga Kerajaan Besar
Keadan politik
umat Islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali setelah muncul
dan berkembangnya tiga kerajaan besar yang terdiri dari atas:
a.
Kerajaan Utsmani di Turki;
b.
Kerajaan Mughal di India;
c.
Kerajaan Safawi di Persia.
Masa Tiga
Kerajaan Besar ini terbagi kepada dua masa:
a.
Masa kemajuan (1500-1700 M)
b.
Masa kemunduran II (1700-1800 M)
Setelah Timur
Lenk meninggal dunia pada tahun 1405 M, Kerajaan Mongol dipecah dan dibagi-bagi
kepada putra-putranya yang satu sama lainnya saling berselisih dalam merebut
kekuasaan. Kondisi ini dimanfaatkan oleh penguasa Turki Utsmani untuk
melepaskan diri dari kekuasaan Mongol. Setelah sepuluh tahun perebutan
kekuasaan terjadi, akhirnya Muhammad (selanjutnya disebut Muhammad I) berhasil
mengalahkan saudara-saudaranya. Kemudian usahanya diteruskan oleh Murad II
(1421-1451 M), sehingga Turki Utsmani mencapai puncak kemajuannya pada masa
Muhammad II atau biasa disebut Muhammad Al-Fatih.
Sultan
Muhammad Al-Fatih dari kerajaan Utsmani ini pada tahun 1453 M dapat mengalahkan
Kerajaan Bizantium dan Konstantinopel. Dengan terbukanya Konstantinopel sebagai
benteng pertahanan terkuat kerajaan Bizantium, lebih mudah bagi arus ekspansi
Turki Utsmani ke Benua Eropa. Akan tetapi setelah Sultan Salim I naik tahta, ia
mengalihkan perhatian ke arah timur dengan menaklukkan Persia, Syria dan
dinasti Mamalik di Mesir. Usaha Sultan Salim I ini dikembangkan oleh Sultan Sulaiman
Al-Qanuni (1520-1566 M). Ia tidak mengarahkan ekspansinya ke salah satu arah,
timur atau barat, tetapi seluruh wilayah yang berada di sekitar Turki Utsmani
merupakan objek sasarannya, sehingga dia berhasil menduduki Irak, Belgrado,
Pulau Rodhes, Tunis, Budapest dan Yaman. Dengan demikian luas wilayah Turki
Utsmani pada masa Sultan Sulaiman Al-Qanuni mencakup Asia Kecil, Armenia, Irak,
Sina, Hejaz, dan Yaman di Asia, Mesir, Libiya, Tunis, dan Aljazair di Afrika,
Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan Rumania di Eropa.
Sementara itu
di Persia muncul satu dinasti baru yang kemudian merupakan suatu kerajaan besar
di dunia Islam. Dinasti ini berasal dari seorang sufi Syaikh Ishaq Safiuddin
(1252-1334 M) kelahiran Aradabil di Azerbaijan. Syeikh Safiudin beraliran
Syi’ah dan mempunyai pengaruh besar di daerah itu. Cucunya Syeikh Ismail Safawi
dapat mengalahkan dinasti-dinasti lain terutama kedua suku bangsa Turki Kambing
Hitam dan Kambing Putih, sehingga akhirnya dinasti Safawi dapat menguasai
seluruh daerah Persia. Di sebelah Barat Kerajaan Safawi berbatasan dengan
Kerajaan Utsmani dan di sebelah timur dengan India yang pada waktu itu berada
di bawah kekuasaan Kerajaan Mughal. Syah Ismail membuat aliran Syi’ah sebagai
madzhab yang dianut negara. Di antara sultan-sultan besar dari Kerajaan Safawi
selain Syah Ismail (1500-1524 M), terdapat nama-nama lain seperti, Syah Tahmasp
(1524-1576 M) dan Syah Abbas (1557-1629 M). sesudah Syah Abbas, raja-raja
Safawi tidak ada yang kuat lagi dan akhirnya dapat dijatuhkan oleh Nadir Syah
(1736-1747 M), kepala dari salah satu suku bangsa TUrki yang terdapat di Persia
saat itu.
Kerajaan
Mughal di India dengan Delhi sebagai ibu kota, didirikan oleh Zahiruddin Babur
(1482-1530 M) salah satu dari cucu Timur Lenk. Setelah menundukkan Kabul ia
melalui Khybar Pass, menyebrang ke India di tahun 1505 M. Punjab ibukota Lahore
jatuh di bawah kekuasaannya di tahun 1523 M dan empat tahun kemudian India
bagian tengah dapat dikuasainya. Anaknya bernama Humayun (1530-1556 M)
menggabungkan diri dengan Malwa dan Gujarat ke daerah-daerah yang dikuasai
Kerajaan Mughal. Kemudian anak Humayun bernama Akbar (1556-1606 M) menaklukkan
Bengal dan raja-raja India yang masih ada pada waktu itu.[7]
Dalam bidang agama, Akbar salah satu raja Mughal India, mempunyai pendapat yang
liberal. Ia ingin menyatukan semua agama dalam satu bentuk agama baru yang
diberinama Din Illahy.[8]
Sultan-sultan yang besar setelah Akbar antara lain adalah Jehangir dengan
permaisurinya bernama Nur Jehan (1605-1627 M), Syah Jehan (1628-1658 M), dan
Aurangzeb (1659-1707 M). sesudah Aurangzeb, para Sultan yang menguasai Kerajaan
Mughal seluruhnya lemah, tidak mempunyai kekuatan dan kekuasaan, sehingga
mereka tidak dapat mempertahankan Kerajaan Mughal.
Masing-masing
dari tiga Kerajaan Besar ini mempunyai masa kejayaannya sendiri, terutama dalam
bentuk literatur dan arsitek. Pada masa ini literatur dalam bahasa Turki mulai
muncul, karena di masa-masa sebelumnya para pengarang Turki memakai bahasa
Persia. Di zaman Sultan Salim I dan Sultan Sulaiman dikenal dua pengarang
bernama Fuzuli dan Baki, yang kemudian disusun pada abad ke delapan belas oleh
Nadim dan Syaikh Ghalib dalam bidang arsitek, para Sultan mendirikan
istana-istana, masjid-mesjid, benteng-benteng dan lain sebagainya. Diantara
masjid yang terkenal adalah Mesjid Aya Sofia, yang pada mulanya adalah sebuah
gereja, kemudian Mesjid Sulaiman di Istambul. Di India, bahasa Urdu juga meningkat
menjadi bahasa literatur dan menggantikan bahasa Persia yang sebelumnya dipakai
di kalangan istana oleh para Sultan Delhi. Menurut sejarahnya, penulis-penulis
besar pertama dalam bahasa ini adalah Mazhar, Sauda, Dard, dan Mir, kesemuanya
hidup pada abad kedelapan belas.
Gedung-gedung
bersejarah yang ditinggalkan pada periode ini antara lain Taj Mahal di
Agra, Benteng Merah, Jama Masjid, istana-istana dan gedung-gedung pemerintahan
di Delhi. Kemudian gedung-gedung peninggalan di Persia, antara lain
masjid-masjid yang indah, seperti Masjid Besar Isfahan, rumah-rumah sakit,
jembatan raksasa, sekolah-sekolah, istana Chihil Sutun, dan lain sebagainya.
Sebaliknya
pada periode ini perhatian para raja terhadap perkembangan ilmu pengetahuan
sangat kurang, sehingga keberadaannya sangat merosot. Dengan timbulnya Turki
dan India sebagai Kerajaan Besar, di samping bahasa Arab dan Persia, juga
bahasa Turki dan bahasa Urdu, mulai berperan penting dalam Islam. Kedudukan
bahasa Arab untuk menjadi bahasa persatuan bertambah menurun. Kemajuan Islam
pada periode ini, atau dalam sejarahnya sering disebut sebagai Kemajuan Islam
II, lebih banyak memusatkan kemajuannya dalam lapangan politik, dan
keberadaannya jauh lebih kecil dari pada Kemajuan Islam I. oleh karena itu,
setelah periode ini, Islam mengalami kemunduran yang disebut dengan Masa
Kemunduran II.
Sesudah
Sulaiman Al-Qanuni, Kerajaan Utsmani tidak lagi mempunyai sultan-sultan yang
kuat dan masyhur. Kerajaan ini mulai memasuki fase kemundurannya di abad ke-17
M di dalam negeri timbul pemberontakan-pemberontakan. Dengan negara-negara
tetangga terjadi peperangan. Janissary, nama yang diberikan kepada tentara
Utsmani juga berontak. Sultan-sultan Utsmani berada di bawah kekuasaan Harem.
Dalam pada itu di Eropa mulai pula timbul negara-negara yang kuat, sedangkan
Rusia di bawah kekuasaan Peter Yang Agung telah pula berubah menjadi yang maju.
Dalam peperangan dengan negara-negara ini, Kerajaan Utsmani mengalami
kekalahan-kekalahan dan daerahnya di Eropa mulai diperkecil sedikit demi
sedikit. Pada tahun 1924 M Kerajaan Utsmani lenyap dan sebagai gantinya timbul
Republik Turki.
Kerajaan
Safawi di Persia mendapat serangan dari Raja Afghan. Mir Muhammad dapat
menguasai Asfahan di tahun 1722 M tetapi dalam pada itu, Nadir Syah seorang
Jendral atas nama Syah Tahmasp II dapat merampas kembali ibu kota itu di tahun
1730 M kemudian ia sendiri yang menjadi Syah di Persia. Akan tetapi di tahun
1750 M Karim Khan dari dinasti Zand ditentang oleh dinasti Qajar dan akhirnya
pada tahun 1794 M, Agha Muhammad dapat mengalahkan dinasti Zand. Semenjak itu,
sampai tahun 1925 M Persia diperintah oleh dinasti Qajar.
Pada masa
pemerintahan Aurangzeb di India yang mendapat gelar Alamghir terjadi
pemberontakan-pemberontakan dari pihak golongan Hindu yang merupakan mayoritas
penduduk India. Pemberontakan Sikh dipimpin oleh Guru Tegh Bahadur, dan
kemudian dipimpin oleh Guru Gobind Singh. Golongan Rajput berontak di bawah
pimpinan Raja Udaipur, dan kaum Mahratas dipimpin oleh Sivaji dan anaknya Sambaji.
Sesudah Aurangzeb meninggal dunia, serangan-serangan pemberontak bertambah
kuat, dan akhirnya daerah-daerah yang jauh dari Delhi, satu demi satu
melepaskan diri dari kekuasaan Mughal. Sementara itu, Inggris telah pula turut
memainkan peranan dalam politik India, dan pada tahun 1857 sampai dengan tahun
1974 M India menjadi negara jajahan Inggris.
Pada masa ini
kekuatan militer dan politik umat Islam menurun. Perdagangan dan ekonomi umat
Islam, dengan hilangnya monopoli dagang antara Timur dan Barat dari tangan
mereka, jatuh. Ilmu pengetahuan di dunia Islam dalam keadaan stagnasi. Berbagai
aliran tarikat diliputi oleh suasana khurafat dan superstisi. Umat Islam
dipengaruhi oleh sifat fatalistik, dunia Islam dalam keadaan mundur dan statis.
Dalam pada itu, Eropa dengan kekayaan-kekayaan yang diangkut dari Amerika dan
laba yang timbul dari dagang langsung dengan Timur Jauh bertambah kaya dan
maju. Penetrasi Barat yang kekuatannya bertambah besar ke dunia Islam yang didudukinya,
semakin lama semakin mendalam. Akhirnya pada tahun 1798 M, Napoleon menduduki
Mesir, sebagai salah satu pusat Islam yang terpenting. Jatuhnya pusat Islam ini
ke tangan Barat, menginsafkan dunia Islam akan kelemahannya dan membuka mata
mereka terhadap peradaban dunia Barat yang pada saat itu lebih tinggi daripada
peradaban Islam. Hal ini merupakan ancaman dan tantangan bagi umat Islam untuk
berkembang lebih maju lagi, terutama dalam bidang ilmu pengetahuan.[9]
BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan:
1.
Masa kemunduran diawali dengan
jatuhnya Kota Baghdad pada tahun 1258 M ke tangan bangsa-bangsa Mongol yang
juga mengakhiri khilafah Abbasiyah. Selain itu, perpecahan juga terjadi di
antara para pengikut mazhab fikih. Hal ini mendorong semakin turunnya semangat
ijtihad dan akhirnya “meninggalkan” ijtihad. Akhirnya, fikih tidak berkembang;
yang berkembang adalah budaya ittiba dan taqlid. Pada masa
kemunduran ini perhatian pada ilmu pengetahuan sedikit sekali, tetapi sebaliknya
Islam memperoleh pemeluk-pemeluk baru di daerah-daerah yang selama itu belum
dimasuki Islam.
2.
Pada masa Tiga Kerajaan Besar
perhatian para raja terhadap perkembangan ilmu pengetahuan sangat kurang,
sehingga keberadaannya sangat merosot. Dengan timbulnya Turki dan India sebagai
Kerajaan Besar, di samping bahasa Arab dan Persia, juga bahasa Turki dan bahasa
Urdu, mulai berperan penting dalam Islam. Kedudukan bahasa Arab untuk menjadi
bahasa persatuan bertambah menurun. Pada masa tiga Kerajaan Besar lebih banyak
memusatkan kemajuannya dalam lapangan politik, dan ilmu pengetahuan di dunia
Islam dalam keadaan stagnasi.
DAFTAR PUSTAKA
Hakim, Atang Abd. dan Jaih Mubarok.
Metodologi Studi Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003.
Yusuf, Ali Anwar. Studi Agama
Islam. Bandung: CV Pustaka Setia, 2003.
[1] Ali Anwar Yusuf, Studi Agama Islam (Bandung:
CV Pustaka Setia, 2003), 221.
[2] Ibid., 221-222.
[3] Atang Abd. Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi
Studi Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), 145.
[4] Ali Anwar Yusuf, Studi Agama Islam,
222-224.
[5] Atang Abd. Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi
Studi Islam, 145-146.
[6] Ali Anwar Yusuf, Studi Agama Islam, 224.
[7] Ibid., 225-227.
[9] Ali Anwar Yusuf, Studi Agama Islam, 227-229.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar