STUDI MATERI POKOK BAHASAN MATA PELAJARAN FIQIH MTS KELAS
VIII SEMESTER II KURIKULUM 2013
Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah
“Studi
Materi Fiqih di MTs/MA”
Disusun oleh: PAI.B/
V kelompok 4:
Kirana Apriliany Nur Hanifah (210315041)
Liya Rizki Fadillah (210315058)
Jihan Adiba (210315061)
Dosen Pengampu:
Frandy Argadinata, M.H.
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU
KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) PONOROGO
OKTOBER 2017
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama islam
bertugas mendidik dzahir manusia, dan membebaskan diri manusia dari hawa nafsu.
Dengan ibadah yang tulus, ikhlas, dan aqidah yang murni sesuai kehendak Allah
SWT, insyaallah akan menjadi orang yang beruntung. Ibadah itu bermacam, salah
satunya adalah haji dan umrah. Haji merupakan rukun islam yang kelima setelah
syahadat, shalat, zakat, dan puasa.
Sebagai seorang
muslim yang ingin mendekatkan diri, atau setidaknya berusaha untuk taat kepada
Allah tentunya kita harus beribadah kepada Allah SWT untuk mendapat ridho-Nya.
Untuk mencapai hal tersebut salah satu yang bisa kita lakukan utamanya adalah
memakan makanan dan minuman yang halal dan menjauhi makanan dan minuman yang
haram. Selain itu untuk mencapai kesempurnaan dalam ibadah, hendaknya diiringi
dengan memberikan manfaat kepada orang lain, seperti memberi sedekah, hibah,
dan hadiah.
Untuk itu, dalam
makalah ini akan membahas tentang haji dan umrah, ketentuan sedekah, hibah, dan
hadiah, serta halal-haram makanan dan minuman.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
ketentuan haji dan umrah?
2.
Bagaimana
ketentuan sedekah, hibah, dan hadiah?
3.
Bagaimana
ketentuan halal-haram makanan dan minuman?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Ketentuan Haji dan Umrah
1.
Pengertian Haji
dan Umrah
Haji
(al-hajj) dalam bahasa Arab berarti al-qashd, yaitu menyengaja
atau niat (al-niyyat). Adapun makna haji dalam terminologi syara’
adalah berkunjung atau berziarah ke tempat-tempat tertentu (di kota Makkah
al-Mukarramah dalam rangka bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah.[1]
Ibadah haji adalah suatu kewajiban bagi setiap muslim. Di dalam Al-Qur’an
diperintahkan sebagai berikut:
¬!ur n?tã Ĩ$¨Z9$# kÏm ÏMøt7ø9$# Ç`tB tí$sÜtGó$# Ïmøs9Î) WxÎ6y 4 .... ÇÒÐÈ
Artinya: “Mengerjakan
haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup
mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (QS. Ali Imran: 97)[2]
Adapun
pengertian umrah menurut bahasa ialah “berziarah”, berkunjung ke tempat yang
ramai. Menurut pengertian istilah, umrah ialah menziarahi Ka’bah untuk
melakukan ibadah, yaitu tawaf dan sa’i.[3]
2.
Syarat Wajib dan
Rukun Haji dan Umrah
Syarat
wajib haji adalah sebagai berikut:
a.
Islam
b.
Berakal
c.
Baligh
d.
Merdeka
e.
Mampu[4]
Menurut
para ulama, ada 3 kemampuan yang harus dipenuhi dalam rangka menunaikan ibadah
haji, yaitu: kemampuan kesehatan (badan), kemampuan material/finansial
(keuangan), dan kemampuan keamanan (keselamatan).[5]
Rukun
haji terdiri atas enam macam, yaitu:
a.
Ihram
Ihram
adalah niat mengerjakan haji dengan memakai pakaian ihram dan meninggalkan
semua yang dilarang atau diharamkan dalam haji. Rasulullah bersabda:
اِنَّمَا
اْلاَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ (رواه البخارى)
Artinya:
“Sesungguhnya segala amal ibadah hanya sah apabila dengan niat.” (H.R.
Al-Bukhari)[6]
b.
Wukuf di Padang
Arafah
Wukuf
ialah keberadaan diri di Padang Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah, mulai dari
tergelincirnya matahari sampai matahari terbit tanggal 10 Dzulhijjah.[7]
c.
Thawaf Ifadlah
Thawaf
menurut istilah berarti mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali dengan syarat
tertentu disertai niat mendekatkan diri kepada Allah.[8]
Thawaf
ifadlah menjadi salah
satu rukun haji, artinya thawaf ini harus dilakukan oleh siapapun yang
melakukan ibadah haji.[9]
d.
Sa’i
Sa’i
ialah melakukan perjalanan sebanyak 7 kali antara Safa dan Marwah. Sa’i itu
dimulai dari Safa dan berakhir di Marwah.[10]
e.
Tahallul
Tahallul
ialah membuka ihram dengan cara menggunting rambut sedikitnya tiga helai.[11]
f.
Tertib
Menertibkan
rukun terssebut, artinya harus berurutan dimulai niat (ihram, wukuf, thawaf,
sa’i, dan menngunting rambut).[12]
Adapun
rukun umrah, sama dengan rukun haji. Namun yang membedakan pada rukun umrah
tidak terdapat wukuf.
3.
Macam-Macam Haji
a.
Haji Ifrad
Haji ifrad adalah menunaikan ibadah haji dengan cara
mendahulukan haji dari pada umrah. Dalam hal ini seseorang mengerjakan haji
sendiri dengan berihram di miqatnya dan mengerjakan umrah sendiri pula.
b.
Haji Qiran
Haji qiran adalah mengerjakan ibadah haji dan umrah
secara bersamaan, atau berihram dengan umrah dahulu, kemudian sebelum bertawaf
memasukkan haji kedalam umrah itu.
c.
Haji Tamattu’
Haji tamattu’ adalah melaksanakan ibadah haji dengan
mendahulukan umrah dari pada haji. Artinya, setelah selesai umrah barulah
mengerjakan haji.[13]
B.
Ketentuan Sedekah, Hibah, dan Hadiah
1.
Ketentuan Sedekah
a.
Pengertian Sedekah
Shadaqah yang di dalam bahasa Indonesia biasa disebut
dengan sedekah, memiliki pengertian, yaitu penyerahan hak milik suatu benda
yang diberikan tanpa imbalan kepada orang yang membutuhkan, semata-mata hanya
mengharap ridha Allah SWT. Sedekah adalah suatu amal
shalih yang dianjurkan oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW, baik di dalam kitab suci Al-Qur’an
maupun hadits Rasulullah SAW.
Firman
Allah mengenai sedekah terdapat
dalam surat Yusuf ayat 88 berikut:
ø-£|Ás?ur !$uZøn=tã ( ¨bÎ) ©!$# Ìøgs úüÏ%Ïd|ÁtFßJø9$# ÇÑÑÈ
Artinya:
“Dan bershadaqahlah kepada kami, sesungguhnya Allah memberi balasan kepada orang-orang
yang bershadaqah.” (Q.S. Yusuf: 88)[14]
b.
Bentuk-Bentuk
Sedekah
Sedekah dapat diwujudkan dalam berbagai
bentuk. Apabila tidak mempunyai harta, bersedekahlah dengan tenaga, apabila tidak dapat
sedekah dengan tenaga, maka dengan
perkataan yang baik pun
sudah termasuk sedekah.
Sabda Rasulullah SAW:
مَنِ
اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ اَنْ يَتَّقِى النَّار فَلْيَتَصَدَّقْ وَ لَوْ بَسِقِّ تَمْرَةٍ
فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَبِكَلِمَتِهِ الطَّيِّبَةِ (رواه احمد و مسلم)
Artinya:
“Barang siapa di antara kamu tidak sanggup memelihara diri dari api neraka,
maka bershadaqahlah meskipun hanya dengan sebiji kurma, maka barang siapa tidak
sanggup maka bershadaqahlah dengan perkataan yang baik.” (H.R. Ahmad dan
Muslim)
Bahkan menahan diri
agar tidak berbuat keburukan kepada orang lain pun juga termasuk sedekah. Di dalam Al-Qur’an, kata sedekah sering
disamakan dengan infak sehingga sedekah dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk. Sebagaimana
sabda Rasulullah SAW dalam hadits berikut:
لاَ تَحْقِرَنَّ مِنَ
الْمَعْرُوْفِ شَيْئًا وَ لَوْ اَنْ تَلْقَى اَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ (رواه مسلم)
Artinya:
“Janganlah sekali-kali engkau meremehkan suatu kebaikan walaupun hanya sekedar
menyambut kedatangan saudaramu dengan wajah (senyum) yang manis.” (H.R. Muslim)
Senyum manis yang dimaksud dalam haidts
di atas adalah menghormati orang lain atau teman yang beerkunjung ke rumah
kalian. Senyum yang manis lebih disukai daripada hidangan makanan yang disertai
muka cemberut.
Contoh-contoh
sedekah diantaranya yaitu memberi makanan, memberi pakaian, memberi minum,
membantu membawakan barang bawaan, menolong dari kesempitan dan kesusahan,
tersenyum dihadapan saudara, berjabatan tangan dengannya, mengucapkan salam
kepadanya, menanyakan kabarnya, dan lain-lain.[15]
2.
Ketentuan Hibah
a.
Pengertian Hibah
Hibah
berbeda dengan sedekah.
Hibah juga merupakan salah satu bentuk pemberian kepada orang lain. Ditinjau
dari segi bahasa hibah artinya yaitu pemberian, sedangkan ditinjau dari segi
istilah syara’ hibah adalah:
تَمْلِيْكُ الْعَيْنِ
بِلاَ عِوَاضٍ
Artinya:
“Memberikan sesuatu tanpa ada penggantinya.”
Jadi hibah adalah memberikan sesuatu
yang nyata dan tidak mengharapkan balasan dengan sesuatu apapun, atau memberi
sesuatu dengan cuma-cuma.
b.
Kepemilikan
Barang yang Dihibahkan
Harta
yang diberikan lewat hibah langsung beralih status kepemilikannya dari pemberi
hibah kepada pihak yang menerima barang hibah. Namun, pemberi hibah masih
memiliki peluang untuk menarik kembali barang yang dihibahkan kepada orang lain
(si penerima hibah),
yakni hibah yang diberikan orang tua kepada anaknya. Jadi, orang tua dapat
menarik kembali hibah kepada anaknya apabila orang tua melihat bahwa dengan
hibah tersebut, seorang anak justru menjadi lebih nakal, (terjerumus kepada
kehidupan yang tidak diridhai Allah SWT) Selain hibah orang tua kepada anaknya,
seorang pemberi hibah tidak boleh menarik hibahnya kembali dari si penerima
hibah.
c.
Hukum Hibah
Pada
dasarnya memberikan sesuatu kepada orang lain hukumnya adalah mubah (jaiz),
yang artinya boleh memberi, boleh juga tidak memberi. Dari hukum asal mubah itu
dapat menjadi wajib, haram, dan makruh. Keempat hukum hibah tersebut dijelaskan
berikut.
1)
Wajib
Hibah
yang diberikan kepada istri dan anak hukumnya wajib sesuai dengan kemampuan
sang suami atau ayah. Hal ini dikarenakan anak dan istri merupakan tangung
jawab suami/ayah.
2)
Haram
Hibah
menjadi haram hukumnya apabila harta yang telah dihibahkan ditarik kembali,
kecuali hibah orang tua kepada anaknya.
3)
Makruh
Hukum
hibah menjadi makruh apabila kalian mempunyai maksud mendapatkan imbalan atas
pemberian tersebut, meskipun imbalan yang diperoleh berimbang atau lebih
banyak.[16]
3.
Ketentuan Hadiah
a.
Pengertian
Hadiah
Hadiah
memiliki pengertian, memberikan sesuatu secara cuma-cuma dengan maksud untuk
memuliakan seseorang karena suatu kebaikan yang telah diperbuat, ditinjau dari
segi hukumnya, memberikan hadiah adalah mubah (boleh), sebagai mana yang
disebutkan dalam hadits riwayat Malik berikut ini:
تَصَافَحُوْا
يَذْهَبِ الْغِلُّ وَ تَهَادَوْا تَحَابُّوْا (رواه مالك)
Artinya:
“Hendaklah kalian saling berjabat tangan niscaya perasaan tidak senang hilang
dari kalian. Dan hendaklah kalian saling memberi hadiah niscaya kalian saling
mencintai.” (H.R. Malik)[17]
C.
Ketentuan
Halal-Haram Makanan dan Minuman
1.
Pengertian
Makanan dan Minuman Halal
Kata
halal dari bahasa Arab yang berarti disahkan atau dibolehkan. Adapun secara
istilah, makanan dan minuman halal adalah makanan dan minuman yang boleh
dimakan atau dikonsumsi oleh umat Islam. Semua makanan dan minuman yang berada
di muka bumi yang bermanfaat bagi pertumbuhan badan dan jiwa manusia menurut
hukum asalnya adalah halal (boleh) dimakan, terkecuali apabila ada larangan
dari syara’ (Al-Qur’an dan hadits) atau karena madharatnya (bahaya).
Firman Allah SWT:
$ygr'¯»t â¨$¨Z9$# (#qè=ä. $£JÏB Îû ÇÚöF{$# Wx»n=ym $Y7ÍhsÛ
Artinya: “Hai
sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di
bumi…”. (Q.S. Al-Baqarah: 168)
Dari
ayat tersebut jelas bahwa makanan yang dimakan oleh seorang muslim hendaknya
memenuhi dua syarat, yaitu:
a.
Halal, artinya
diperbolehkan untuk dimakan dan tidak dilarang oleh hukum syara’.
b.
Baik, artinya
makanan itu bergizi dan bermanfaat untuk kesehataan.
Dengan
demikian, “halal” itu ditinjau dari ilmu Islam, sedangkan “baik” ditinjau dari
ilmu kesehatan.
Dalam
Islam halal itu meliputi tiga hal, yaitu:
a.
Halal karena
zatnya, artinya benda itu memang tidak dilarang oleh hukum syara’. Tidak ada
ayat Al-Qur’an atau hadits nabi yang melarang tentang makanan tersebut, seperti
nasi, telur, susu, dan lain-lain.
b.
Halal cara
memperolehnya, artinya sesuatu yang halal itu harus diperoleh dengan cara yang
halal pula.
c.
Halal karena
proses atau cara pengolahannya, artinya selain sesuatu yang halal harus
diperoleh dengan cara yang halal pula. Maka cara atau proses pengolahannya pun
harus benar menurut hukum syara’.
Allah
menganjurkan kepada manusia untuk memakan makanan yang baik, sebagaimana firman
Allah SWT:
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=à2 `ÏB ÏM»t6ÍhsÛ $tB öNä3»oYø%yu
Artinya: “Hai
orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yangbbaik yang kami berikan
kepada kamu sekalian.” (Q.S. Al-Baqarah: 172)[18]
2. Jenis-jenis
Makanan dan Minuman Halal
a. Jenis
makanan halal
1) Semua
makanan yang tidak diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
2)
Semua makanan
yang baik-baik, tidak kotor, dan tidak menjijikkan.
3)
Semua makanan
yang tidak memberi madharat, tidak membahayakan kesehatan jasmani dan tidak
merusak akal, tidak merusak moral serta tidak merusak akidah.
Contoh
makanan yang halal, yaitu:
1)
Nabati atau
tumbuhan: misalnya padi, buah-buahan, sayur-sayuran.
2)
Hewani: misalnya
unta, kelinci, angsa, rusa, itik, penguin, sapi, burung beo, belalang, burung
merpati, kuda, ayam, jerapah, tupai, burung merak, kijang, kanguru, kambing,
burung unta, kambing hitam, merpati liar, semua bangkai ikan dan belalang
adalah halal dimakan, dan lain-lain.
Makanan halal
dari segi jenis ada tiga:
1)
Berupa hewan yang ada di darat
maupun di laut, seperti kelinci, ayam, kambing, sapi, burung, ikan.
2)
Berupa nabati (tumbuhan) seperti
padi, buah-buahan, sayur-sayuran dan lain-lain.
3)
Berupa hasil bumi yang lain seperti
garam.
Makanan yang
halal dari usaha yang diperolehnya, yaitu:
1)
Halal makanan dari hasil bekerja
yang diperoleh dari usaha yang lain seperti bekerja sebagai buruh, petani,
pegawai, tukang, sopir, dll.
2)
Halal makanan dari mengemis yang
diberikan secara ikhlas, namun pekerjaan itu halal, tetapi dibenci Allah
seperti pengamen.
3)
Halal makanan dari hasil sedekah,
zakat, infak, hadiah, tasyakuran, walimah, warisan, wasiat, dll.
4)
Halal makanan dari rampasan perang
yaitu makanan yang didapat dalam peperangan (ghoniyah).
b.
Jenis Minuman
Halal
Minuman
yang halal pada garis besarnya dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
1)
Semua jenis air
atau cairan yang tidak membahayakan bagi kehidupan manusia baik dari segi
jasmani, akal, jiwa maupun akidah.
2)
Air atau cairan
yang tidak memabukkan walaupun sebelumnya telah memabukkan, seperti arak yang
telah berubah menjadi cuka.
3)
Air atau cairan
itu bukan berupa benda najis atau benda suci yang terkena najis (mutanajis).
4)
Air atau cairan
yang suci itu didapatkan dengan cara-cara yang halal yang tidak bertentangan
dengan ajaran agama Islam.[19]
Contoh
minuman halal adalah: jus, air putih, susu, madu, minyak samin, teh,
kopi dan lain-lain.
3.
Pengertian
Makanan dan Minuman Haram
Haram
berarti larangan (dilarang) oleh agama. Makanan dan minuman yang haram, yaitu
makanan atau minuman yang tidak boleh dimakan oleh orang muslim karena dilarang
oleh syara’ (ajaran Islam). Semua makanan yang dilarang oleh syara’ pasti ada
bahayanya dan meninggalkan yang haram ada manfaatnya dan akan dapat pahala dari
Allah SWT.[20]
4.
Jenis-jenis
Makanan dan Minuman Haram
a.
Jenis Makanan
Haram
1)
Haram dengan
sendirinya
a)
Bangkai
Bangkai yaitu
hewan yang mati bukan dengan cara syar'i baik karena mati sendiri, atau karena
tercekik, dipukul, disetrum, jatuh dari tempat tinggi, terkena tanduk hewan
lain. Bangkai yang haram dimakan adalah semua binatang darat yang mati bukan
karena disembelih dengan tata cara penyembelihan yang dibenarkan syari’at
Islam. Misalnya binatang yang mati karena tertabrak mobil, ditusuk dengan besi,
dipukul dan tercekik. Kecuali tiga jenis bangkai ini yang dihalalkan, yaitu:
ikan, belalang, dan Janin yang berada dalam perut hewan yang disembelih.
Maksudnya jika hewan yang disembelih sedang hamil, maka janin yang ada dalam
perutnya halal untuk dimakan tanpa harus disembelih ulang.
b)
Darah
Darah yang
mengalir dari binatang atau manusia haram dikonsumsi, baik secara langsung
maupun dicampurkan pada bahan makanan karena dinilai najis, kotor, menjijikkan,
dan dapat mengganggu kesehatan. Demikian juga darah yang sudah membeku yang
lazim disebut maros atau didih. Sekalipun darah haram, namun ada pengecualian
yaitu: hati dan limpa, sisa-sisa darah yang menempel pada daging, tulang /
leher setelah disembelih.
c)
Daging babi
Ulama sepakat, daging babi haram
dikonsumsi. Demikian pula lemak babi yang dipergunakan dalam industri makanan
yang dikenal dengan istilah shortening, serta semua zat yang berasal dari babi
yang biasanya dijadikan bahan campuran makanan.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memungkinkan manusia
memproduksi bahan campuran makanan, minuman, obat-obatan, dan kosmetika dalam
bentuk gelatin, lemak, pepsin, dan lain-lain. Kebanyakan sumber gelatin adalah
hewan yang banyak digunakan di dunia Barat adalah babi. Gelatin tidak hanya
digunakan untuk memproduksi makanan, tetapi juga manisan, obat-obatan dan
produk-produk lainnya. Seluruh makanan, minuman, obat-obatan, dan kosmetika
yang mengandung unsur babi dalam bentuk apapun haram dikonsumsi.
d)
Binatang buas
Binatang buas yang memiliki gigi
taring atau burung yang mempunyai kuku mencengkeram adalah haram dimakan
dagingnya, misalnya: harimau, anjing, kera, gajah, dan kucing.
e)
Binatang Yang Menjijikkan
(Al-Khabaits)
Binatang yang menijijikkan (al
Khobaits) seperti binatang yang memakan kotoran dan binatang melata di atas
tanah, misalnya ulat, ular, dan kalajengking, dll adalah haram dikonsumsi,
kecuali ulat yang menyatu dengan buah-buahan sehingga sulit dipisahkan.
f)
Binatang yang hidup di daratan dan
sekaligus di lautan (Al-Barmawi)
Ulama berbeda pendapat tentang
hukum mengkonsumsi hewan yang hidup di dua alam, daratan dan sekaligus lautan
(air) misalnya: kodok, kepiting, dan ular. Menurut madzhab Hanafi dan Syafi’i
hukumnya haram (tidak halal). Menurut madzhab Maliki hukumnya mubah karena
tidak ada nash al Qur’an atau hadits yang secara khusus mengharamkannya. Sedangkan menurut madzhab Hambali, setiap
binatang laut yang bisa hidup di daratan, misalnya burung laut dan anjing laut,
tidak halal dimakan dagingnya kecuali jika disembelih. Akan tetapi jika
binatang tersebut tidak ada darahnya, misalnya kepiting, maka halal tanpa
disembelih terlebih dahulu.
g)
Makanan yang najis atau terkena
najis
Semua makanan yang najis atau
terkena najis (mutanajjis) adalah haram dikonsumsi. Misalnya telur yang keluar dari binatang yang
haram dimakan dagingnya, atau keluar dari hewan yang halal dimakan dagingnya
tetapi belum keras. Adapun telur yang keluar dari hewan yang halal dimakan
dagingnya dalam keadaan keras, hukumnya halal. Demikian juga susu yang keluar
dari hewan yang haram dimakan dagingnya. Akan tetapi jika keluar dari hewan
yang halal dimakan dagingnya adalah halal.
h)
Makanan yang membahayakan kesehatan
manusia
Semua jenis makanan yang
membahayakan kesehatan manusia, baik berupa nabati maupun hewani, haram
dikonsumsi karena salah satu tujuan mengkonsumsi adalah untuk menjaga
kesehatan. Seseorang yang mengidap penyakit tertentu diharamkan mengkonsumsi
makanan yang dapat menghambat penyembuhannya, apalagi jika menyebabkan semakin
parahnya penyakit yang diderita, meskipun makanan tersebut halal bagi orang
sehat. Misalnya, daging kambing. Meskipun halal dimakan bagi kebanyakan orang,
tetapi dapat berubah menjadi haram kalau dikonsumsi orang yang berpenyakit
darah tinggi. Makanan dan minuman yang mengandung kadar gula tinggi, halal
dikonsumsi kebanyakan orang, tetapi dapat berubah menjadi haram jika dikonsumsi
orang berpenyakit diabetes karena dapat memperparah penyakitnya. Termasuk jenis
makanan dan minuman yang membahayakan kesehatan manusia adalah racun. Islam
melarang umatnya mengkonsumsi semua makanan dan minuman yang mengandung racun,
baik yang berasal dari hewan, tumbuh-tumbuhan, dsb. Seseorang yang sengaja
menenggak racun untuk bunuh diri, maka selamanya akan menjadi penghuni Neraka.
i)
Makanan yang berpotensi memabukkan
Allah SWT mengharamkan segala
sesuiatu yang dapat mengganggu kesehatan manusia, terutama kesehatan akal
fikiran yang sangat vital bagi kehidupan mereka. Misalnya minuman keras
(khamar), yang berpotensi memabukkan dan semua yang membius, misalnya ganja
(hashisy), putauw, narkotika, dan obat-obatan terlarang lainnya.
2)
Haram karena faktor eksternal
a)
Binatang disembelih untuk sesaji
b)
Binatang yang disembelih tanpa
membaca basmalah
c)
Makanan yang dikonsumsi secara
berlebihan
d)
Makanan yang diperoleh dengan cara
haram
Pada dasarnya semua makanan yang
ada di muka bumi ini halal dikonsumsi sepanjang tidak berbahaya bagi fisik dan
psikis manusia. Akan tetapi akan dapat berubah menjadi haram, jika diperoleh
dengan cara yang diharamkan Allah SWT. Misalnya, makanan hasil curian, dibeli
dari uang hasil korupsi, manipulasi, riba, perjudian, pelacuran, dan
sebagainya.
Contoh
binatang yang haram diantaranya: rayap, singa, kutu, nyamuk, burung
hantu, musang, buaya, rubah, tikus got, kumbang kotoran, elang pengembara,
bunglon, keledai jinak, ular, kelelawar, babi, kumbang pohon, beruang, cacing,
serigala, lalat, kadal, kura-kura, burung rajawali, katak, kuskus, burung
elang, kalajengking, laba-laba, burung gagak, tikus, gajah, kera, kucing,
landak, anjing, burung bangau, lebah, macan tutul, semut, warol/biawak naga,
cicak, dll.
b.
Jenis Minuman
Haram
1)
Semua jenis
minuman yang memabukkan atau apabila diminum menimbulkan madharat dan merusak
badan, akal, jiwa, moral, dan akidah, seperti arak, (khamer), wisky, brendy,
dan lainnya.
2)
Minuman dari
benda najis atau benda suci yang terkena najis.
3)
Minuman yang
didapatkan dengan cara yang tidak halal atau yang bertentangan dengan ajaran
agama Islam.[21]
Minuman
yang haram secara garis besar yakni:
1)
Berupa hewani yang haramnya suatu
minuman dari hewan, seperti darah sapi, darah kerbau, bahkan darah untuk obat
seperti darah ular, darah anjing, dan lain-lain.
2)
Berupa nabati atau tumbuhan seperti
tuak dari buah aren, candu, morfin, air tape bertuak dari bahan ubi, anggur
telah bertuak, dan lain sebagainya.
3)
Berupa berasal dari perut bumi
yaitu: haram diminum seperti solar, bensin, spiritus, dan lainnya yang
membahayakan.
BAB
III
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa:
1.
Haji dan umrah
a.
Haji adalah berkunjung atau
berziarah ke tempat-tempat tertentu (di kota Makkah al-Mukarramah dalam rangka
bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah.
b.
Umrah adalah menziarahi Ka’bah untuk melakukan ibadah,
yaitu tawaf dan sa’i.
2.
Sedekah, hibah, dan hadiah
a.
Sedekah adalah suatu amal shalih yang
dianjurkan oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW, baik di dalam kitab suci Al-Qur’an
maupun hadits Rasulullah SAW.
b.
Hibah adalah memberikan sesuatu yang
nyata dan tidak mengharapkan balasan dengan sesuatu apapun, atau memberi
sesuatu dengan cuma-cuma.
c.
Hadiah adalah memberikan sesuatu
secara cuma-cuma dengan maksud untuk memuliakan seseorang karena suatu kebaikan
yang telah diperbuat.
3.
Halal-haram makanan dan minuman
a.
Makanan dan minuman halal adalah makanan
dan minuman yang boleh dimakan atau dikonsumsi oleh umat Islam. Halal dalam islam meliputi halal karena zatnya, cara
memperolehnya, dan proses atau cara pengolahannya.
b.
Makanan dan minuman haram adalah makanan
atau minuman yang tidak boleh dimakan oleh orang muslim karena dilarang oleh
syara’ (ajaran Islam), selain itu
juga karena ada banyak bahayanya dari pada manfaatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ayyub, Hasan. Fikih
Ibadah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2008.
Kementrian Agama Republik Indonesia. Buku Siswa Fikih Madrasah
Tsanawiyah kelas VIII. Jakarta: Kementrian Agama, 2015.
Luth, Thohir. Syariat Islam tentang Haji &
Umrah. Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2004.
Raya, Ahmad Thib dan Siti Musdah Mulia. Menyelami Seluk-Beluk Ibadah dalam
Islam. Jakarta:
Prenada Media, 2003.
Sidik Tono,
et.all., Ibadah dan Akhlak dalam Islam. Yogyakarta: UII Press Indonesia,
2002.
Team Guru PAI MTs. LKS Fiqih Madrasah Tsanawiyah Kelas VIII
Semester Genap. Sragen: Akik
Pustaka, Tanpa Tahun.
Ulfah, Isnatin. Fiqih Ibadah: Menurut al-Qur’an,
Sunnah, dan Tinjauan Berbagai Madzhab. Ponorogo: STAIN Po Press, 2009.
Zarkasyi, Imam. Fiqih 2
(Zakat, Puasa, Haji). Gontor:
Trimurti Press, 1415 H.
A. Pertanyaan
1. Aris Khoirudin
Apakah memberi emot senyum di media
sosial termasuk sedekah?
2. Suci Nur Alifah
Apakah orang yang mewakilkan haji
harus sudah haji terlebih dahulu?
3. Inayatur Rosyidah
Bagaimana hukum daging ayam yang
dijual di pasar, ketika kita tidak mengetahui apakah ayam tersebut disembelih
menurut syari’at Islam atau tidak?
4. Rosyida Amalia
Makanan ringan banyak mengandung
pengawet dan zat yang berbahaya bagi kesehatan jasmani. Apakah itu tidak haram?
5. Hamarzeha
Bagaimana hukumnya burung yang
ditembak mati?
6. Rofida Faizatul M.
Bagaimana hukumnya memakan semut?
7. Tri Dewi Obtivia
Bagaimana hukum memakan ulat sagu
yang menjijikkan?
[1] Isnatin Ulfah, Fiqih Ibadah: Menurut
al-Qur’an, Sunnah, dan Tinjauan Berbagai Madzhab (Ponorogo: STAIN Po Press,
2009), 188.
[2] Imam Zarkasyi, Fiqih 2 (Zakat, Puasa,
Haji) (Gontor: Trimurti Press, 1415 H), 29.
[3] Ahmad Thib Raya dan Siti Musdah Mulia, Menyelami
Seluk-Beluk Ibadah dalam Islam (Jakarta: Prenada Media, 2003), 229.
[4] Ibid., 234.
[5] Ibid., 237.
[6] Team Guru PAI MTs, LKS Fiqih Madrasah Tsanawiyah Kelas VIII Semester
Genap (Sragen: Akik Pustaka, Tanpa
Tahun), 7.
[7] Thohir Luth, Syariat Islam tentang Haji
& Umrah (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), 9.
[8] Ahmad Thib Raya dan Siti Musdah Mulia, Menyelami
Seluk-Beluk Ibadah dalam Islam, 262.
[9] Ibid., 265.
[10] Ibid., 248.
[11] Imam Zarkasyi, Fiqih 2 (Zakat, Puasa,
Haji), 32.
[12] Ibid.
[13] Sidik Tono, et.all., Ibadah dan Akhlak dalam Islam (Yogyakarta: UII
Press Indonesia, 2002), 80-81.
[14] Kementrian Agama Republik Indonesia, Buku Siswa Fikih Madrasah
Tsanawiyah kelas VIII (Jakarta: Kementrian Agama, 2015), 86.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar