Sabtu, 05 Januari 2019

Model Pengembangan Kurikulum



Model Pegembangan Kurikulum
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Pengembangan Kurikulum
LOGO IAIN.jpg
Disusun Oleh: kelompok 5:
Syukur Mahanani                   (210315074)
Rischa Yurita                          (210315066)
Liya Rizki Fadillah                 (210315058)

Kelas/Semester:
TB.B/III

Dosen Pengampu:
Siti Rohmaturrosyidah Ratnawati, M. Pd.I.

FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) PONOROGO
OKTOBER 2016

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Model – model pengembangan kurikulum memegang peranan penting dalam kegiatan pengembangan kurikulum. Sungguh sangat naif bagi para pelaku pendidikan di lapangan terutama guru, kepala sekolah, pengawas bahkan anggota komite sekolah jika tidak memahami dengan baik keberadaan, kegunaan dan urgensi setiap model–model pengembangan kurikulum. Salah satu fungsi pendidikan dan kurikulum bagi masyarakat adalah menyiapkan peserta didik untuk kehidupan di kemudian hari. Oleh karena itu ada beberapa ciri dasar yang dapat disimpulkan atas penyelenggaraan kurikulum dan pendidikan yaitu sadar akan tujuan, orientasi ke hari depan, dan sadar akan penyesuaian.
Pengembangan kurikulum tidak dapat lepas dari berbagai aspek yang mempengaruhinya, seperti cara berpikir, sistem nilai (nilai moral, keagamaan, politik,budaya, dan sosial), proses pengembangan, kebutuhan peserta didik, kebutuhan masyarakat maupun arah program pendidikan. Model pengembangan kurikulum merupakan suatu alternatif prosedur dalam rangka mendesain, menerapkan, dan mengevaluasi suatu kurikulum. Banyak model dalam pengembangan kurikulum yang dapat diterapkan dalam proses pendidikan, untuk lebih jelasnya maka makalah ini akan membahas mengenai model–model pengembangan kurikulum.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian model pengembangan kurikulum?
2.      Apa macam-macam model pengembangan kurikulum?


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Model
Model atau konstruksi merupakan ulasan teoritis tentang suatu konsepsi dasar. Dalam pengembangan kurikulum, model dapat merupakan ulasan teoritis tentang suatu proses kurikulum secara menyeluruh atau dapat pula merupakan ulasan tentang salah satu bagian kurikulum.[1]
Menurut Good dan Travers sebagaimana yang dikutip oleh Wina Sanjaya dalam bukunya yang berjudul Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), model adalah abstraksi dunia nyata atau representasi peristiwa kompleks atau sistem, dalam bentuk naratif, matematis, grafis, serta lambang-lambang lainnya.
Model berfungsi sebagai sarana untuk mempermudah berkomunikasi, atau sebagai petunjuk yang bersifat perspektif untuk mengambil keputusan, atau sebagai petunjuk perencanaan untuk kegiatan pengelolaan. Sementara menurut Nadler sebagaimana yang dikutip oleh Wina Sanjaya dalam judul buku yang sama, menjelaskan bahwa model yang baik adalah model yang menolong si pengguna untuk mengerti dan memahami suatu proses secara mendasar dan menyeluruh.
Menurut beliau manfaat model adalah:
1.      Model dapat menjelaskan beberapa aspek perilaku dan interaksi manusia.
2.      Model dapat mengintegrasikan seluruh pengetahuan hasil observasi dan penelitian.
3.      Model dapat menyederhanakan suatu proses yang bersifat kompleks.
4.      Model dapat digunakan sebagai pedoman untuk melakukan kegiatan.[2]
Pada intinya model pengembangan kurikulum adalah acuan atau langkah yang digunakan untuk mengembangkan dan menyusun sesuatu, dalam hal ini adalah kurikulum yang berfungsi untuk mempermudah, memberi petunjuk, memahami dan mengerti suatu proses perencanaan bagi si pengguna.
B.     Macam-Macam Model Pengembangan Kurikulum
Robert S. Zais dalam bukunya “Curriculum: Principles and Foundation” mengemukakan delapan model pengembangan kurikulum. Model-model itu adalah:
1.      The Administrative (Line-Staff) Model
Pengembangan kurikulum model ini sering disebut dengan istilah dari atas ke bawah (top down) atau lini staf (line-staff procedure), artinya pengembangan kurikulum ini dimulai dengan langkah pertama dari para pejabat tingkat atas untuk membuat keputusan dan kebijakan berkaitan dengan pengembangan kurikulum. Tim ini sekaligus sebagai tim pengarah dari pengembangan kurikulum. Langkah kedua adalah membentuk tim panitia pelaksana atau komisi untuk mengembangkan kurikulum yang didukung oleh beberapa anggota yang terdiri atas beberapa ahli, yaitu ahli pendidikan, kurikulum, disiplin ilmu, tokoh masyarakat, tim pelaksana pendidikan, dan pihak dunia kerja.[3]
Tugasnya adalah merumuskan tujuan kurikulum yang spesifik, menyusun materi, kegiatan pembelajaran, sistem penilaian, dan sebagainya sesuai dengan kebijakan steering committee. Hasil pekerjaannya direvisi oleh panitia pengarah. Jika dipandang perlu (tetapi hal ini jarang terjadi) akan diadakan uji coba (try-out) untuk meneliti kelayakan pelaksanaannya. Hal ini dikerjakan oleh suatu komisi yang ditunjuk oleh panitia pengarah, dan keanggotaannya terdiri atas sebagian besar kepala-kepala sekolah. Apabila pekerjaan itu telah selesai, diserahkan kembali kepada panitia pengarah untuk ditelaah kembali, baru kemudian diimplementasikan.[4]
2.      The Grass-Roots Model
Langkah-langkahnya: inisiatif pengembangan datangnya dari bawah (para pengajar), tim pengajar dari beberapa sekolah ditambah nara sumber lain dari orang tua peserta didik atau masyarakat luas yang relevan, pihak atasan memberikan bimbingan dan dorongan, untuk pemantapan konsep pengembangan yang telah dirintisnya diadakan lokakarya untuk mencari input yang diperlukan.[5]
Model grass-roots ini didasarkan atas empat prinsip, yaitu:
a.       Kurikulum akan bertambah baik, jika kemampuan profesional guru bertambah baik.
b.      Kompetensi guru akan bertambah baik, jika guru terlibat secara pribadi di dalam merevisi kurikulum.
c.       Jika guru terlibat dalam merumuskan tujuan yang ingin dicapai, menyeleksi, mendefinisikan dan memecahkan masalah, mengevaluasi hasil, maka hasil pengembangan kurikulum akan lebih bermakna.
d.      Hendaknya diantara guru-guru terjadi kontak langsung sehingga mereka dapat saling memahami dan mencapai suatu consensus tentang prinsip-prinsip dasar, tujuan, dan rencana.[6]
3.      The Demonstration Model
Model demonstrasi pada dasarnya bersifat grass roots, datang dari bawah. Model ini diprakarsai oleh sekelompok guru atau sekelompok guru bekerja sama dengan ahli yang bermaksud mengadakan perbaikan kurikulum. Model ini umumnya berskala kecil, hanya mencakup suatu atau beberapa sekolah, suatu komponen kurikulum atau mencakup keseluruhan komponen kurikulum. Karena sifatnya ingin mengubah atau mengganti kurikulum yang ada, pengembangan kurikulum sering mendapat tantangan dari pihak-pihk tertentu.[7]
Menurut Smith, Stanley, dan Shores yang dikutip oleh Nana Syaodih Sukmadinata dalam bukunya yang berjudul Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik, ada dua variasai model demonstrasi ini. Pertama, sekelompok guru dari satu sekolah atau beberapa sekolah ditunjuk untuk melaksanakan suatu percobaan tentang pengembangan kurikulum. Bentuk yang kedua, kurang bersifat formal. Beberapa orang guru yang merasa kurang puas dengan kurikulum yang ada, mencoba mengadakan penelitian dan pengembangan sendiri. Mereka mencoba menggunakan hal-hal lain yang berbeda dengan yang berlaku. Dengan kegiatan ini mereka mengharapkan ditemukan kurikulum atau aspek tertentu dari kurikulum yang lebih baik, untuk kemudian digunakan di daerah yang lebih luas.[8]
Keuntungan model demonstrasi antara lain: disebabkan kurikulum yang dihasilkan telah melalui uji coba dalam praktik yang nyata, maka dapat memberikan alternatif yang dapat bekerja; perubahan kurikulum pada bagian tertentu cenderung lebih mudah disepakati dan diterima daripada perubahan secara keseluruhan; mudah untuk mengatasi hambatan; dan menempatkan guru sebagai pengambil inisiatif dan nara sumber. Sedangkan kelemahan utama model ini adalah dapat menghasilkan antagonisme baru. Guru-guru yang tidak terlibat di dalam proses pengembangan cenderung bersikap apatis, curiga, tidak percaya, dan cemburu. Akibatnya, mereka akan menerima kurikulum baru itu dengan setengah hati.[9]


4.      Beauchamp’s System Model
Model ini dinamakan sistem Beauchamp, karena memang diciptakan dan dikembangkan oleh Beauchamp seorang ahli kurikulum. Beauchamp mengemukakan ada lima langkah dalam proses pengembangan kurikulum:
a.       Menetapkan wilayah atau arena yang akan melakukan perubahan suatu kurikulum.
b.      Menetapkan orang-orang yang akan terlibat dalam proses pengembangan kurikulum.
c.       Menetapkan prosedur yang akan ditempuh, yaitu dalam hal merumuskan tujuan umum dan khusus, memilih isi dan pengalaman belajar serta menetapkan evaluasi.
d.      Implementasi kurikulum.
e.       Melaksanakan evaluasi kurikulum.[10]
5.      Taba’s Inverted Model
Model terbalik ini dikembangkan oleh Hilda Taba atas dasar data induktif yang disebut model terbalik.[11] Dikatakan terbalik karena model ini merupakan cara yang lazim ditempuh secara deduktif sehingga model ini sifatnya lebih induktif. Model ini dimulai dengan melaksanakan eksperimen, diteorikan, kemudian diimplementasikan. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan antara teori dan praktik, serta menghilangkan sifat keumuman dan keabstrakan kurikulum, sebagaimana sering terjadi apabila dilakukan tanpa kegiatan eksperimental.[12]
Langkah-langkahnya sebagai berikut:
a.       Mendiagnosis kebutuhan, merumuskan tujuan, menentukan materi, menemukan penilaian, memperhatikan antara luas dan dalamnya bahan, kemudian disusunlah suatu unit kerikulum.
b.      Mengadakan try out.
c.       Mengadakan revisi atas dasar try out.
d.      Menyusun kerangka kerja teori.
e.       Mengemukakan adanya kurikulum baru yang akan didesiminasikan.[13]
6.      Roger’s Interpersonal Relations Model
Model ini berasal dari seorang psikolog Carl Rogers. Dia berasumsi bahwa “kurikulum diperlukan dalam rangka mengembangkan individu yang terbuka, luwes, dan adaptif terhadap situasi perubahan.” Kurikulum demikian hanya dapat disusun dan diterapkan oleh pendidik yang terbuka, luwes dan berorientasi pada proses.[14]
Langkah-langkah dalam model ini adalah:
a.       Diadakannya kelompok untuk dapatnya interpersonal di tempat yang tidak sibuk.
b.      Kurang lebih dalam satu minggu para peserta mengadakan saling tukar pengalaman, di bawah pimpinan staf pengajar.
c.       Kemudian diadakan pertemuan dengan masyarakat yang lebih luas lagi dalam satu sekolah, sehingga hubungan interpersonal akan menjadi lebih sempurna. Yaitu hubungan antara guru dengan guru, guru dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik dalam suasana yang akrab.
d.      Selanjutnya pertemuan diadakan dengan mengikutsertakan anggota yang lebih luas lagi, yaitu dengan mengikutsertakan para pegawai administrasi dan orang tua peserta didik. Dalam situasi yang demikian di harapkan masing-masing person akan saling menghayati dan lebih akrab, sehingga memudahkan berbagai pemecahan problem sekolah yang dihadapi.[15]

7.      The Systematic Action-Research Model
Model kurikulum ini didasarkan pada asumsi bahwa perkembangan kurikulum merupakan perubaahan sosial. Hal itu mencakup suatu proses yang melibatkan kepribadian orang tua, siswa guru, struktur sistem sekolah, pola hubungan pribadi dan kelompok dari sekolah dan masyarakat. Sesuai dengan asumsi tersebut model ini mnekankan pada tiga hal itu: hubungan insani, sekolah dan organisasi masyarakat, serta wibawa dari pengetahuan profesional.[16]
Adapun langkah-langkahnya adalah:
a.       Dirasa adanya problem proses belajar mengajar di sekolah yang perlu diteliti.
b.      Mencari sebab-sebab terjadinya problem dan sekaligus dicari pemecahannya. Kemudian menentukan putusan apa yang perlu diambil sehubungan dengan masalah yang timbul tersebut.
c.       Melaksanakan putusan yang telah diambil.[17]
d.      Mencari fakta secara meluas.
e.       Menilai tentang kekuatan dan kelemahannya.[18]
8.      Emerging Technical Model
Model teknologis ini terdiri atas tiga variasi model, yaitu model analisis tingkah laku, model analisis sistem, dan model berdasarkan komputer.
Model analisis tingkah laku memulai kegiatannya dengan jalan melatih kemampuan anak mulai dari yang sederhana sampai pada yang kompleks secara bertahap. Model analisis sistem memulai kegiatannya dengan jalan menjabarkan tujuan-tujuan secara khusus (output), kemudian menyusun alat-alat ukur untuk menilai keberhasilannya, selanjutnya mengidentifikasi sejumlah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses penyelenggaraannya. Model berdasarkan komputer memulai kegiatannya dengan jalan mengidentifikasi sejumlah unit-unit kurikulum lengkap dengan tujuan-tujuan pembelajaran khususnya. Setelah itu, guru dan peserta didik diwawancarai tentang pencapaian tujuan-tujuan tersebut dan data itu disimpan dalam komputer. Data komputer tersebut dimanfaatkan dalam menyusun materi pelajaran untuk peserta didik.[19]
Selain model-model di atas, masih ada juga model yang lainnya:
1.      Model Ralph Tyler
Ada empat tahapan yang harus dilakukan dalam pengembangan kurikulum model Ralph Tyler, yaitu menentukan tujuan pendidikan, menentukan proses pembelajaraan, menentukan organisasi kurikulum, menentukan evaluasi pembelajaran.[20]
Secara jelas tentang model pengembangan kurikulum, dapat dilihat pada gambar berikut:
Objectivies                                       What edicational purposes should to seek to attain?         


Selecting learning experience          What educational experience can be provided that are likely to attain these purposes?         

Organizing learning experience       How can these educational experience be effectively organized?

Evaluation                                        How can we determine whether these purposes are being attained?

2.      Model Dynamic Skilbeck
Menurut Skilbeck, model pengembangan kurikulum yang ia namakan model Dynamic, adalah model pengembangan kurikulum pada level sekolah (School Nased Curriculum Development).
Skilbeck menjelaskan model ini diperuntukkan untuk setiap guru yang ingin mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan sekolah. Langkah-langkahnya adalah:
a.       Menganalisis situasi.
b.      Memformulasikan tujuan.
c.       Menyusun program.
d.      Interpretasi dan implementasi.
e.       Monitoring, feedback, penilaian, dan rekonstruksi.[21]
Untuk lebih mudah memahami model yang ditawarkan Skilbeck, gambar berikut mungkin bias membantu:













 


Goal formulation
 
                 

                             


Program building
 
 
                                         

Interpretation and implementation
 
                                                     


 





3.      Model Wheeler
Menurut Wheeler, pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang membentuk lingkaran. Proses pengembangan kurikulum terjadi secara terus menerus. Wheeler berpendapat proses pengembangan kurikulum terdiri dari lima fase (tahap), yakni:
a.       Menentukan tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum bisa merupakan tujuan yang bersifat nurmatif yang mengandung tujuan filosofis atau tujuan pembelajaran umum yang bersifat praktis. Sedangkan tujuan khusus adalah tujuan yang bersifat spesifik dan objektif yakni tujuan yang mudah diukur ketercapaiannya.
b.      Menentukan pengalaman belajar yang mungkin dapat dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan yang dirumuskan dalam langkah pertama.
c.       Menentukan isi atau materi pembelajaran sesuai dengan pengalaman belajar.
d.      Mengorganisasi atau menyatukan pengalaman belajar dengan isi atau materi belajar.
e.       Melakukan evaluasi setiap fase pengembanagn dan pencapaiaan tujuan.
Bagaimana proses pengembangan kurikulum dan komponen-komponn apa saja dalam setiap pengembangan dapat di lihat pada gambar berikut:
4.      Model Nicholls
Model pengembangan kurikulum Nicholls menggunakan pendekatan siklus seperti Wheeler. Model Nicholls digunakan apabila ingin menyusun kurikulum baru yang diakibatkan oleh terjadinya perubahan situasi.
Ada lima langkah pengembangan kurikulum menurut Nicholls, yaitu:
a.       Analisis situasi
b.      Menentukan tujuan khusus
c.       Menentukan dan mengorganisasi isi pelajaran
d.      Menentukan dan mengorganisasi metode
e.       Evaluasi.[22]
Langkah-langkah tersebut digambarkan Nicholls sebagaimana di bawah ini:
5.      Kurikulum Terpadu (Integrated Curriculum)
Model pengembangan kurikulum terpadu (integrated curriculum) mengikuti cara yang pada dasarnya mengandung aspek-aspek yang sama dengan pengembangan kurikulum lainya, hanya saja setiap kurikulum memiliki variasi menurut hakikat kurikulum bersangkutan. Kurikulum terpadu dasarnya pada pemecahan suatu problem, yakni “problem sosial” (social problem) yang dianggap penting dan menarik bagianak didik.
Dalam melaksanakan kurikulum terpadu, disusunlah unit sumber (research unit) yang mencakup bahan (subject matter), kegiatan belajar (learning activity), dan sumber-sumber (resources) yang sangat luas.[23]
Dari macam-macam model pengembangan kurikulum yang telah dijelaskan diatas, sebenarnya masih banyak model pengembangan kurikulum yang lainnya.
Namun pada dasarnya semua kurikulum tersebut memiliki komponen tujuan, bahan, proses belajar mengajar, dan penilaian atau evaluasi yang sama.[24]


BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan:
1.      Model pengembangan kurikulum adalah acuan atau langkah yang digunakan untuk mengembangkan dan menyusun sesuatu, dalam hal ini adalah kurikulum yang berfungsi untuk mempermudah, memberi petunjuk, memahami dan mengerti suatu proses perencanaan bagi si pengguna.
2.      Menurut Robert S. Zais, ada delapan model pengembangan kurikulum yaitu: The Administrative (Line-Staff) model, The Grass-Roots Model, The Demonstration Model, Beauchamp’s System Model, Taba’s Inverted Model, Roger’s Interpersonal Relations Model, The System Action-Research Model, dan Emerging Technical Model. Akan tetapi selain itu juga masih ada banyak model pengembangan kurikulum yang lainnya seperti: Model Ralph Tyler, Model Dynamic Skilbeck, Model Wheeler, Model Nicholls, Kurikulum Terpadu (Integrated Curriculum), dan lain sebagainya. Namun pada dasarnya semua kurikulum tersebut memiliki komponen tujuan, bahan, proses belajar mengajar, dan penilaian atau evaluasi yang sama



DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014.

Dakir. Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004.

Hamid, Hamdani. Pengembangan Kurikulum Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia, 2012.

Idi, Abdullah. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007.

Sanjaya, Wina. Kurukulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembaangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.

Sukmadinata, Nana Syaodih. Pemnembangan Kurikulum: Teori dan Praktik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014.



[1] Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum (Bandung, PT Remaja Rodakarya, 2014), 137.
[2] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), 82.
[3] Hamdani Hamid, Pengembangan Kurikulum Pendidikan (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012), 133-134.
[4] Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, 138.
[5] Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), 96.
[6] Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, 139.
[7] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), 165.
[8] Ibid.
[9] Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, 140.
[10] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), 91-92.
[11] Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, 97.
[12] Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, 141.
[13] Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, 97-98. 
[14] Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, 142.
[15] Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, 98.
[16] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik, 169. 
[17] Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, 99.
[18] Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, 143.
[19] Ibid.
[20] Hamdani Hamid, Pengembangan Kurikulum Pendidikan, 133.
[21] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), 96.
[22] Ibid., 94-96.
[23] Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), 177.
[24] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tiga Dimensi Teknologi Pendidikan (Teori, Bidang Garapan, dan Profesi)

Tiga Dimensi Teknologi Pendidikan (Teori, Bidang Garapan, dan Profesi) Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “ Tekno...