Sabtu, 05 Januari 2019

Perbedaan Individual: Inteligensi



PERBEDAAN INDIVIDUAL: INTELIGENSI
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Psikologi Pendidikan
LOGO IAIN.jpg
Disusun Oleh: Kelompok 1
Ines Irene Windari                  (210315070)
Jihan Adiba                             (210315061)
Kirana Apriliany N.H             (210315041)
Lailatun Nurun Nafi’ah          (210315053)
Liya Rizki Fadillah                 (210315058)

Kelas/Semester:
TB.B/III

Dosen Pengampu:
Lia Amalia, M.SI.

FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) PONOROGO
OKTOBER 2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Inteligensi adalah kemampuan seseorang untuk memahami dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan baru dan belajar dari pengalaman untuk memecahkan suatu masalah. Inteligensi ini sangat erat hubungannya dengan kehidupan seseorang. Inteligensi seseorang memberi kemungkinan bergerak dan berkembang dalam bidang tertentu dalam kehidupannya. Namun demikian, tingkat inteligensi setiap orang pastilah berbeda-beda. Hal ini dikarenakan pada faktor-faktor yang mempengaruhi inteligensi itu sendiri.
Melihat hal itu, dalam makalah ini akan dibahas mengenai pengertian inteligensi, factor yang mempengaruhi inteligensi, macam-macam teori inteligensi, ciri-ciri perbuatan inteligensi, cara mengukur inteligensi, dan peranan pendidikan dalam meningkatkan inteligensi. 
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian inteligensi?
2.      Apa faktor yang mempengaruhi inteligensi?
3.      Apa macam-macam teori inteligensi?
4.      Apa ciri-ciri perbuatan inteligensi?
5.      Bagaimana cara mengukur inteligensi?
6.      Bagaimana peranan pendidikan dalam meningkatkan inteligensi?


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Inteligensi
Perkataan inteligensi berasal dari kata intelligere yang berarti menghubungkan atau menyatukan satu sama lain.[1] Menurut Wilhelm Stern mengemukakan batasan sebagai berikut: inteligensi ialah kesanggupan untuk menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru, dengan menggunakan alat-alat berfikir yang sesuai dengan tujuannya.[2] Dalam hal ini, Stern menitikberatkan pada soal penyesuaian diri (adjustment) terhadap masalah yang dihadapi. Dengan demikian, orang yang inteligensinya tinggi (orang cerdas) akan lebih cepat menyesuaikan diri dengan masalah baru yang dihadapi, bila dibanding dengan orang yang tidak cerdas.[3] Dia juga berpendapat bahwa inteligensi sebagian besar tergantung dengan dasar dan turunan, sedangkan pendidikan atau lingkungan tidak begitu berpengaruh kepada inteligensi seseorang.[4] Namun, muncul pendapat-pendapat baru yang mengatakan bahwa inteligensi pada anak-anak yang lemah pikirannya juga dapat dididik dengan cara yang lebih tepat. Juga kenyataan membuktikan bahwa daya pikir anak-anak yang telah mendapat didikan dari sekolah, menunjukkan sifat-sifat yang lebih baik dari anak-anak yang tidak bersekolah.[5]
Menurut Piaget, inteligensi ialah sejumlah struktur psikologis yang ada pada tingkat perkembangan khusus. Sedang menurut Robert J. Sternberg, intelligence is capacity to learn from experience, and the ability to adapt to the surrounding environment. Yaitu inteligensi adalah kecakapan untuk belajar dari pengalaman dan kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan.[6]
Dari bahasan di atas, kita dapat mengetahui bahwa:
1.      Inteligensi itu ialah faktor total. Berbagai macam daya jiwa yang erat bersangkutan di dalamnya (ingatan, fantasi, perasaan, minat dsb) turut mempengaruhi inteligensi seseorang.
2.      Kita dapat mengetahui inteligensi melalui “kelakuan atau perbuatan inteligensi”.
3.      Suatu perbuatan inteligensi bukan hanya kemampuan yang dibawa sejak lahir saja tetapi faktor-faktor lingkungan dan pendidikan juga ikut berperan.
4.      Manusia itu dalm kehidupannya senantiasa dapat menentukan tujuan-tujuan yang baru, memikirkannya dan dapat menggunakan cara-cara untuk mewujudkan dan mencapai tujuannya.[7]
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kecakapan atau kemampuan manusia yang dibawa sejak lahir maupun dari faktor-faktor linkungan dan pendidikan yang memungkinkan seseorang dapat berbuat sesuatu dengan menggunakan cara mereka untuk mewujudkan dan mencapai tujuannya.
B.     Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Inteligensi
1.      Pengaruh faktor bawaan
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa individu-individu yang berasal dari suatu keluarga, atau bersanak saudara, nilai dalam tes IQ mereka berkolerasi tinggi ( + 0,50 ), orang yang kembar ( + 0,90 ) yang tidak bersanak saudara ( + 0,20 ), anak yang diadopsi korelasi dengan orang tua angkatnya ( + 0,10 - + 0,20).
2.      Pengaruh faktor lingkungan
Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Oleh karena itu ada hubungan antara pemberian makanan bergizi dengan intelegensi seseorang. Pemberian makanan bergizi ini merupakan salah satu pengaruh lingkungan yang sangat penting selain guru, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang sangat penting, seperti pendidikan, latihan berbagai keterampilan, dan lain-lain (khususnya pada masa-masa peka).
3.      Stabilitas inteligensi dan IQ
Intelegensi bukanlah IQ. Intelegensi merupakan suatu konsep umum tentang kemampuan individu, sedangkan IQ hanyalah hasil dari suatu tes intelegensi itu. Stabilitas intelegensi tergantung perkembangan organik otak.
4.      Pengaruh faktor kematangan
Tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan telah matang jika ia telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya.
5.      Pengaruh faktor pembentukan
Pembentukan ialah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi faktor intelegensi.
6.      Minat dan pembawaan yang khas
Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan-dorongan (motif-motif) yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar.
7.      Kebebasan
Kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode-metode yang tertentu dalam memecahkan masalah-masalah. Manusia mempunyai kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah sesuai dengan kebutuhannya.[8]
C.     Macam-Macam Teori Inteligensi
Macam-macam teori inteligensi diantaranya:
1.    Teori Faktor (Charles Spearman)
Teori faktor  terdiri dari dua faktor utama, yakni faktor “g” (general) yang mencangkup semua kegiatan intelektual yang dimiliki oleh setiap orang dalam berbagai derajat tertentu, dan faktor “s” (spesific) yang mencangkup berbagai faktor khusus yang relevan dengan tugas tertentu.[9]
Orang yang inteligensinya mempunyai faktor “g” yang lebih luas, memiliki kapasitas untuk mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. Dia dapat mempelajari bermacam-macam pelajaran seperti matematika, bahasa, sains, sejarah, dan lain sebagainya. Luasnya faktor “g” ditentukan oleh kerjanya otak secara unit atau keseluruhan. Sedangkan faktor “s” didasarkan pada gagasan, bahwa fungsi otak tergantung kepada ada dan tidaknya struktur atau koneksi yang tepat bagi situasi atau masalah tertentu yang khusus.[10]
2.    Teori Struktur Inteligensi (Guilford)
Menurut Guilford struktur kemampuan inteligensi terdiri atas 150 kemampuan dan memiliki tiga parameter, yaitu operasi, produk, dan konten. Parameter operasi terdiri atas evaluasi, produksi, konvergen, divergen, memori, kognisi. Parameter produk terdiri atas unit, kelas, relasi, sistem, transformasi, dan implikasi. Parameter konten terdiri atas figurasi, simbolis, semantik, dan perilaku.
3.    Teori Multiple Intelligence (Gardner)
Menurut Gardner inteligensi manusia memiliki tujuh dimensi yang semiotonom, yaitu linguistik, musik, matematik logis, visual spesial, kinestetik fisik, sosial interpersonal, dan intrapersonal. Setiap dimensi tersebut, merupakan kompetensi yang eksistensinya berdiri sendiri dalam sistem neuron. Artinya, memiliki organisasi neurologis yang berdiri sendiri dan bukan hanya terbatas kepada yang bersifat intelektual.[11]

4.    Teori Uni Factor (Wilhelm Stern)
Teori ini dikenal pula sebagai teori kapasitas umum. Menurut teori ini, inteligensi merupakan kapasitas atau kemampuan umum. Oleh karena itu, cara kerja inteligensi juga bersifat umum. Reaksi atau tindakan seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan atau dalam memecahkan suatu masalah adalah bersifat umum pula. Kapasitas umum itu timbul akibat pertumbuhan sosiologis ataupun akibat belajar.
5.    Teori Multi Factors (E.L. Thorndike)
Menurut teori inteligensi terdiri dari bentuk hubungan-hubungan neural antara stimulus dengan respon. Hubungan neural khusus inilah yang mengarahkan tingkah laku individu. Jadi inteligensi menurut teori ini adalah jumlah koneksi aktual dan potensial dalam sistem saraf. Ketika seseorang dapat menyebutkan sebuah kata, menghafal sajak, menjumlahkan bilangan, atau melakukan pekerjaan itu berarti ia dapat melakukan itu karena terbentuknya koneksi-koneksi didalam sistem saraf akibat belajar atau latihan.
6.    Teori Primary Mental Ability (Thurstone)
Teori ini menjelaskan tentang organisasi inteligensi yang abstrak, dengan membagi inteligensi menjadi enam kemampuan primer, yang terdiri atas:
a.    Kemampuan numerical/matematis.
b.    Kemampuan verbal atau berbahasa.
c.    Kemampuan abstraksi berupa visualisasi atau berpikir.
d.   Kemampuan membuat keputusan, baik induktif maupun deduktif.
e.    Kemampuan mengenal atau mengamati.
f.     Kemampuan mengingat.
Masing-masing dari kemampuan primer tersebut adalah independen serta menjadikan fungsi-fungsi pikiran yang berbeda atau berdiri sendiri. Para ahli lain menilai teori ini sebagai teori yang mengandung kelemahan menganggap adanya pemisahan fungsi atau kemampuan pada mental individu. Menurut mereka, setiap kemampuan individu adalah saling berhubungan secara integratif.
7.    Teori  Sampling (Godfrey H. Thomson)
Menurut teori ini, inteligensi merupakan berbagai kemampuan sampel. Dunia berisikan berbagai bidang pengalaman. Berbagai bidang pengalaman itu dikuasai oleh pikiran manusia tetapi tidak semuanya. Inteligensi beroperasi dengan terbatas pada sampel dari berbagai kemampuan atau pengalaman dunia nyata.[12]
8.    Teori Entity
Menurut teori ini, inteligensi adalah kesatuan yang tetap dan tidak berubah-ubah.
9.    Teori Incremental
Menurut teori ini, seseorang dapat meningkatkan inteligensi melalui belajar.[13]
D.    Ciri-Ciri Perbuatan Inteligensi
1.      Inteligensi merupakan suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berfikir secara rasional.
2.      Inteligensi tercermin dari tindakan yang terarah pada penyesuaian diri terhadap lingkungan dan pemecahan masalah yang timbul daripadanya.
3.      Inteligensi itu ialah faktor total berbagai macam daya jiwa erat bersangkutan di dalamnya (ingatan, fantasi, perasaan, perhatian, minat dan sebagainya turut mrmpengaruhi inteligensi seseorang).
4.      Kita hanya dapat mengetahui inteligensi dari tingkah laku atau perbuatannya yang tampak. Inteligensi hanya dapat kita ketahui dengan cara tidak langsung, melalui “kelakuan inteligensinya”.
5.      Bagi suatu perbuatan inteligensi bukan hanya kemampuan yang dibawa sejak lahir saja yang penting. Faktor-faktor lingkungan dan pendidikan pun memegang peranan.
6.      Manusia dalam kehidupannya senantiasa dapat menetukan tujuan-tujuan yang baru, dapat memikirkan dan menggunakan cara-cara mewujudkan atau mewujudkan dan mencapai tujuan itu. [14]
E.     Cara Mengukur Inteligensi
Inteligensi anak dapat diukur dengan cara mengadakan tes inteligensi. Tes inteligensi yang standar antara lain:
1.      Tes Binet-Simon
Tes binet-simon adalah tes inteligensi yang pertama kali diciptakan oleh Alfared Binet dan Theodore Simon pada tahun 1908 di Perancis. Tes ini mulanya sangat sederhana dan hanya untuk anak-anak saja.  Akhirnya mendapat sambutan baik dari para ahli, sehingga banyak yang menyempurnakannya.
Dengan menggunakan tes inteligensi orang dapat menentukan tingkat kecerdasan atau inteligensi quotient (IQ) seseorang. Di bawah ini dijelaskan arti dari angka IQ:
140- ke atas luar biasa cerdas (genius)
120-139 sangat cerdas (superior)
110-119 di atas normal
90-109 normal
80-89 di bawah normal
70-79 borderline (garis batas)
50-69 debile
26-49 embicile
0-25 idiot
2.      Tes Wechsler
Tes Wechsler adalah tes inteligensi yang dibuat oleh Wechsler Bellevue tahun 1939; tes ini ada 2 macam. Pertama untuk umur 16 tahun keatas yaitu Wechsler Aduit Inteligence Scale (WAIS), dan kedua tes tes untuk anak-anak yaitu Wechsler Inteligence Scale For Children (WISC).
Tes Wechsler meliputi 2 sub, yaitu verbal dan performance (tes lisan dan perbuatan atau keterampilan).
3.      Tes Army Alpha dan Beta
Tes Army Alpha dan Beta digunakan untuk mentes calon-calon tentara di Amerika Serikat, tes army alpha khusus untuk calon tentara yang pandai membaca sedangkan army beta untuk calon tentara waktu Perang Dunia H.[15]
F.      Peranan Pendidikan Dalam Meningkatkan Inteligensi
Menurut para psikolog dari Universitas Iowa, intelegensi pada anak-anak yang masih muda mengalami peningkatan secara material apabila mereka sebelumnya telah memiliki pengalaman belajar yang menstimulasi aktivitas-aktivitas berlatih seperti yang diberikan dalam pendidikan kanak-kanak. Terhadap penelitian ini, ada beberapa psikolog yang mengkritik dan beranggapan, bahwa penelitian ini mengandung kelemahan-kelemahan teknis, karena pemberian tes-tes inteligensi “before and after” bagi anak-anak tingkat pendidikan taman kanak-kanak dirasa kurang variabel.
Sehubungan dengan penlitian para psikolog Iowa tersebut, Dr. Nancy Bayley dari Universitas California mengemukakan pendapat, bahwa IQ anak-anak yang masih terlalu muda mengalami perubahan “turun naik” (tidak tetap). Ia berpendapat, bahwa kapasitas mental anak yang masih terlalu muda tidak berkembang dengan kecepatan yang sama dengan kecepatan perkembangan mental anak-anak sebaya lainnya, meskipun mereka mempunyai kekuatan-kekuatan intelektual yang sama. Ini dapat berarti, bahwa dalam tahap perkembangan tertentu seorang anak dapat memiliki IQ di bawah rata-rata, sedangkan dalam tahap yang lain ia memiliki IQ di atas rata-rata.
Penelitian-penelitian lain seperti yang dilakukan oleh Prof. Irving Lorge dari Universitas Colombia menunjukkan, bahwa IQ seseorang berhubungan dengan tingkat pendidikannya. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin tinggi pula skor IQ-nya. Namun demikian, Lorge sendiri masih meragukan, apakah peningkatan skor IQ itu benar-benar disebabkan karena tingkat pendidikan seseorang, sebab masih banyak faktor yang masih perlu diperhitungkan seperti lingkungan keluarga, lingkungan sosial, “drive”, minat belajar, kepribadian, prosedur pemberian tes-tes “before-after”, semuanya dapat mempengaruhi skor-skor prestasi pendidikan seseorang.
Sedemikian jauh belum terdapat bukti yang menguatkan bahwa latihan atau faktor lungkungan lainnya dapat menambah ataupun mengurangi skor IQ. Kenyataan menunjukkan bahwa dalam lingkungan yang sama dan seringkali dengan latar belakang keluarga yang sama pula, anak-anak dapat memiliki perbedaan dalam hal IQ.[16]

G.     
BAB III
KESIIMPULAN
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan:
1.      Inteligensi adalah suatu kecakapan atau kemampuan manusia yang dibawa sejak lahir maupun dari faktor-faktor linkungan dan pendidikan yang memungkinkan seseorang dapat berbuat sesuatu dengan menggunakan cara mereka untuk mewujudkan dan mencapai tujuannya.
2.      Faktor yang mempengaruhi inteligensi meliputi: faktor pembawaan, faktor lingkungan, stabilitas inteligensi dan IQ, faktor kematangan, faktor pembentukan, minat dan pembawaan yang khas, dan kebebasan.
3.      Teori-teori inteligensi ada 9, diantaranya adalah teori faktor, teori struktur inteligensi, teori multiple intelligence, teori uni factor, teori multi factors, teori primary mental ability, teori sampling, teori entity, teori incremental.
4.      Ciri perbuatan intelijensi yaitu di antaranya: kemampuan mental yang melibatkan proses berfikir secara rasional, inteligensi tercermin dari tindakan yang terarah pada penyesuaian diri terhadap lingkungan inteligensi itu ialah faktor total berbagai macam daya.
5.      Inteligensi dapat diukur dengan mengadakan tes inteligensi. Di antara tes itu adalah tes Binet-Simon, tes Wechsler, dan tes Army Alpha dan Beta.
6.      Pendidikan sangat berperan dalam meningkatkan inteligensi seseorang, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin tinggi pula skor IQ-nya. Tapi ini belum tentu pula, sebab sebab masih banyak faktor yang masih perlu diperhitungkan seperti lingkungan keluarga, lingkungan sosial, “drive”, minat belajar, kepribadian, prosedur pemberian tes-tes “before-after”, semuanya dapat mempengaruhi skor-skor prestasi pendidikan seseorang.



DAFTAR PUSTAKA
Cholil dan Sugeng Kurniawan. Psikologi Pendidikan: Telaah Teoritik dan Praktik. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2011.

Dalyono, M.. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 2010.

Djaali. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011.

Purwanto, M. Ngalim. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007.




[1] Djaali, Psikologi Pendidikan (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), 63.
[2] M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), 52.
[3] Djaali, Psikologi Pendidikan, 64.
[4] M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, 52.
[5] Ibid.
[6] Djaali, Psikologi Pendidikan, 65.
       [7] M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, 52-53.
[8] Cholil dan Sugeng Kurniawan, Psikolgi Pendidikan: Telaah Teoritik dan Praktik (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2011), 192-194.
[9] Djaali, Psikologi Pendidikan, 72.
[10] M. Dalyono, Psikologi Pendidikan (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010), 186.
[11] Djaali, Psikologi Pendidikan, 72-73.
[12] M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, 185-188.
[13] Djaali, Psikologi Pendidikan, 74.
[14] Cholil dan Sugeng Kurniawan, Psikologi Pendidikan Telaah Teoritik dan Praktik, 190-191.
[15] Ibid., 197-200.
[16] M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, 191-192.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tiga Dimensi Teknologi Pendidikan (Teori, Bidang Garapan, dan Profesi)

Tiga Dimensi Teknologi Pendidikan (Teori, Bidang Garapan, dan Profesi) Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “ Tekno...