PERBEDAAN
INDIVIDUAL: INTELIGENSI
Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Psikologi
Pendidikan”
Disusun Oleh:
Kelompok 1
Ines Irene
Windari (210315070)
Jihan Adiba (210315061)
Kirana
Apriliany N.H (210315041)
Lailatun Nurun
Nafi’ah (210315053)
Liya Rizki Fadillah
(210315058)
Kelas/Semester:
TB.B/III
Dosen
Pengampu:
Lia Amalia, M.SI.
FAKULTAS
TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) PONOROGO
OKTOBER 2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Inteligensi adalah kemampuan seseorang untuk memahami dan
menyesuaikan diri terhadap lingkungan baru dan belajar dari pengalaman untuk
memecahkan suatu masalah. Inteligensi ini sangat erat hubungannya dengan
kehidupan seseorang. Inteligensi seseorang memberi kemungkinan bergerak dan
berkembang dalam bidang tertentu dalam kehidupannya. Namun demikian, tingkat
inteligensi setiap orang pastilah berbeda-beda. Hal ini dikarenakan pada
faktor-faktor yang mempengaruhi inteligensi itu sendiri.
Melihat hal
itu, dalam makalah ini akan dibahas mengenai pengertian inteligensi, factor
yang mempengaruhi inteligensi, macam-macam teori inteligensi, ciri-ciri
perbuatan inteligensi, cara mengukur inteligensi, dan peranan pendidikan dalam
meningkatkan inteligensi.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian inteligensi?
2.
Apa faktor yang mempengaruhi
inteligensi?
3.
Apa macam-macam teori inteligensi?
4.
Apa ciri-ciri perbuatan
inteligensi?
5.
Bagaimana cara mengukur
inteligensi?
6.
Bagaimana peranan pendidikan dalam
meningkatkan inteligensi?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Inteligensi
Perkataan
inteligensi berasal dari kata intelligere yang berarti menghubungkan atau
menyatukan satu sama lain.[1]
Menurut Wilhelm Stern mengemukakan batasan sebagai berikut: inteligensi ialah
kesanggupan untuk menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru, dengan menggunakan
alat-alat berfikir yang sesuai dengan tujuannya.[2]
Dalam hal ini, Stern menitikberatkan pada soal penyesuaian diri (adjustment)
terhadap masalah yang dihadapi. Dengan demikian, orang yang inteligensinya
tinggi (orang cerdas) akan lebih cepat menyesuaikan diri dengan masalah baru
yang dihadapi, bila dibanding dengan orang yang tidak cerdas.[3]
Dia juga berpendapat bahwa inteligensi sebagian besar tergantung dengan dasar
dan turunan, sedangkan pendidikan atau lingkungan tidak begitu berpengaruh
kepada inteligensi seseorang.[4]
Namun, muncul pendapat-pendapat baru yang mengatakan bahwa inteligensi pada
anak-anak yang lemah pikirannya juga dapat dididik dengan cara yang lebih
tepat. Juga kenyataan membuktikan bahwa daya pikir anak-anak yang telah
mendapat didikan dari sekolah, menunjukkan sifat-sifat yang lebih baik dari
anak-anak yang tidak bersekolah.[5]
Menurut
Piaget, inteligensi ialah sejumlah struktur psikologis yang ada pada tingkat
perkembangan khusus. Sedang menurut Robert J. Sternberg, intelligence is
capacity to learn from experience, and the ability to adapt to the surrounding environment.
Yaitu inteligensi adalah kecakapan untuk belajar dari pengalaman dan kemampuan
untuk beradaptasi dengan lingkungan.[6]
Dari bahasan di atas, kita dapat mengetahui
bahwa:
1.
Inteligensi itu ialah faktor total.
Berbagai macam daya jiwa yang erat bersangkutan di dalamnya (ingatan, fantasi,
perasaan, minat dsb) turut mempengaruhi inteligensi seseorang.
2.
Kita dapat mengetahui inteligensi
melalui “kelakuan atau perbuatan inteligensi”.
3.
Suatu perbuatan inteligensi bukan
hanya kemampuan yang dibawa sejak lahir saja tetapi faktor-faktor lingkungan
dan pendidikan juga ikut berperan.
4.
Manusia itu dalm kehidupannya
senantiasa dapat menentukan tujuan-tujuan yang baru, memikirkannya dan dapat
menggunakan cara-cara untuk mewujudkan dan mencapai tujuannya.[7]
Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kecakapan atau
kemampuan manusia yang dibawa sejak lahir maupun dari faktor-faktor linkungan
dan pendidikan yang memungkinkan seseorang dapat berbuat sesuatu dengan
menggunakan cara mereka untuk mewujudkan dan mencapai tujuannya.
B.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Inteligensi
1.
Pengaruh faktor bawaan
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa individu-individu yang berasal
dari suatu keluarga, atau bersanak saudara, nilai dalam tes IQ mereka
berkolerasi tinggi ( + 0,50 ), orang yang kembar ( + 0,90 ) yang tidak bersanak
saudara ( + 0,20 ), anak yang diadopsi korelasi dengan orang tua angkatnya ( +
0,10 - + 0,20).
2.
Pengaruh faktor lingkungan
Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Oleh karena
itu ada hubungan antara pemberian makanan bergizi dengan intelegensi seseorang.
Pemberian makanan bergizi ini merupakan salah satu pengaruh lingkungan yang
sangat penting selain guru, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif
emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang sangat penting, seperti
pendidikan, latihan berbagai keterampilan, dan lain-lain (khususnya pada
masa-masa peka).
3.
Stabilitas inteligensi dan IQ
Intelegensi bukanlah IQ. Intelegensi merupakan suatu konsep umum tentang
kemampuan individu, sedangkan IQ hanyalah hasil dari suatu tes intelegensi itu.
Stabilitas intelegensi tergantung perkembangan organik otak.
4.
Pengaruh faktor kematangan
Tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Tiap
organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan telah matang jika ia telah mencapai
kesanggupan menjalankan fungsinya.
5. Pengaruh faktor
pembentukan
Pembentukan ialah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi
faktor intelegensi.
6. Minat dan pembawaan yang
khas
Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi
perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan-dorongan (motif-motif) yang
mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar.
7. Kebebasan
Kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode-metode yang
tertentu dalam memecahkan masalah-masalah. Manusia mempunyai kebebasan memilih
metode, juga bebas dalam memilih masalah sesuai dengan kebutuhannya.[8]
C.
Macam-Macam Teori Inteligensi
Macam-macam teori inteligensi diantaranya:
1. Teori Faktor (Charles Spearman)
Teori faktor terdiri dari dua faktor
utama, yakni faktor “g” (general) yang mencangkup semua kegiatan
intelektual yang dimiliki oleh setiap orang dalam berbagai derajat tertentu,
dan faktor “s” (spesific) yang mencangkup berbagai faktor khusus yang
relevan dengan tugas tertentu.[9]
Orang yang inteligensinya mempunyai faktor “g” yang lebih luas, memiliki
kapasitas untuk mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. Dia dapat mempelajari
bermacam-macam pelajaran seperti matematika, bahasa, sains, sejarah, dan lain
sebagainya. Luasnya faktor “g” ditentukan oleh kerjanya otak secara unit atau
keseluruhan. Sedangkan faktor “s” didasarkan pada gagasan, bahwa fungsi otak
tergantung kepada ada dan tidaknya struktur atau koneksi yang tepat bagi
situasi atau masalah tertentu yang khusus.[10]
2.
Teori Struktur Inteligensi (Guilford)
Menurut
Guilford struktur kemampuan inteligensi terdiri atas
150 kemampuan dan memiliki tiga parameter, yaitu operasi, produk, dan konten.
Parameter operasi terdiri atas evaluasi, produksi, konvergen, divergen, memori,
kognisi. Parameter produk terdiri atas unit, kelas, relasi, sistem,
transformasi, dan implikasi. Parameter konten terdiri atas figurasi, simbolis,
semantik, dan perilaku.
3.
Teori Multiple Intelligence (Gardner)
Menurut
Gardner inteligensi manusia memiliki tujuh dimensi yang
semiotonom, yaitu
linguistik, musik, matematik logis, visual spesial, kinestetik fisik, sosial
interpersonal, dan intrapersonal. Setiap dimensi tersebut, merupakan kompetensi
yang eksistensinya berdiri sendiri dalam sistem neuron. Artinya, memiliki
organisasi neurologis yang berdiri sendiri dan bukan hanya terbatas
kepada yang bersifat intelektual.[11]
4.
Teori Uni Factor (Wilhelm Stern)
Teori ini dikenal pula sebagai teori kapasitas umum. Menurut teori
ini, inteligensi
merupakan kapasitas atau kemampuan umum. Oleh karena itu, cara kerja
inteligensi juga bersifat umum. Reaksi atau tindakan seseorang dalam
menyesuaikan diri terhadap lingkungan atau dalam memecahkan suatu masalah adalah bersifat umum
pula. Kapasitas umum itu timbul akibat pertumbuhan sosiologis ataupun akibat
belajar.
5.
Teori Multi Factors (E.L. Thorndike)
Menurut teori
inteligensi terdiri dari bentuk
hubungan-hubungan neural antara
stimulus dengan respon. Hubungan neural khusus inilah yang mengarahkan tingkah laku individu. Jadi inteligensi menurut
teori ini adalah jumlah koneksi aktual dan potensial dalam sistem saraf. Ketika seseorang dapat menyebutkan sebuah kata, menghafal sajak,
menjumlahkan bilangan, atau melakukan pekerjaan itu berarti ia dapat melakukan
itu karena terbentuknya koneksi-koneksi didalam sistem saraf akibat belajar
atau latihan.
6.
Teori Primary Mental Ability (Thurstone)
Teori ini
menjelaskan tentang organisasi inteligensi yang abstrak, dengan membagi
inteligensi menjadi enam kemampuan primer, yang terdiri
atas:
a.
Kemampuan
numerical/matematis.
b.
Kemampuan verbal atau berbahasa.
c.
Kemampuan abstraksi berupa visualisasi atau berpikir.
d.
Kemampuan membuat keputusan, baik induktif
maupun deduktif.
e.
Kemampuan mengenal atau mengamati.
f.
Kemampuan mengingat.
Masing-masing dari kemampuan primer tersebut adalah independen serta
menjadikan fungsi-fungsi pikiran yang berbeda atau berdiri sendiri. Para ahli
lain menilai teori ini sebagai teori yang mengandung kelemahan menganggap
adanya pemisahan fungsi atau kemampuan pada mental individu. Menurut mereka,
setiap kemampuan individu adalah saling berhubungan secara integratif.
7.
Teori Sampling (Godfrey H. Thomson)
Menurut teori
ini, inteligensi merupakan berbagai
kemampuan sampel. Dunia berisikan berbagai bidang pengalaman. Berbagai bidang pengalaman itu dikuasai oleh pikiran manusia tetapi tidak semuanya. Inteligensi beroperasi dengan terbatas pada
sampel dari berbagai kemampuan atau pengalaman dunia nyata.[12]
8.
Teori Entity
Menurut teori
ini, inteligensi adalah kesatuan yang
tetap dan tidak berubah-ubah.
9.
Teori Incremental
D. Ciri-Ciri
Perbuatan Inteligensi
1.
Inteligensi
merupakan suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berfikir secara rasional.
2.
Inteligensi
tercermin dari tindakan yang terarah pada penyesuaian diri terhadap lingkungan
dan pemecahan masalah yang timbul daripadanya.
3.
Inteligensi itu
ialah faktor total berbagai macam daya jiwa erat bersangkutan di dalamnya
(ingatan, fantasi, perasaan, perhatian, minat dan sebagainya turut mrmpengaruhi
inteligensi seseorang).
4.
Kita hanya dapat
mengetahui inteligensi dari tingkah laku atau perbuatannya yang tampak.
Inteligensi hanya dapat kita ketahui dengan cara tidak langsung, melalui
“kelakuan inteligensinya”.
5.
Bagi suatu
perbuatan inteligensi bukan hanya kemampuan yang dibawa sejak lahir saja yang
penting. Faktor-faktor lingkungan dan pendidikan pun memegang peranan.
6.
Manusia dalam
kehidupannya senantiasa dapat menetukan tujuan-tujuan yang baru, dapat
memikirkan dan menggunakan cara-cara mewujudkan atau mewujudkan dan mencapai
tujuan itu. [14]
E.
Cara Mengukur Inteligensi
Inteligensi anak dapat diukur dengan cara mengadakan tes
inteligensi. Tes inteligensi yang standar antara lain:
1.
Tes Binet-Simon
Tes
binet-simon adalah tes inteligensi yang pertama kali diciptakan oleh Alfared
Binet dan Theodore Simon pada tahun 1908 di Perancis. Tes ini mulanya sangat
sederhana dan hanya untuk anak-anak saja.
Akhirnya mendapat sambutan baik dari para ahli, sehingga banyak yang
menyempurnakannya.
Dengan
menggunakan tes inteligensi orang dapat menentukan tingkat kecerdasan atau
inteligensi quotient (IQ) seseorang. Di bawah ini dijelaskan arti dari angka
IQ:
140- ke atas
luar biasa cerdas (genius)
120-139 sangat
cerdas (superior)
110-119 di
atas normal
90-109 normal
80-89 di bawah
normal
70-79
borderline (garis batas)
50-69 debile
26-49 embicile
0-25 idiot
2.
Tes Wechsler
Tes Wechsler
adalah tes inteligensi yang dibuat oleh Wechsler Bellevue tahun 1939; tes ini
ada 2 macam. Pertama untuk umur 16 tahun keatas yaitu Wechsler Aduit
Inteligence Scale (WAIS), dan kedua tes tes untuk anak-anak yaitu Wechsler
Inteligence Scale For Children (WISC).
Tes Wechsler
meliputi 2 sub, yaitu verbal dan performance (tes lisan dan perbuatan atau
keterampilan).
3.
Tes Army Alpha dan Beta
Tes Army Alpha
dan Beta digunakan untuk mentes calon-calon tentara di Amerika Serikat, tes
army alpha khusus untuk calon tentara yang pandai membaca sedangkan army beta
untuk calon tentara waktu Perang Dunia H.[15]
F.
Peranan Pendidikan Dalam
Meningkatkan Inteligensi
Menurut para psikolog dari Universitas Iowa, intelegensi pada
anak-anak yang masih muda mengalami peningkatan secara material apabila mereka
sebelumnya telah memiliki pengalaman belajar yang menstimulasi
aktivitas-aktivitas berlatih seperti yang diberikan dalam pendidikan
kanak-kanak. Terhadap penelitian ini, ada beberapa psikolog yang mengkritik dan
beranggapan, bahwa penelitian ini mengandung kelemahan-kelemahan teknis, karena
pemberian tes-tes inteligensi “before and after” bagi anak-anak tingkat
pendidikan taman kanak-kanak dirasa kurang variabel.
Sehubungan dengan penlitian para psikolog Iowa tersebut, Dr. Nancy
Bayley dari Universitas California mengemukakan pendapat, bahwa IQ anak-anak
yang masih terlalu muda mengalami perubahan “turun naik” (tidak tetap).
Ia berpendapat, bahwa kapasitas mental anak yang masih terlalu muda tidak
berkembang dengan kecepatan yang sama dengan kecepatan perkembangan mental
anak-anak sebaya lainnya, meskipun mereka mempunyai kekuatan-kekuatan
intelektual yang sama. Ini dapat berarti, bahwa dalam tahap perkembangan
tertentu seorang anak dapat memiliki IQ di bawah rata-rata, sedangkan dalam
tahap yang lain ia memiliki IQ di atas rata-rata.
Penelitian-penelitian lain seperti yang dilakukan oleh Prof. Irving
Lorge dari Universitas Colombia menunjukkan, bahwa IQ seseorang berhubungan
dengan tingkat pendidikannya. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang
semakin tinggi pula skor IQ-nya. Namun demikian, Lorge sendiri masih meragukan,
apakah peningkatan skor IQ itu benar-benar disebabkan karena tingkat pendidikan
seseorang, sebab masih banyak faktor yang masih perlu diperhitungkan seperti
lingkungan keluarga, lingkungan sosial, “drive”, minat belajar,
kepribadian, prosedur pemberian tes-tes “before-after”, semuanya dapat
mempengaruhi skor-skor prestasi pendidikan seseorang.
Sedemikian jauh belum terdapat bukti yang menguatkan bahwa latihan
atau faktor lungkungan lainnya dapat menambah ataupun mengurangi skor IQ.
Kenyataan menunjukkan bahwa dalam lingkungan yang sama dan seringkali dengan
latar belakang keluarga yang sama pula, anak-anak dapat memiliki perbedaan
dalam hal IQ.[16]
G.
BAB III
KESIIMPULAN
Dari uraian di
atas, dapat disimpulkan:
1.
Inteligensi adalah suatu kecakapan
atau kemampuan manusia yang dibawa sejak lahir maupun dari faktor-faktor
linkungan dan pendidikan yang memungkinkan seseorang dapat berbuat sesuatu
dengan menggunakan cara mereka untuk mewujudkan dan mencapai tujuannya.
2.
Faktor yang mempengaruhi
inteligensi meliputi: faktor pembawaan, faktor lingkungan, stabilitas inteligensi
dan IQ, faktor kematangan, faktor pembentukan, minat dan pembawaan yang khas,
dan kebebasan.
3.
Teori-teori inteligensi ada 9, diantaranya adalah teori faktor, teori
struktur inteligensi, teori multiple intelligence, teori uni factor,
teori multi factors, teori primary mental ability, teori
sampling, teori entity, teori incremental.
4.
Ciri perbuatan
intelijensi yaitu di antaranya: kemampuan mental yang melibatkan proses
berfikir secara rasional, inteligensi tercermin dari tindakan yang terarah pada
penyesuaian diri terhadap lingkungan inteligensi itu ialah faktor total
berbagai macam daya.
5.
Inteligensi dapat diukur dengan
mengadakan tes inteligensi. Di antara tes itu adalah tes Binet-Simon, tes
Wechsler, dan tes Army Alpha dan Beta.
6.
Pendidikan sangat berperan dalam
meningkatkan inteligensi seseorang, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang
semakin tinggi pula skor IQ-nya. Tapi ini belum tentu pula, sebab sebab masih
banyak faktor yang masih perlu diperhitungkan seperti lingkungan keluarga,
lingkungan sosial, “drive”, minat belajar, kepribadian, prosedur
pemberian tes-tes “before-after”, semuanya dapat mempengaruhi skor-skor
prestasi pendidikan seseorang.
DAFTAR PUSTAKA
Cholil dan
Sugeng Kurniawan. Psikologi Pendidikan: Telaah Teoritik dan Praktik. Surabaya:
IAIN Sunan Ampel Press, 2011.
Dalyono, M.. Psikologi
Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 2010.
Djaali. Psikologi
Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011.
Purwanto, M.
Ngalim. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007.
[1] Djaali, Psikologi Pendidikan (Jakarta:
PT Bumi Aksara, 2011), 63.
[2] M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), 52.
[3] Djaali, Psikologi Pendidikan, 64.
[4] M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan,
52.
[5] Ibid.
[6] Djaali, Psikologi Pendidikan, 65.
[8] Cholil dan Sugeng Kurniawan, Psikolgi Pendidikan: Telaah Teoritik dan Praktik (Surabaya: IAIN Sunan
Ampel Press, 2011), 192-194.
[9] Djaali, Psikologi Pendidikan, 72.
[10] M. Dalyono, Psikologi Pendidikan (Jakarta:
PT Rineka Cipta, 2010), 186.
[11]
Djaali, Psikologi Pendidikan, 72-73.
[12] M. Dalyono, Psikologi Pendidikan,
185-188.
[13] Djaali, Psikologi Pendidikan, 74.
[14] Cholil dan Sugeng Kurniawan, Psikologi
Pendidikan Telaah Teoritik dan Praktik, 190-191.
[15] Ibid., 197-200.
[16] M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, 191-192.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar